wahabi



PENDAHULUAN

KERENDAHAN HATI AL HABIB ABUBAKAR AL ADENI
Sebelum Al-Habib Abubakar Al 'Adeni bin Abdullah Alaydrus ingin melanjutkan pendidikannya ke kota Aden, beliau diuji oleh abahnya yaitu Habib Abdullah Alaydrus. Habib Abdullah memerintahkan anaknya tersebut untuk masuk ke sebuah pasar di Kota Tarim. Lalu disuruh mencari di pasar tersebut satu orang saja yang kira-kira lebih rendah derajatnya dari pada dirinya (Habib Abubakar). Maka Habib Abubakar pun ke pasar dan mencari seseorang yang lebih rendah derajatnya. Beliau menjumpai pengemis lusuh, wanita tua yang tidak punya apa-apa dan macam-macam orang yang kelihatannya secara lahiriyah lebih hina dari beliau. Namun terlintas di hatinya: "Sesungguhnya tidak ada yang tau bagaimana akhir hidup dari seseorang. Kalau mereka mati dalam keadaan husnul khotimah dan aku tidak. Maka mereka semua pasti lebih mulia dari pada aku." Ketika di jalan beliau mendapati seekor anjing gila. Terlintas di benak beliau: "nah anjing ini lebih hina dari aku." Tatkala ingin dibawa anjing tersebut ke abahnya, terlintas lagi di hatinya, "anjing dan hewan-hewan lainnya akan jadi debu di akhirat. Mereka tidak dihisab. Sementara jika aku masuk neraka otomatis anjing ini lebih mulia daripadaku." Kemudian beliau kembali ke abahnya dan tidak menemukan satupun makhluk yang lebih hina dari beliau. Lalu sang abah bertanya dan Habib Abubakar menceritakan kisahnya di pasar tadi dan abahnya tersenyum lalu berkata; "engkau telah lulus ujian dariku. Sekarang engkau boleh pergi menuntut ilmu di manapun engkau mau."
1
Di atas merupakan kisah akhlaq yang indah dari seorang wali Allah. Padahal kemuliaannya tidak diragukan lagi, doa-doanya selalu diqabulkan oleh Allah. Bahkan di kota Aden dulu pernah terjadi hujan susu berkat doa beliau yang meminta kepada Allah. Namun dengan segala kemuliaan tersebut, beliau tidak merasa dirinya lebih mulia dari siapapun bahkan dari seekor anjing gila.
Subhanallah...
Syi'ir Tanpo Waton
KH Abdurrahman Wachid
استغفر الله ربّ البرايا # استتغفر الله من الخطا يا
ربّي زدني علما نافعا # ووفّقني عملا صالحا
يا رسول الله سلام عليك # يا رفيع الشان و الدرج
عطفة يا جيرة العالم # يا أهَيل الجود والكرم

ngawiti ingsun nglarar syiiran
kelawan muji maring pengeran
kang paring rohmat lan kenikmatan
rino wengine tanpa pidungan 2x

duh bolo  konco priyo wanito
ojo mung ngaji syareat bloko
gur pinter dongeng nulis lan moco
tembe burine bakal sangsoro 2x

akeh kang apal quran hadise
seneng ngafirke marang liyane
kafire dewe dak digatekke
yen isih kotor ati akale 2x

gampang kabujuk nafsu angkoro
ing pepahese gebyare dunyo
iri lan meri sugihe tonggo
mulo atine peteng lan nisto 2x

ayo sedulur jo ngelaleake
wajibe ngaji sak pranatane
nggo ngandelake iman tauhide
baguse sangu mulyo matine 2x
2
 
kang aran sholeh baguse atine
kerono mapan sari ngelmune
laku thoriqah lan makrifate
ugo hakekat manjing rasane 2x

al quran qadim wahyu minulyo
tanpa dinulis iso diwoco
iku wejangan guru waskito
den tancepake ing jero dodo 2x

kumantil ati lan pikiran
mrasuk ing badan kabeh jeroan
mukjizat rosul dadi pedoman
minongko dalan manjinge iman 2x

kelawan Allah kang moho suci
kudu rangkulan rino lan wengi
ditirakati diriyadhahi
dzikir lan suluk jo nganti lali 2x

uripe ayem, rumongso aman
dununge roso tondo yen iman
sabar narimo najan paspasan
kabeh tinakdir saking pengeran 2x

kelawan konco dulur lan tonggo
kang podho rukun ojo nesio
iku sunahe rasul kang mulya
nabi Muhammad panutan kito 2x

ayo nglakoni sekabehane
Allah kang bakal ngangkat drajate
senajan asor toto dhohire
ananging mulya maqom drajate 2x
                                               

                     Langgen, 8 Desember 2015
3
                 
               Puisi
KH Mustofa Bisri ( Gus Mus )
Aku pergi Tahlil…kau bilang amalan jahil…
Aku baca Shalawat Burdah…kau bilang itu Bid’ah…
Lalu aku harus bagaimana…???
Aku Bertawassul dengan baik…kau bilang aku Musyrik…
Aku ikut Majelis Dzikir…kau bilang aku Kafir…
Lalu aku harus bagaimana…???
Aku Shalat pakai Lafadz Niat…kau bilang aku Sesat…
Aku mengadakan Maulid…kau bilang tak ada Dalil yang Valid…
Lalu aku harus bagaimana…???
Aku Gemar Berziarah…kau bilang aku Alap-Alap Berkah…
Aku mengadakan Selamatan…kau bilang aku Pemuja Setan…
Lalu aku harus bagaimana…???
Aku pergi Yasinan…kau bilang itu tak Membawa Kebaikan…
Aku ikut Tasawuf Sufi…malah kau suruh aku Menjauhi…
Ya Sudahlah….aku ikut kalian..
Kan kupakai Celana Cingkrang….agar kau senang…
Kan kupanjangkan Jenggot…agar dikira berbobot…
Kan kuhitamkan Jidat…agar dikira Ahli Ijtihad…
Aku kan sering Menghujat…biar dikira Hebat…
Aku kan sering Mencela…biar dikira Mulia….
Ya Sudahlah….Aku pasrah pada Tuhan… Yang kusembah..
Lalu kau nyembah Tuhan yang mana...?








4
 
*** MH. Ainun Najib ***


“ Wis anggaplah aku ini kafir fir...
terus opo hak mu...?
utowo hak wong liyo terhadap aku...?
Iki menyangkut martabat manusia.... !!!
Mengenai benar kafir tidak orang itu....
wilayahnya Alloh.....
Urusan sesrawung antar manusia ...
adalah ojo nuding-nuding wong,...
itu merendahkan dan menyakiti hatinya....
Sedang di dalam Islam ....
sangat dilarang menyakiti hati orang lain....
Wis anggaplah misalnya Gus Dur itu antek Yahudi....
terus kalian mau apa.....!!!
Apakah kalian yakin ....
bahwa saya muslim ...?
Dari mana kalian tau saya muslim...?
Kalau ternyata saya hanya akting...?
Kalau darah saya halal....
wis gek ndang dipateni ....
dan uokeh sing kudu dipateni....!!!
Alloh saja masih memiliki ruang ....
barangsiapa mau beriman maka berimanlah....
barangsiapa mau kufur...
silakan kufur....!!!
.
Maka....
kepada orang yang kita anggap sesat ...
atau kufur....
mbok wis didongakke wae ...
supaya diberi hidayah oleh Alloh...
Jangan dituding-tuding...
Itu menghina martabat manusia...
Musuh kita adalah kesempitan ....
dan kedangkalan berpikir...
koyo JARAN....!!!
Anda semua harus ombo...
dan jembar pikirane....
Harus mengerti kiasan...
dan konteks-konteks....
Makanya...
sebelum omong banyak tentang Islam....
yuk belajar dulu jadi manusia....
Manusia yang manusia itu melu keroso loro (sakit)...
kalau ada manusia lainnya disakiti hatinya....
Bahkan kalau kita menyakiti orang lain ...
aslinya kita sendiri juga merasa sakit....
Manusia yang jembar dan murni ...
itu sesungguhnya pandai merasa (rumongso/ngroso)...
Rosululloh saja ketika diprotes sahabat ...
tentang Bilal yang tak bisa mengucap huruf Syin....
kok malah dipilih sebagai muadzin...
justru menjawab...
pokoknya ...
kalau kalian mendengar dia mengucap sin....
padahal yang harusnya syin....
itu maksudnya syin.....
Itulah kearifan Rosululloh...
Kalau kalian tidak menerima hal ini....
berarti kamu menghina orang celat....
Bisa kualat kita ...!!!












Al Imam Al Musnid Ad Dai ilAllah al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz
Ada yang bertanya, “Kenapa kau ziarah maqam aulia?? Sedangkan ia tiada memberi kuasa apa-apa, dan tempat  meminta hanya pada Allah..!”

Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz menjawab:
"Benar wahai saudaraku, aku juga sama pegangan denganmu bahwa mereka tidak mempunyai kekuasaan apa-apa.
Tetapi sedikit perbedaan aku dengan dirimu, karena aku lebih senang menziarahi mereka karena bagiku mereka tetap hidup dalam membangkitkan jiwa yang mati ini kepada cinta Tuhan.
Tapi aku juga heran, kenapa engkau tidak melarang ku menziarahi ahli dunia, mereka juga tidak ada kuasa malah mematikan hati yang hidup. Bagiku mereka bagaikan mayat yang berjalan, rumah mereka adalah pusara yang tiada membangkitkan jiwa pada cinta Tuhan.
Kematian dan kehidupan di sisi Allah adalah jiwa. Banyak mereka yang dilihat hidup tapi sebenarnya mati, banyak mereka yang dilihat mati tapi sebenarnya hidup, banyak yang menziarahi pusara terdiri dari orang yang mati sedangkan dalam pusara itulah orang yang hidup.
Aku lebih senang menziarahi maqam kekasih Allah dan para syuhada walaupun hanya pusara, tetapi ia mengingatkan aku akan kematian kerena ia mengingatkan aku bahwa hidup adalah perjuangan. Karena aku dapat melihat jiwa mereka ada kuasa cinta yang hebat sehingga mereka dicintai oleh Tuhan Nya lantaran kebenaran cintanya.
Wahai saudaraku, ziarahi lah maqam aulia karena pada maqam mereka ada cinta, lantaran cinta Allah pada mereka, seluruh tempat persemadian mereka dicintai Allah. Cinta tiada mengalami kematian, ia tetap hidup dan terus hidup dan akan melimpah kepada para pencintanya.
5
Aku berziarah karena sebuah cinta mengambil semangat mereka agar aku dapat mengikuti mereka dalam mujahadahku, mengangkat tangan di sisi maqam mereka bukan meminta kuasa dari mereka, tapi memohon kepada Allah agar aku juga dicintai Allah sebagaimana mereka dicintai Allah."
Sayyid Alwi bin abbas al Maliki bercerita :
"Dahulu Ada Seorang wanita sedang berdiri di hadapan makam Nabi Saw sambil mngucapkan, " Wahai Rasul, aku berharap syafa'atmu ". Lalu seorang wahabi melihatnya dan berkata, "Wahai wanita, kenapa kamu memanggil orang yang tidak dapat mendengar dan memberi manfaat, tongkatku ini lebih baik dan manfaat dari Muhammad. Kalau kamu ingin bukti ikutlah denganku ".
Maka wanita itu keluar masjid bersamanya, dan menemukan unta yang sedang duduk. Wahabi itu berkata kepada unta tersebut, "Wahai unta, berdiri karena menghormati Muhammad, bangunlah degan kemuliaan Muhammad, aku bertawassul kepadamu dengan Muhammad supaya kamu berdiri". Tpi unta itu tidak berdiri. Lalu wahabi itu memukulnya dengan tongkat, maka unta itu berdiri. Dan berkata pada si wanita," Aku sudah katakan tadi padamu bahwa tongkat ini lebih baik dari Muhammad?".
Maka wanita itu berkata, "Dudukkanlah kembali unta itu jika kamu idzinkan ". Wahabi itu mendudukkan kembali unta itu dan ia yakin bahwa wanita itu akan memperdulikan dan menjadikan pelajaran untuk keluarganya nanti, menurut pemahaman kerdil wahabi tersebut.
Wanita itu berkata kepada unta, "Wahai unta, aku memintamu dengan Allah untuk berdiri, aku bertawassul kepadamu dengan nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya yang Maha Luhur supaya kamu berdiri, karena memuliakan Allah hendaknya kamu berdiri ". Tapi unta itu tidak mau berdiri.
Ketika wanita itu memukul unta dengan tongkat, maka berdirilah unta tersebut. Si wanita berkata kepada wahabi, " Apakah kamu akan mengatakan bahwa tongkatmu ini lebih baik dari Allah dan Nama-nama serta sifat-sifat- Nya ?"
Maka wahabi itu terbungkam tidak mampu menjawab.
Lalu si wanita berkata, " Aku kasih jawaban untukmu, "sesungguhnya unta ini adalah binatang sepertimu yg tidak mengerti "....
6
Shollu ala habibina MUHAMMAD......!!!


Mencium Tangan sang Guru....

Suatu ketika ada seorang lelaki berjumpa al Habib Umar bin hafidz.
Dia bertanya kepada Habib Umar : "mengapakah kamu membenarkan anak muridmu menundukkan badan mencium tanganmu. Kamu telah melakukan perbuatan syirik kepada Allah. Sepatutnya yang kita kenal sembah Allah bukan mahkluk. Ini kamu mengajarkan anak muridmu perbuatan syirik." .
Habib Umar mendengar dan membalas dengan senyuman kepada lelaki itu. Selepas itu habib Umar mengambil pulpen yang berada di kantong baju lelaki tersebut lalu menjatuhkannya ke lantai. Orang itu pun lalu menunduk ingin mengambil pulpennya, namun Habib Umar menahannnya.
Al Habib Umar berkata "apa yang akan engkau lakukan, jangan menunduk kebawah"
Orang itu berkata "tidak, aku ingin mengambil pulpen ku".
Lalu Habib Umar berkata : "engkau tidak boleh menunduk ke bawah menyembah pulpen, yang kita sembah adalah Allah .
Orang itu berkata "tidak, aku bukan menyembah pulpen, aku berniat mengambil pulpen ku bukan untuk menyembah." .
Habib Umar tersenyum. Lalu berkata : "begitu juga dengan pelajar-pelajarku. Mereka bersalaman dengan menundukkan badan mereka, bukan karena ingin menyembahku, namun mereka Cuma ingin menghormatiku sebagai guru mereka, meskipun aku tidak menginginkan/meminta mereka seperti itu. Habib umar tersenyum manis kepada lelaki itu. Lelaki itupun sangat merasa malu dan segera ia meminta maaf kepada guru Mulia.


Habib Umar bin Muhammad bin salim bin hafidz.
" Sungguh indah Akhlak beliau yang selalu mengajarkan indahnya Budi Peker
ti RASULULLAH SAW"


7
 
GUYONAN GUS DUR....


WAHABI: “Apa dalil yang Anda gunakan dalam Tahlilan, sehingga komposisi bacaannya beragam atau campuran, ada dzikir, ayat-ayat al-Qur’an, sholawat dan lain-lain?”
SUNNI: “Mengapa Anda menanyakan dalil? Apa pentingnya dalil bagi Anda, sedang Anda tidak mau Tahlilan?”
WAHABI: “Kalau Tahlilan tidak ada dalilnya berarti bid’ah donk. Jangan Anda lakukan!”
SUNNI: “Sekarang saya balik tanya, adakah dalil yang melarang bacaan campuran seperti Tahlilan?”
WAHABI: “Ya tidak ada.”
SUNNI: “Kalau tidak ada dalil yang melarang, berarti pendapat Anda yang membid’ahkan Tahlilan jelas bid’ah. Melarang amal shaleh yang tidak dilarang dalam agama. Kalau Anda tidak setuju dengan komposisi bacaan dalam Tahlilan, sekarang saya tanya kepada Anda, bacaan dalam sholat itu satu macam atau campuran?”
WAHABI: “Ya, campuran dan lengkap.”
SUNNI: “Berarti bacaan campuran itu ada contohnya dalam agama, yaitu sholat. Kalau begitu mengapa Anda masih tidak mau Tahlilan?”
WAHABI: “Kalau sholat kan memang ada tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalau campuran dalam Tahlilan kan tidak ada tuntunan?”
SUNNI: “Itu artinya, agama tidak menafikan dan tidak melarang dzikir dengan komposisi campuran seperti Tahlilan, dan dicontohkan dengan sholat. Sedangkan pernyataan Anda, bahwa dzikir campuran di luar sholat seperti Tahlilan, tidak ada dalilnya, itu karena Anda baru belajar ilmu agama. Coba perhatikan hadits ini:
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ للهِ سَيَّارَةً مِنَ الْمَلاَئِكَةِ يَطْلُبُوْنَ حِلَقَ الذِّكْرِ فَإِذَا أَتَوْا عَلَيْهِمْ وَحَفُّوْا بِهِمْ ثُمَّ بَعَثُوْا رَائِدَهُمْ إِلىَ السَّمَاءِ إِلَى رَبِّ الْعِزَّةِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فَيَقُوْلُوْنَ : رَبَّنَا أَتَيْنَا عَلىَ عِبَادٍ مِنْ عِبَادِكَ يُعَظِّمُوْنَ آَلاَءَكَ وَيَتْلُوْنَ كِتَابَكَ وَيُصَلُّوْنَ عَلىَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم وَيَسْأَلُوْنَكَ لآَخِرَتِهِمْ وَدُنْيَاهُمْ فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : غَشُّوْهُمْ رَحْمَتِيْ فَيَقُوْلُوْنَ : يَا رَبِّ إِنَّ فِيْهِمْ فُلاَناً الْخَطَّاءَ إِنَّمَا اعْتَنَقَهُمْ اِعْتِنَاقًا فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : غَشُّوْهُمْ رَحْمَتِيْ فَهُمُ الْجُلَسَاءُ لاَ يَشْقَى بِهِمْ جَلِيْسُهُمْ . (رواه البزار قال الحافظ الهيثمي في مجمع الزوائد: إسناده حسن، والحديث صحيح أو حسن عند الحافظ ابن حجر، كما ذكره في فتح الباري)
“Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat yang selalu mengadakan perjalanan mencari majelis-majelis dzikir. Apabila para malaikat itu mendatangi orang-orang yang sedang berdzikir dan mengelilingi mereka, maka mereka mengutus pemimpin mereka ke langit menuju Tuhan Maha Agung – Yang Maha Suci dan Maha Luhur. Para malaikat itu berkata: “Wahai Tuhan kami, kami telah mendatangi hamba-hamba-Mu yang mengagungkan nikmat-nikmat-Mu, menbaca kitab-Mu, bershalawat kepada nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan memohon kepada-Mu akhirat dan dunia mereka.” Lalu Allah menjawab: “Naungi mereka dengan rahmat-Ku.” Lalu para malaikat itu berkata: “Di antara mereka terdapat si fulan yang banyak dosanya, ia hanya kebetulan lewat lalu mendatangi mereka.” Lalu Allah – Yang Maha Suci dan Maha Luhur - menjawab: “Naungi mereka dengan rahmat-Ku, mereka adalah kaum yang tidak akan sengsara orang yang ikut duduk bersama mereka.” (HR. al-Bazzar. Al-Hafizh al-Haitsami berkata dalam Majma’ al-Zawaid [16769, juz 10, hal. 77]: “Sanad hadits ini hasan.” Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, hadits ini shahih atau hasan).
Hadits di atas menjadi dalil keutamaan dzikir berjamaah, dan isi bacaannya juga campuran, ada dzikir, ayat-ayat al-Qur’an dan sholawat.”
WAHABI: “Owh, iya ya.”
SUNNI: “Makanya, jangan suka usil. Belajar dulu yang rajin kepada para Kiai dan ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Jangan belajar kepada kaum Wahabi yang sedikit-sedikit bilang bid’ah dan syirik.”
WAHABI: “Terima kasih”.
SUNNI: “Menurut Anda, Syaikh Ibnu Taimiyah itu bagaimana?”
WAHABI: “Beliau Syaikhul-Islam di kalangan kami yang Anda sebut Wahabi. Pendapat beliau pasti kami ikuti.”
SUNNI: “Syaikh Ibnu Taimiyah justru menganjurkan Tahlilan dalam fatwanya. Beliau berkata:
وَسُئِلَ: عَنْ رَجُلٍ يُنْكِرُ عَلَى أَهْلِ الذِّكْرِ يَقُولُ لَهُمْ : هَذَا الذِّكْرُ بِدْعَةٌ وَجَهْرُكُمْ فِي الذِّكْرِ بِدْعَةٌ وَهُمْ يَفْتَتِحُونَ بِالْقُرْآنِ وَيَخْتَتِمُونَ ثُمَّ يَدْعُونَ لِلْمُسْلِمِينَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ وَيَجْمَعُونَ التَّسْبِيحَ وَالتَّحْمِيدَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّكْبِيرَ وَالْحَوْقَلَةَ وَيُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم؟" فَأَجَابَ : الِاجْتِمَاعُ لِذِكْرِ اللهِ وَاسْتِمَاعِ كِتَابِهِ وَالدُّعَاءِ عَمَلٌ صَالِحٌ وَهُوَ مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ وَالْعِبَادَاتِ فِي الْأَوْقَاتِ فَفِي الصَّحِيحِ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ : ( إنَّ للهِ مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ فِي الْأَرْضِ فَإِذَا مَرُّوا بِقَوْمِ يَذْكُرُونَ اللهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إلَى حَاجَتِكُمْ ) وَذَكَرَ الْحَدِيثَ وَفِيهِ ( وَجَدْنَاهُمْ يُسَبِّحُونَك وَيَحْمَدُونَك )... وَأَمَّا مُحَافَظَةُ الْإِنْسَانِ عَلَى أَوْرَادٍ لَهُ مِنْ الصَّلَاةِ أَوْ الْقِرَاءَةِ أَوْ الذِّكْرِ أَوْ الدُّعَاءِ طَرَفَيْ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنْ اللَّيْلِ وَغَيْرُ ذَلِكَ : فَهَذَا سُنَّةُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِ اللهِ قَدِيمًا وَحَدِيثًا. (مجموع فتاوى ابن تيمية، ٢٢/٥٢٠).
“Ibnu Taimiyah ditanya, tentang seseorang yang memprotes ahli dzikir (berjamaah) dengan berkata kepada mereka, “Dzikir kalian ini bid’ah, mengeraskan suara yang kalian lakukan juga bid’ah”. Mereka memulai dan menutup dzikirnya dengan al-Qur’an, lalu mendoakan kaum Muslimin yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Mereka mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (laa haula wa laa quwwata illaa billaah) dan shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.?” Lalu Ibn Taimiyah menjawab: “Berjamaah dalam berdzikir, mendengarkan al-Qur’an dan berdoa adalah amal shaleh, termasuk qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu. Dalam Shahih al-Bukhari, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki banyak Malaikat yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila mereka bertemu dengan sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka memanggil, “Silahkan sampaikan hajat kalian”, lanjutan hadits tersebut terdapat redaksi, “Kami menemukan mereka bertasbih dan bertahmid kepada-Mu”… Adapun memelihara rutinitas aurad (bacaan-bacaan wirid) seperti shalat, membaca al-Qur’an, berdzikir atau berdoa, setiap pagi dan sore serta pada sebagian waktu malam dan lain-lain, hal ini merupakan tradisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan hamba-hamba Allah yang saleh, zaman dulu dan sekarang.” (Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah, juz 22, hal. 520).
Pernyataan Syaikh Ibnu Taimiyah di atas memberikan kesimpulan bahwa dzikir berjamaah dengan komposisi bacaan yang beragam antara ayat al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, shalawat dan lain-lain seperti yang terdapat dalam tradisi tahlilan adalah amal shaleh dan termasuk qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu.
WAHABI: “Lho, ternyata beliau juga menganjurkan Tahlilan ya. Owh terima kasih kalau begitu. Sejak saat ini, saya akan ikut jamaah Yasinan dan Tahlilan. Ternyata ajaran Wahabi tidak punya dalil, kecuali hawa nafsu yang selalu mereka ikuti.”
Top of Form
Bottom of Form










Wahabi & Polisi

Wahabi : “Pak Polisi, di tempat saya ada acara Maulidan, tolong dibubarkan!”

Polisi : “Apakah di sana terjadi perkelahian ?”

Wahabi : “Enggak Pak!”

Polisi : “Apakah di sana terjadi pembunuhan?”

Wahabi : “Enggak Pak!”

Polisi : “Apakah di sana terjadi perjudian?”

Wahabi : “Enggak Pak!”

Polisi : “Apakah di sana terjadi pencurian?”

Wahabi : “Enggak Pak!”

Polisi : “Kalau di sana tidak terjadi apa-apa, lalu atas dasar apa saya harus membubarkan Maulidan ?”

Wahabi : “Masalahnya Maulidan itu tidak ada perintah dari Nabi!”

Polisi : “Oh begitu yah. Emmm apakah Nabi memerintahkan kalian untuk
membubarkan Maulidan ?”

Wahabi : “Enggak Pak!”

Polisi : “Lalu kalian mau membubarkan Maulidan atas perintah siapa ?”

Wahabi : “Kata pak ustadz Jenggot, Maulidan itu bid’ah Pak, karena tidak ada
perintahnya dari Nabi!”

Polisi : “Kalau begitu, kamu juga bid’ah dong, Karena membubarkan Maulidan juga tidak ada perintah dari Nabi ?”

Wahabi : “Saya ini anti bid’ah Pak, jadi gak mungkin saya melakukan bid’ah!”

Polisi : “Lha tadi katanya kalau tidak ada perintah dari Nabi berarti bid’ah, membubarkan Maulid kan tidak ada perintahnya dari Nabi, berarti kan bid’ah Juga, memangnya apa sih isi di dalam acara Maulidan, kok kalian minta bubarkan ? Kalian kan orang Islam.”

Wahabi: “Iya dong, kami orang Islam sejati ‘Penegak Sunnah Pembasmi Bid’ah’! Di acara Maulid itu isinya membaca shalawat, membaca al-Quran, mendengarkan taushiyah, mendengarkan kisah Nabi dan makan bersama.”

Polisi: “Lhoh, membaca shalawat kan ada perintahnya. Membaca al-Quran kan ada perintahnya. Mendengarkan taushyah kan ada perintahnya. Mendengarkan kisah Nabi kan baik untuk pengetahuan sejarah Islam. Makan bersama juga baik untuk ukhuwah Islamiyah. Lalu apanya yang salah dan harus dibubarkan ?”

Wahabi: “Masalahnya mereka itu berisik sekali Pak, telinga saya panas !”

Polisi: “Kamu ini ada-ada saja. Masa ngaku Islam Penegak Sunnah, mendengar bacaan shalawat, al-Quran, sejarah Nabi dan taushiyah kok merasa terganggu dan kepanasan ? Kamu ini setan ya.. ???


·
USTADZ MODERN vs KYAI KAMPUNG
Ada seorang Ustadz Modern (UM) yang gerah melihat amalan warga kampung yang dipimpin seorang Kyai Kampung (KK)
Akhirnya Ustadz Modern mendatangi Kyai Kampung. Setelah ucapkan salam, maka terjadilah dialog:
UM: Sudahlah Kyai tinggalkan kitab-kitab kuning (turats) itu, karena itu hanya karangan ulama kok. Kembali saja kepada al-Quran dan Hadits ”
Mendapat pertanyaan, Kyai Kampung tak langsung mereaksi. Sang KK mendengarkan dengan penuh perhatian dan tak langsung menanggapi.
Malah KK itu menyuruh anaknya mengambil termos berisi kopi dan gelas. Kemudian mempersilahkan minum.
Tamu itupun menuangkan kopi ke dalam gelas.
Lalu KK bertanya dengan santainya: “Kok tidak langsung diminum dari termos saja. Mengapa dituang ke gelas dulu?”
Kemudian UM menjawab: ” Ya... ini agar lebih mudah minumnya too kyai..!
Akhirnya KK memberi penjelasan: ” Itulah jawabannya, mengapa kami tidak langsung mengambil dari al-Quran dan Hadits. Kami menggunakan kitab-kitab kuning yang mu’tabar, ibarat gelasnya, karena kami mengetahui bahwa kitab-kitab mu’tabarah itupun diambil dari al-Quran dan Hadits, ibarat termosnya, sehingga kami yang awam ini lebih mudah mengamalkan wahyu, sebagaimana apa yang engkau lakukan saat minum kopi dengan menggunakan gelas, agar lebih mudah minum kopinya, bukankah begitu ? ”




Guru Mulia Al Habib Umar bin Salim bin Hafidz :
Saya Teringat dari pada suatu kisah mimpi yang diceritakan oleh Al habib Ahmad bin Ali bin Syeikh Abu Bakar bin Salim
beliau Al Habib Ahmad bin Ali bin Syeikh Abu Bakar bin Salim dia baca alqur'an kemudian dia mau menghatamkan,dia niat,"saya mau menghatamkan digubahnya Syeikh Abu Bakar bin Salim
malam dia mimpi sebelum menghatamkan Alqur'an dia bermimpi seolah olah dia pergi mau pergi ke gubah Syeikh Abu Bakar bin salim untuk hatamkan Qur'an dia jalan ketemu orang ditanya mau kemana engkau? "saya mau ketempat Syeikh Abu Bakar bin Salim mau kemakamnya, kekuburanya mau hatamin Qur'an
maka Syeikh Abu bakar tidak ada ditempat pergi ke makam al Imam Ahmad bin Isa al Muhajir maka orang tersebut berkata,kalau engkau mau ketempat Syeikh Abu Bakar bin Salim ayo saya ajak engkau ketempat Ahmad bin Isa Al muhajir ,"maka ayo ikut maka seperti sayap keluar membawa dia dalam sesaat kepada Syeikh Abu Bakar bin Salim tempat Ahmad bin Isa Al muhajir
itu ketika ditangganya mau naik kemakam ziarah al Imam Ahmad bin Isa al Muhajir saya berjumpa Habib Abdurahman bin Ja'far Assegaf ,tatkala saya berjumpa dengan mereka semuanya nih..para aulia lagi pada ngumpul Aulia Barzah dan Aulia Dunia ngumpul disana tempat Ahmad bin Isa Al muhajir,, yang hidup berdiri jangan duduk yang duduk itu untuk orang yang sudah meninggal dunia maka tatkala saya masuk dalam ruangan tersebut saya dapati RASULULLAH SAW duduk ditengah2 mereka diatas kursi yang lain duduk dibawah semuanya
maka aku tetep berdiri dan aku dengar ucapan dan dialog mereka
maka Syeikh Abu Bakar bin Salim bertanya kepada Rasulullah Saw "bagaimana pendapamu tentang kejadian- kejadian yang akan datang menimpa orang orang yang ada dizaman ini,dalam masa - masa dekat ini ?
kejadian ini,mimpi ini sebelum masuknya masa komunis ke Negri Hadramaut yang dimana disitu banyak dibunuh dan dibantai para Ulama maka ketika Rasulullah SAW ditanya tentang apa pendapatnya tentang kejadian yang terjadi dimasa masa tersebut
maka Rasul SAW berkata " ini adalah suatu perkara yang telah ditentukan dan ditetapkan oleh Allah Swt maka berhati-hati diantara kalian yang bertindak kecuali dengan Rahmat dan Kasih sayang apabila dia mau bertindak dan Rasul SAW berkata "Sebab Kalian yang berkumpul disini kalian adalah Rahmat Allah, yang Allah jadikan untuk sekalian Manusia, Terus Rasulullah Menoleh ke arah Syeikh Abu Bakar "Terutama engkau Wahai Syeikh Abu Bakar Bin Salim Sebab engkau adalah rahmat murni dari ujung rambut sampai ujung kaki"




Assalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Dewasa ini perkembangan ilmu hadits di dunia akademis mencapai fase yang cukup signifikan. Hal ini ditandai dengan banyaknya kajian-kajian ilmu hadits dari kalangan ulama dan para pakar yang hampir menyentuh terhadap seluruh cabang ilmu hadits seperti kritik matan, kritik sanad, takhrij al-hadits dan lain sebagainya. Kitab-kitab hadits klasik yang selama ini terkubur dalam bentuk manuskrip dan tersimpan rapi di rak-rak perpustakaan dunia kini sudah cukup banyak mewarnai dunia penerbitan.
Namun sayang sekali, dibalik perkembangan ilmu hadits ini, ada pula kelompok-kelompok tertentu yang berupaya menghancurkan ilmu hadits dari dalam. Di antara kelompok tersebut, adalah kalangan Mereka yang Meremehkan Amalan Dari Hadits Dlo,ifdalam konteks fadhail al-a’mal,  manaqib dan sejarah, yang dikomandani oleh Muhammad Nashiruddin al-Albani, tokoh Wahhabi dari Yordania, dan murid-muridnya. Baik murid-murid yang bertemu langsung dengan al-Albani, maupun murid-murid yang hanya membaca buku-bukunya seperti kebanyakan Wahhabi di Indonesia. dengan kata lain mereka Bergaya Ilmiyah Menfitnah Ilmuwan.

Di kutip dan di ringkas dari Kitab al-Lamadzhabiyyah Akhthar Bid’ah Tuhaddid al-Syari’at al-Islamiyyah.
Ada sebuah perdebatan yang menarik tentang ijtihad dan taqlid, antara Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, seorang ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah di Syria, bersama Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, seorang tokoh Salafi Wahabi dari Yordania.
Syaikh al-Buthi bertanya: “Bagaimana cara Anda memahami hukum-hukum Allah, apakah Anda mengambilnya secara langsung dari al-Qur’an dan Sunnah, atau melalui hasil ijtihad para imam-imam mujtahid?”
Al-Albani menjawab: “Aku membandingkan antara pendapat semua imam mujtahid serta dalil-dalil mereka lalu aku ambil yang paling dekat terhadap al-Qur’an dan Sunnah.”
Syaikh al-Buthi bertanya: “Seandainya Anda punya uang 5000 Lira. Uang itu Anda simpan selama enam bulan. Kemudian uang itu Anda belikan barang untuk diperdagangkan, maka sejak kapan barang itu Anda keluarkan zakatnya. Apakah setelah enam bulan berikutnya, atau menunggu setahun lagi?”
Al-Albani menjawab: “Maksud pertanyaannya, kamu menetapkan bahwa harta dagang itu ada zakatnya?”
Syaikh al-Buthi berkata: “Saya hanya bertanya. Yang saya inginkan, Anda menjawab dengan cara Anda sendiri. Di sini kami sediakan kitab-kitab tafsir, hadits dan fiqih, silahkan Anda telaah.”
Al-Albani menjawab: “Hai saudaraku, ini masalah agama. Bukan persoalan mudah yang bisa dijawab dengan seenaknya. Kami masih perlu mengkaji dan meneliti. Kami datang ke sini untuk membahas masalah lain”.
Mendengar jawaban tersebut, Syaikh al-Buthi beralih pada pertanyaan lain: “Baik kalau memang begitu. Sekarang saya bertanya, apakah setiap Muslim harus atau wajib membandingkan dan meneliti dalil-dalil para imam mujtahid, kemudian mengambil pendapat yang paling sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah?”
Al-Albani menjawab: “Ya.”
Syaikh al-Buthi bertanya: “Maksud jawaban Anda, semua orang memiliki kemampuan berijtihad seperti yang dimiliki oleh para imam Madzhab dalam Islam ? Bahkan kemampuan semua orang lebih sempurna dan melebihi kemampuan ijtihad para imam madzhab. Karena secara logika, seseorang yang mampu menghakimi pendapat-pendapat para imam madzhab dengan barometer al-Qur’an dan Sunnah, jelas ia lebih alim dari mereka.”
Al-Albani menjawab: “Sebenarnya manusia itu terbagi menjadi tiga, yaitu muqallid (orang yang taklid), muttabi’ (orang yang mengikuti) dan mujtahid. Orang yang mampu membandingkan madzhab-madzhab yang ada dan memilih yang lebih dekat pada al-Qur’an adalah muttabi’. Jadi muttabi’ itu derajat tengah, antara taklid dan ijtihad.”
Syaikh al-Buthi bertanya: “Apa kewajiban muqallid?”
al-Albani menjawab: “Ia wajib mengikuti para mujtahid yang bisa diikutinya.”
Syaikh al-Buthi bertanya; “Apakah ia berdosa kalau seumpama mengikuti seorang mujtahid saja dan tidak pernah berpindah ke mujtahid lain?” al-Albani menjawab: “Ya, ia berdosa dan haram hukumnya.”
Syaikh al-Buthi bertanya: “Apa dalil yang mengharamkannya?”
Al-Albani menjawab: “Dalilnya, ia mewajibkan pada dirinya, sesuatu yang tidak diwajibkan Allah padanya.”
Syaikh al-Buthi bertanya: “Dalam membaca al-Qur’an, Anda mengikuti qira’ah-nya siapa di antara qira’ah yang tujuh?”
Al-Albani menjawab: “Qira’ah Hafsh.”
Al-Buthi bertanya: “Apakah Anda hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja? Atau setiap hari, Anda mengikuti qira’ah yang berbeda-beda?”
Al-Albani menjawab: “Tidak. Saya hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja.”
Syaikh al-Buthi bertanya: “Mengapa Anda hanya mengikuti qira’ah Hafsh saja, padahal Allah subhanahu wa ta’ala tidak mewajibkan Anda mengikuti qira’ah Hafsh. Kewajiban Anda justru membaca al-Qur’an sesuai riwayat yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wasallam secara mutawatir.”
Al-Albani menjawab: “Saya tidak sempat mempelajari qira’ah-qira’ah yang lain. Saya kesulitan membaca al-Qur’an dengan selain qira’ah Hafsh.”
Syaikh al-Buthi berkata: “Orang yang mempelajari fiqih madzhab al-Syafi’i, juga tidak sempat mempelajari madzhab-madzhab yang lain. Ia juga tidak mudah memahami hukum-hukum agamanya kecuali mempelajari fiqihnya Imam al-Syafi’i.
Apabila Anda mengharuskannya mengetahui semua ijtihad para imam, maka Anda sendiri harus pula mempelajari semua qira’ah, sehingga Anda membaca al-Qur’an dengan semua qira’ah itu. Kalau Anda beralasan tidak mampu melakukannya, maka Anda harus menerima alasan ketidakmampuan muqallid dalam masalah ini. Bagaimanapun, kami sekarang bertanya kepada Anda, dari mana Anda berpendapat bahwa seorang muqallid harus berpindah-pindah dari satu madzhab ke madzhab lain, padahal Allah tidak mewajibkannya. Maksudnya sebagaimana ia tidak wajib menetap pada satu madzhab saja, ia juga tidak wajib berpindah-pindah terus dari satu madzhab ke madzhab lain?”
Al-Albani menjawab: “Sebenarnya yang diharamkan bagi muqallid itu menetapi satu madzhab dengan keyakinan bahwa Allah memerintahkan demikian.”
Syaikh al-Buthi berkata: “Jawaban Anda ini persoalan lain. Dan memang benar demikian. Akan tetapi, pertanyaan saya, apakah seorang muqallid itu berdosa jika menetapi satu mujtahid saja, padahal ia tahu bahwa Allah tidak mewajibkan demikian?”
Al-Albani menjawab: “Tidak berdosa.”
Syaikh al-Buthi berkata: “Tetapi isi buku yang Anda ajarkan, berbeda dengan yang Anda katakan. Dalam buku tersebut disebutkan, menetapi satu madzhab saja itu hukumnya haram. Bahkan dalam bagian lain buku tersebut, orang yang menetapi satu madzhab saja itu dihukumi kafir.” Menjawab pertanyaan tersebut, al-Albani kebingungan menjawabnya.
Demikianlah dialog panjang antara Syaikh al-Buthi dengan Muhaddits Abad Milenium al-Albani, yang didokumentasikan dalam kitab beliau al-Lamadzhabiyyah Akhthar Bid’ah Tuhaddid al-Syari’at al-Islamiyyah.
Dialog tersebut menggambarkan, bahwa kaum Wahhabi melarang umat Islam mengikuti madzhab tertentu dalam bidang fiqih.
Tetapi ajakan tersebut, sebenarnya upaya licik mereka agar umat Islam mengikuti madzhab yang mereka buat sendiri.
Tentu saja mengikuti madzhab para ulama salaf, lebih menenteramkan bagi kaum Muslimin. Keilmuan, ketulusan dan keshalehan ulama salaf jelas diyakini melebihi orang-orang sesudah mereka.
Wallohu ‘Alam ….Smoga bermanfaat…
UNTUNG NABINYA BUKAN ANDA!!
Untuk ANDA Yang Punya hobi Membid'ahkan dan Menyesatkan
Oleh: K. H. Nidhom Subki Tumpang Malang
-------
Beruntung sekali kita dijadikan ummat Nabi Muhammad SAW. Nabi yang Rouuf, Nabi yang Rohiim. Nabi yang punya misi rahmatan lil 'alamin. Nabi yang punya prinsip " Buat Mudah jangan buat sulit!". "Gembirakan jangan kau takut-takuti". "Dekati! Jangan buat lari!". "Yassiru wa laa Tu'assiruu!", "Bassyiru wa laa tundziru!" ....
Tak bisa dibayangkan jika Nabinya adalah ANDA, golongan yang punya kebiasaan unik tapi sangat tidak menarik, yaitu membid'ah-bid'ahkan, menyesat-nyesatkan bahkan mengkafir-kafirkan saudaranya sendiri. Coba lihatlah bagaimana Rosululloh SAW memberikan contoh dalam menyikapi hal-hal baru yang tidak beliau ajarkan secara khusus.
Ya .... semua ini, hal-hal baru ini terjadi di zaman Rasululloh SAW. Antara lain:
Pertama;
Bilal bin Robah setiap kali hadats beliau langsung bersuci. Bilal juga selalu sholat dua roka'at setiap selesai wudlu dan sehabis adzan. Hal ini beliau lakukan berdasarkan pemikiran beliau sendiri, inisiatifnya sendiri. Tidak ada petunjuk khusus dari Rosululloh SAW.
Lalu bagaimanakah respon Rosululloh SAW ? apakah Rosululloh berkata : "Hai Bilal engkau telah membuat kreasi sendiri dalam ibadah. Engkau telah berbuat bid'ah! Engkau telah sesat! Nerakalah tempatmu!". Apakah Rosululloh SAW berkata seperti itu?.
Sama sekali TIDAK, sekali lagi .... TIDAK!!. Bahkan Rosululloh SAW memuji Bilal, "Engkau mendahuluiku ke surga wahai Bilal !!!" ..... (diriwayatkan oleh Atturmudzi di dalam sunan, al-Hakim dalam al-Mustadrok, al-Bayhaqi dalam Syu'abul iman).
Beruntung sekali Bilal, karena ...... Nabinya bukan ANDA!!!!! .....
Kedua;
Dalam sebuah kisah yang penuh dengan patriotisme, Khubaib bin Adi al-Anshori melakukan sholat dua rokaat sebelum dibunuh oleh orang-orang qurays, hingga akhirnya kematian syahid menjemputnya ditiang salib. Sholat yang dilakukan oleh Khubaib bin Adi ini kemudian menjadi tradisi yang dilakukan oleh para sahabat yang dengan tabah menerima kematian oleh kekejaman orang-orang kafir. (silahkan lihat al-mu'jamul kabir atthabrani, juga diriwayatkan al-Bukhori dan Ahmad)
Sholat dua roka'at yang dilakukan oleh Khubaib muncul dari inisiatifnya sendiri, karena beliau beranggapan sholat adalah ibadah yang paling utama dan mulia. Beliau ingin akhir hayatnya ditutup dengan sholat. Rasululloh SAW tidak pernah memberi petunjuk khusus mengenai hal itu, misalnya Rasululloh SAW memerintahkan "Sholatlah dua roka'at sebelum engkau di bunuh oleh orang-orang kafir!". Tidak! .... Nabi SAW tidak mengajarkannya. Lalu apakah Rasululloh SAW kemudian berkata seperti perkataan ANDA! Apakah Nabi SAW menyesatkan Khubaib sebagaimana ANDA menyesatkan saudara ANDA sendiri! Apakah setelah Nabi mengetahui apa yang dilakukan oleh Khubaib kemudian beliau berkata "Khubaib telah sesat, ia telah berbuat bid'ah!" ..... tidak! Sekali lagi Tidak! ....
Beruntung sekali Khubaib Bin Adi, karena ..... Nabinya bukan ANDA!!!
Ketiga;
Salah seorang sahabat anshor yang menjadi imam di masjid Quba', setiap kali selesai membaca surat al-fatihah beliau pasti membaca surat al-ikhlas, baru kemudian beliau membaca surat yang lain. Jadi surat apapun yang ia baca dalam sholat pasti didahului dengan membaca surat al-ikhlas. Hingga berita ini sampai kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bertanya kepada sahabat yang menjadi imam itu, "Apa yang mencegahmu memenuhi permintaan teman-temanmu?, apa yang mendorongmu membaca surat al-ikhlas itu setiap raka'at?". Sahabat itu menjawab, "Sungguh aku mencintai surat itu". Lalu Nabi SAW berkata, "Apa yang kau cintai akan membawamu ke surga". (lihat fathul Bari al-Hafidh ibnu Hajar dalam bab al-jam'u baina suratain fir rok'ati)
Maa Syaa Allah .... inilah Nabiku, inilah Nabi anda ... inilah Nabi kita.
Lihatlah!!! ..... Apakah Nabi langsung melotot seperti ANDA sambil teriak, "SESAT KAU!!", "BID'AH KAU!", "Engkau telah membuat hal-hal baru dalam agama, engkau melakukan sesautu yang tidak aku contohkan, yang tidak aku ajarkan!!!" . "NERAKA TEMPATMU!!".
TIDAK! Sekali lagi TIDAKK! ... Maknyesss Rasulullah SAW berkata "APA YANG ENGKAU CINTAI MEMBAWAMU KE SURGA". Clepp ... ademm
AH .... beruntung sekali sahabat itu, karena .... NABINYA BUKAN ANDA !!!
Keempat;
Qotadah bin Nu'man, sebagaimana diceritakan al-Hafidh ibn Hajar, setiap malam beliau menghabiskan malamnya dengan mengulang-ulang surat al-ikhlas di dalam sholat hingga masuk waktu subuh. Hal ini kemudian dilaporkan kepada Nabi. Dan bagaimanakah tangapan Nabi? Apakah Nabi akan merespon seperti ANDA? . Apakah Nabi mengatakan "jika itu baik pasti aku lebih dulu mengerjakannya". Apakah Nabi berkata, "Engkau melakukan ibadah tanpa contoh dariku! Ibadahmu sia-sia! Bid'ah Kau! Sesat kau! .... TIDAK !!! sekali lagi TIDAK !!!. Malah sebaliknya Rasulullah SAW dengan lembut dan motifasi yang tinggi beliau berkata " Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggamannya, surat al-Ikhlash itu sebanding dengan sepertiga al-Qur'an".
Ah .... beruntung sekali sahabat Qotadah bin Nu'man itu, karena .... NABINYA BUKAN ANDA!
Kelima;
Yang ini bahkan hingga sekarang kita lakukan dan dilakukan oleh seluruh umat Islam di seluruh penjuru dunia. Tak terkecuali ANDA yang hobi membid'ahkan.
Sebelum peristiwa ini terjadi, ketika para sahabat ketinggalan jama'ah, mereka akan bertanya sudah raka'at keberapakah Nabi ?, kemudian mereka akan takbir dan melakukan gerakan-gerakan yang tertinggal hingga ketika sudah sama gerakan dan raka'atnya baru mereka mengikuti gerakan imam. Sehingga jama'ah terlihat kurang teratur. Ada yang masih berdiri, ada yang masih ruku', ada yang sujud, dan lain sebagainya. Hingga suatu hari datanglah Mu'adz bin Jabal yang terlambat jama'ah. (diriwayatkan oleh imam Ahmad dan Abu Dawud)
Mu'adz bin jabal langsung mengikuti gerakan Nabi, dan setelah salam beliau menambah raka'at yang tertinggal. Hal ini ia lakukan semata-mata karena kecintaannya pada Rasulullah SAW. Beliau tidak mau ketinggalan lebih banyak lagi, beliau ingin gerakannya sama dengan gerakan imam dalam hal ini Rasulullah SAW.
Lalu bagaimanakah Rasulullah SAW menyikapi tindakan Mu'adz bin Jabal tersebut, yang sama sekali belum pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Bahkan berbeda dengan sahabat-sahabat yang lain. Apakah Nabi SAW mengatakan seperti perkataan ANDA, " Engkau melakukan ibadah menurut kreasimu sendiri! Ibadahmu sia-sia! Bid'ah Kau! Sesat kau! .... TIDAK !!! sekali lagi TIDAK !!! bahkan Rasulullah SAW kemudian berkata, " sesungguhnya Mu'adz telah membuat satu jalan (cara) baru untuk kalian, lakukanlah seperti yang dilakukan oleh Mu'adz!" . dan hingga sekarang kita melakukan apa yang dilakukan oleh Mu'adz bin Jabal. ALHAMDULILLAH
Beruntung sekali Mu'adz Bin Jabal karena disetiap gerakan yang dilakukan oleh makmum masbuq mulai saat itu hingga hari qiyamat, Mu'adz bin Jabal mendapat bagian pahalanya, karena ia lah yang memulai cara yang baik itu. Dan beruntung sekali, karena ........... Nabinya bukan ANDA!!!
Sebenarnya masih ada ke enam, ke tujuh, ke delapan ... dan seterusnya. Anda bisa mencarinya sendiri, bukankah anda adalah kelompok yang paling ngerti hadits Nabi Kami
Saudaraku ... anda yang ngaku paling ngerti sunnah ! bukankah sikap Nabi SAW di atas juga sunnah? Bukankah perkataan Nabi SAW pada Bilal bin Rabah, Ucapan Nabi SAW pada sahabat Anshar, perkataan Nabi SAW pada Qotadah, perkataan Nabi SAW pada Mu'adz, bukankah ucapan-ucapan seperti itu juga sunnah. Bukankah banyak sunnah-sunnah yang membuat sejuk, membuat tentram, membuat damai, memberi motifasi? .... tapi entahlah mengapa anda hanya berkutat pada sunnah sekitar celana dan janggut saja. Anda terlalu serius pada hadits kullu bid'atin dlolalatun hingga lupa ada hadits man sanna sunnatan hasanatan . eh ... maaf saya sudah suul adab, menjelaskan sunnah pada antum. Bukankah antum yang lebih faham sunnah.
Tapi ... ya sudahlah ! teruskan saja membid'ah-bid'ahkan, menyesatkan-nyesatkan, mengkafir-kafirkan. Kami akan tetap bahagia dan terima kasih untuk anda, karena anda kami bisa lebih bersyukur .... KARENA ALHAMDULILLAH, ...... NABI KAMI BUKAN ANTUM
GUYONAN GUS DUR....
WAHABI: “Apa dalil yang Anda gunakan dalam Tahlilan, sehingga komposisi bacaannya beragam atau campuran, ada dzikir, ayat-ayat al-Qur’an, sholawat dan lain-lain?”
SUNNI: “Mengapa Anda menanyakan dalil? Apa pentingnya dalil bagi Anda, sedang Anda tidak mau Tahlilan?”
WAHABI: “Kalau Tahlilan tidak ada dalilnya berarti bid’ah donk. Jangan Anda lakukan!”
SUNNI: “Sekarang saya balik tanya, adakah dalil yang melarang bacaan campuran seperti Tahlilan?”
WAHABI: “Ya tidak ada.”
SUNNI: “Kalau tidak ada dalil yang melarang, berarti pendapat Anda yang membid’ahkan Tahlilan jelas bid’ah. Melarang amal shaleh yang tidak dilarang dalam agama.
Kalau Anda tidak setuju dengan komposisi bacaan dalam Tahlilan, sekarang saya tanya kepada Anda, bacaan dalam sholat itu satu macam atau campuran?”
WAHABI: “Ya, campuran dan lengkap.”
SUNNI: “Berarti bacaan campuran itu ada contohnya dalam agama, yaitu sholat. Kalau begitu mengapa Anda masih tidak mau Tahlilan?”
WAHABI: “Kalau sholat kan memang ada tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalau campuran dalam Tahlilan kan tidak ada tuntunan?”
SUNNI: “Itu artinya, agama tidak menafikan dan tidak melarang dzikir dengan komposisi campuran seperti Tahlilan, dan dicontohkan dengan sholat. Sedangkan pernyataan Anda, bahwa dzikir campuran di luar sholat seperti Tahlilan, tidak ada dalilnya, itu karena Anda baru belajar ilmu agama. Coba perhatikan hadits ini:
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ للهِ سَيَّارَةً مِنَ الْمَلاَئِكَةِ يَطْلُبُوْنَ حِلَقَ الذِّكْرِ فَإِذَا أَتَوْا عَلَيْهِمْ وَحَفُّوْا بِهِمْ ثُمَّ بَعَثُوْا رَائِدَهُمْ إِلىَ السَّمَاءِ إِلَى رَبِّ الْعِزَّةِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فَيَقُوْلُوْنَ : رَبَّنَا أَتَيْنَا عَلىَ عِبَادٍ مِنْ عِبَادِكَ يُعَظِّمُوْنَ آَلاَءَكَ وَيَتْلُوْنَ كِتَابَكَ وَيُصَلُّوْنَ عَلىَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم وَيَسْأَلُوْنَكَ لآَخِرَتِهِمْ وَدُنْيَاهُمْ فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : غَشُّوْهُمْ رَحْمَتِيْ فَيَقُوْلُوْنَ : يَا رَبِّ إِنَّ فِيْهِمْ فُلاَناً الْخَطَّاءَ إِنَّمَا اعْتَنَقَهُمْ اِعْتِنَاقًا فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : غَشُّوْهُمْ رَحْمَتِيْ فَهُمُ الْجُلَسَاءُ لاَ يَشْقَى بِهِمْ جَلِيْسُهُمْ . (رواه البزار قال الحافظ الهيثمي في مجمع الزوائد: إسناده حسن، والحديث صحيح أو حسن عند الحافظ ابن حجر، كما ذكره في فتح الباري 11/212)
“Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat yang selalu mengadakan perjalanan mencari majelis-majelis dzikir. Apabila para malaikat itu mendatangi orang-orang yang sedang berdzikir dan mengelilingi mereka, maka mereka mengutus pemimpin mereka ke langit menuju Tuhan Maha Agung – Yang Maha Suci dan Maha Luhur. Para malaikat itu berkata: “Wahai Tuhan kami, kami telah mendatangi hamba-hamba-Mu yang mengagungkan nikmat-nikmat-Mu, menbaca kitab-Mu, bershalawat kepada nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan memohon kepada-Mu akhirat dan dunia mereka.” Lalu Allah menjawab: “Naungi mereka dengan rahmat-Ku.” Lalu para malaikat itu berkata: “Di antara mereka terdapat si fulan yang banyak dosanya, ia hanya kebetulan lewat lalu mendatangi mereka.” Lalu Allah – Yang Maha Suci dan Maha Luhur - menjawab: “Naungi mereka dengan rahmat-Ku, mereka adalah kaum yang tidak akan sengsara orang yang ikut duduk bersama mereka.” (HR. al-Bazzar. Al-Hafizh al-Haitsami berkata dalam Majma’ al-Zawaid [16769, juz 10, hal. 77]: “Sanad hadits ini hasan.” Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, hadits ini shahih atau hasan).
Hadits di atas menjadi dalil keutamaan dzikir berjamaah, dan isi bacaannya juga campuran, ada dzikir, ayat-ayat al-Qur’an dan sholawat.”
WAHABI: “Owh, iya ya.”
SUNNI: “Makanya, jangan suka usil. Belajar dulu yang rajin kepada para Kiai dan ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Jangan belajar kepada kaum Wahabi yang sedikit-sedikit bilang bid’ah dan syirik.”
WAHABI: “Terima kasih”.
SUNNI: “Menurut Anda, Syaikh Ibnu Taimiyah itu bagaimana?”
WAHABI: “Beliau Syaikhul-Islam di kalangan kami yang Anda sebut Wahabi. Pendapat beliau pasti kami ikuti.”
SUNNI: “Syaikh Ibnu Taimiyah justru menganjurkan Tahlilan dalam fatwanya. Beliau berkata:
وَسُئِلَ: عَنْ رَجُلٍ يُنْكِرُ عَلَى أَهْلِ الذِّكْرِ يَقُولُ لَهُمْ : هَذَا الذِّكْرُ بِدْعَةٌ وَجَهْرُكُمْ فِي الذِّكْرِ بِدْعَةٌ وَهُمْ يَفْتَتِحُونَ بِالْقُرْآنِ وَيَخْتَتِمُونَ ثُمَّ يَدْعُونَ لِلْمُسْلِمِينَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ وَيَجْمَعُونَ التَّسْبِيحَ وَالتَّحْمِيدَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّكْبِيرَ وَالْحَوْقَلَةَ وَيُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم؟" فَأَجَابَ : الِاجْتِمَاعُ لِذِكْرِ اللهِ وَاسْتِمَاعِ كِتَابِهِ وَالدُّعَاءِ عَمَلٌ صَالِحٌ وَهُوَ مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ وَالْعِبَادَاتِ فِي الْأَوْقَاتِ فَفِي الصَّحِيحِ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ : ( إنَّ للهِ مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ فِي الْأَرْضِ فَإِذَا مَرُّوا بِقَوْمِ يَذْكُرُونَ اللهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إلَى حَاجَتِكُمْ ) وَذَكَرَ الْحَدِيثَ وَفِيهِ ( وَجَدْنَاهُمْ يُسَبِّحُونَك وَيَحْمَدُونَك )... وَأَمَّا مُحَافَظَةُ الْإِنْسَانِ عَلَى أَوْرَادٍ لَهُ مِنْ الصَّلَاةِ أَوْ الْقِرَاءَةِ أَوْ الذِّكْرِ أَوْ الدُّعَاءِ طَرَفَيْ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنْ اللَّيْلِ وَغَيْرُ ذَلِكَ : فَهَذَا سُنَّةُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِ اللهِ قَدِيمًا وَحَدِيثًا. (مجموع فتاوى ابن تيمية، ٢٢/٥٢٠).
“Ibnu Taimiyah ditanya, tentang seseorang yang memprotes ahli dzikir (berjamaah) dengan berkata kepada mereka, “Dzikir kalian ini bid’ah, mengeraskan suara yang kalian lakukan juga bid’ah”. Mereka memulai dan menutup dzikirnya dengan al-Qur’an, lalu mendoakan kaum Muslimin yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Mereka mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (laa haula wa laa quwwata illaa billaah) dan shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.?” Lalu Ibn Taimiyah menjawab: “Berjamaah dalam berdzikir, mendengarkan al-Qur’an dan berdoa adalah amal shaleh, termasuk qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu. Dalam Shahih al-Bukhari, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki banyak Malaikat yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila mereka bertemu dengan sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka memanggil, “Silahkan sampaikan hajat kalian”, lanjutan hadits tersebut terdapat redaksi, “Kami menemukan mereka bertasbih dan bertahmid kepada-Mu”… Adapun memelihara rutinitas aurad (bacaan-bacaan wirid) seperti shalat, membaca al-Qur’an, berdzikir atau berdoa, setiap pagi dan sore serta pada sebagian waktu malam dan lain-lain, hal ini merupakan tradisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan hamba-hamba Allah yang saleh, zaman dulu dan sekarang.” (Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah, juz 22, hal. 520).
Pernyataan Syaikh Ibnu Taimiyah di atas memberikan kesimpulan bahwa dzikir berjamaah dengan komposisi bacaan yang beragam antara ayat al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, shalawat dan lain-lain seperti yang terdapat dalam tradisi tahlilan adalah amal shaleh dan termasuk qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu.
WAHABI: “Lho, ternyata beliau juga menganjurkan Tahlilan ya. Owh terima kasih kalau begitu. Sejak saat ini, saya akan ikut jamaah Yasinan dan Tahlilan. Ternyata ajaran Wahabi tidak punya dalil, kecuali hawa nafsu yang selalu mereka ikuti.”


Ketika KH Idham Chalid Mengimami Shalat Subuh Muhammadiyah dan Buya Hamka Mengimami Shalat Subuh NU
___________________________
Ada sebuah kisah yang patut kita teladani sebagai umat Islam dalam menjaga ukhuwah. Kisah yang terjadi antara pemimpin Nahdlatul Ulama, KH Idham Cholid, dan pemimpin Muhammadiyah, Buya Hamka, yang ketika itu sedang melakukan Sholat Subuh berjama’ah di kapal laut ketika perjalanan ke tanah suci.
Di Indonesia, ada banyak organisasi yang berasaskan Islam yang dapat ditemukan seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad, dan lain sebagainya. Diantara organisasi itu, NU dan Muhammadiyah, adalah salah satu organisasi Islam terbesar yang banyak penganutnya di Indonesia. Perlu diketahui bahwa kedua organisasi ini sering disalah artikan sebagai suatu aliran dalam Islam seperti halnya aliran Mu’tazilah, Qadariyah, Jahmiyah, dan lain-lain. Padahal, keduanya hanyalah sebagai organisasi massa (ormas) yang lebih tepatnya disebut sebagai organisasi Islam.
Dan yang paling penting adalah tidak ada satu pun prinsip di dalam organisasi Islam tersebut yang bertentangan atau menyimpang dari ushuludin atau pokok-pokok ajaran agama Islam. Kesemuanya secara umum disatukan dalam satu ikatan aqidah yang dianut jumhur kaum muslimim sepanjang zaman, yang lazim dikenal Ahlusunnah wal Jama’ah. Kalau pun terdapat perbedaan pendapat yang terjadi, atau mengatasnamakan ormas-ormas tersebut, itu hanyalah masalah furu’iyyah atau hal ini bukanlah berarti mereka bisa dicap beda pemahaman.
Perbedaan yang ada, seperti dalam masalah furu’iyyah (cabang agama), metode dakwah, cakupan, dan sebagainya justru akan membuat ormas-ormas tersebut akan saling menguatkan dan menopang dakwah. Menjadi sarana berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana yang telah diperintahkan dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah ayat 148. Hanya saja, memang tidak bisa dipungkiri, adanya sebagian oknum yang picik pandangan, saling sikut dengan sesama saudaranya, bahkan saling hujat, hanya karena berbeda organisasi dan bendera dakwah. Orang-orang seperti ini harus segera disadarkan. Karena sadar atau tidak sadar dia telah melakukan kemungkaran besar, yang bukan saja akan berimbas pada dirinya, tetapi mudharatnya bisa menimpa jama’ah kaum muslimin pada umumnya.
Betapa indahnya hidup ini jika kita bisa mempererat tali ukhuwah diantara kita sehingga perbedaan yang terjadi tak akan mampu mempecah belah persaudaraan kita. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al Hujurat ayat 10 yang menyatakan bahwa sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Dan Rasulullah SAW pun menambahkan bahwa orang mukmin itu ibarat satu tubuh, apabila ada anggota tubuhnya sakit maka seluruh tubuh akan merasakan sakitnya. Di hadits lain pun disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda barangsiapa yang hendak merasakan manisnya iman, hendaklah ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri. Sungguh indah persaudaraan Islam ini.
Ada sebuah kisah yang patut kita teladani sebagai umat Islam dalam menjaga ukhuwah. Kisah yang terjadi antara pemimpin Nahdlatul Ulama, KH Idham Cholid, dan pemimpin Muhammadiyah, Buya Hamka, yang ketika itu sedang melakukkan perjalanan ke tanah suci. Saat sedang dalam perjalanan menuju tanah suci di dalam sebuah kapal laut, waktu melakukan sholat subuh berjamaah, para pengikut Nadhlatul Ulama heran saat KH Idham Cholid yang mempunyai kebiasaan menggunakan doa qunut dalam kesehariannya, malah tidak memakai doa qunut tatkala Buya hamka dan sebagian pengikut Muhammadiyah menjadi makmumnya.
Demikian pula sebaliknya, tatkala Buya Hamka mengimami shalat subuh, para pengikut Muhammadiyah merasa heran ketika Buya Hamka membaca doa qunut karena KH Idham Cholid dan sebagian pengikut NU menjadi makmumnya.
KH Idham Cholid adalah tokoh pemimpin NU yang mempunyai kebiasaan membaca doa qunut dalam shalat shubuh. Namun, saat ditunjuk menjadi imam shalat subuh, beliau tidak membacanya demi menghormati sahabatnya Buya Hamka dan para pengikutnya. Padahal, dalam tradisi NU membaca doa qunut dalam shalat subuh adalah sunah muakkad. Sungguh ini adalah tindakan yang begitu arif dan bijak. Begitu pun sifat kearifan ditunjukan oleh pemimpin Muhammadiyah, Buya Hamka, yang kesehariannya tidak membaca doa qunut justru membaca doa qunut saat mengimami shalat subuh dengan alasan yang sama. Mereka malah berpelukan mesra setelah shalat, saling menghormati, dan saling berkasih sayang.
Inilah para pemimpin yang sebenarnya yang begitu dalam dan luas keilmuan dan wawasannya. Meskipun terdapat perbedaan pendapat tetapi tetap bersatu dalam persaudaraan. Mereka lebih mengedapankan ukhuwah Islamiyyah ketimbang masalah khilafiah yang tidak akan ada ujungnya. Mereka tidak mengenal istilah saling mencela, mengejek, atau saling menuduh sesama muslim yang berbeda pandangan yang justru akan menimbulkan suatu fitnah.
Namun, sayangnya banyak dari orang-orang yang mengaku menjadi pengikut pemimpin mereka malah tidak bisa mencontoh sifat kebesaran jiwa yang ditunjukan para pemimpinnya. Banyak diantara mereka saling meributkan, menyibukan diri dengan mencari-cari perbedaan, dan menyalahkan satu sama lain yang berbeda pendapat dan tidak jarang saling mengejek dan menghina bahkan sampai menyesatkan sesama muslim yang berseberangan dengannya. Mereka tidak sadar bahwa tindakan yang dilakukannya hanya memecah belah umat dan sungguh ini adalah perbuatan yang lebih hina di mata Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Ini adalah fakta dan memang benar adanya. Contoh yang paling nyata adalah menjamurnya tulisan-tulisan di berbagai media khususnya media online seperti blog atau website yang memaparkan pendapat-pendapat yang dianggap paling benar sendiri dan menyalahkan orang lain sesama muslim yang berbeda pendapat dengannya. Apa yang mereka utarakan sebenarnya hanyalah foto copy alias copy paste dan taqlid dari orang lain, bukan lahir dari keluasan ilmu, kefaqihan dan kealiman, apalagi dari kerendahan hatinya. Tapi sayangnya, sikap dan perilaku mereka, seolah mufti tertinggi. Tidak seperti para Imam Ahlus Sunnah yang sangat bijak dalam menyikapi khilafiyah khususnya dalam keragaman amal syariat.
Kenyataan ini memang sangat berbeda dengan sebagian manusia yang sangat ingin mengikuti mereka para imam Ahlus Sunah, tetapi tidak mampu meneladani akhlak para imamnya. Mencela dan mensesat-sesatkan sesama muslim menjadi pekerjaan tetap sebagian orang tersebut, cuma karena perbedaan furu’. Lucunya lagi adalah mereka yang mencela dan mensesat-sesatkan bukan ulama, hanyalah thalibul ilmi (penuntut ilmu) yang baru duduk di satu majelis –tanpa mau bermajelis dengan yang lain- tetapi sayangnya berperilaku seakan ulama besar dan ahli fatwa. Sungguh, mereka baru di tepian pantai, tapi sayangnya berperilaku bagai penjelajah lautan.
Mereka baru dipermukaan, tapi sayangnya bertingkah bagai penyelam ulung. Nasihat bagi mereka selalu ditolak, kecuali hanya dari kelompoknya saja. Sungguh, sebenarnya mereka sangat layak dikasihani. Mereka tidak tahu bahwa kesalahan ijtihad tetap dihargai satu pahala oleh syariat, tetapi justru mereka menghargainya dengan tuduhan ‘sesat’, dan ‘bid’ah.’ Mereka menampilkan Islam dengan wajah yang keras, padahal itu adalah pengaruh dari kepribadian mereka sendiri, bukan Islam.
Cobalah saudaraku, berpikiran jernih dan dewasa, elegan dan bijak, dalam menghadapi khilafiyah fiqhiyah. Contohlah sikap para imam yang anda pegang, betapa kebesaran hati mereka mampu menjaga ukhuwah yang terjalin. Sikap seperti inilah yang seharusnya kita terapkan dalam menyikapi perbedaan diantara sesama kita sebagai umat Islam. Para imam adalah pemandu kita, kalau bukan mengikuti mereka, siapa lagi yang kita ikuti. Emosi dan hawa nafsu serta syetan laknatulloh?
Wallahu a’lam
___________________________
Sewaktu baru kepulangannya dari Timur
Tengah, Prof. DR. Hamka, seorang pembesar Muhammadiyyah,
menyatakan bahwa Maulidan haram dan bid’ah tidak ada
petunjuk dari Nabi Saw., orang berdiri membaca shalawat saat
Asyraqalan (Mahallul Qiyam) adalah bid’ah dan itu berlebih-
lebihan tidak ada petunjuk dari Nabi Saw.
Tetapi ketika Buya Hamka sudah tua, beliau berkenan menghadiri
acara Maulid Nabi Saw saat ada yang mengundangnya. Orang-
orang sedang asyik membaca Maulid al-Barzanji dan bershalawat
saat Mahallul Qiyam, Buya Hamka pun turut serta asyik dan
khusyuk mengikutinya. Lantas para muridnya bertanya: “Buya
Hamka, dulu sewaktu Anda masih muda begitu keras menentang
acara-acara seperti itu namun setelah tua kok berubah?”
Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya, dulu sewaktu saya muda
kitabnya baru satu. Namun setelah saya mempelajari banyak
kitab, saya sadar ternyata ilmu Islam itu sangat luas.”
Di riwayat yang lain menceritakan bahwa, dulu sewaktu mudanya
Buya Hamka dengan tegas menyatakan bahwa Qunut dalam
shalat Shubuh termasuk bid’ah! Tidak ada tuntunannya dari
Rasulullah Saw. Sehingga Buya Hamka tidak pernah melakukan
Qunut dalam shalat Shubuhnya.
Namun setelah Buya Hamka menginjak usia tua, beliau tiba-tiba
membaca doa Qunut dalam shalat Shubuhnya. Selesai shalat,
jamaahnya pun bertanya heran: “Buya Hamka, sebelum ini tak
pernah terlihat satu kalipun Anda mengamalkan Qunut dalam
shalat Shubuh. Namun mengapa sekarang justru Anda
mengamalkannya?”
Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya. Dulu saya baru baca satu kitab.
Namun sekarang saya sudah baca seribu kitab.”
Gus Anam (KH. Zuhrul Anam) mendengar dari gurunya, Prof. DR.
As-Sayyid Al-Habib Muhammad bin Alwi al- Maliki Al-Hasani, dari
gurunya Al-Imam Asy-Syaikh Said Al-Yamani yang mengatakan:
“Idzaa zaada nadzrurrajuli waktasa’a fikruhuu qalla inkaaruhuu
‘alannaasi.” (Jikalau seseorang bertambah ilmunya dan luas
cakrawala pemikiran serta sudut
pandangnya, maka ia akan sedikit menyalahkan orang lain).


WAHABI LAPOR POLISI Wahabi: “Pak Polisi, di tempat saya ada
acara Maulidan. Tolong dibubarkan!”
Polisi: “Apakah di sana terjadi
perkelahian?” Wahabi: “Enggak Pak!”
Polisi: “Apakah di sana terjadi
pembunuhan?” Wahabi: “Enggak Pak!” Polisi: “Apakah di sana terjadi perjudian?”
Wahabi: “Enggak Pak!”
Polisi: “Apakah di sana terjadi pencurian?”
Wahabi: “Enggak Pak!”
Polisi: “Kalau di sana tidak terjadi apa-apa,
lalu atas dasar apa saya harus membubarkan Maulidan?” Wahabi: “Masalahnya Maulidan itu tidak ada
perintah dari Nabi!”
Polisi: “Oh begitu yah. Emmm apakah Nabi
memerintahkan kalian untuk membubarkan
Maulidan?”
Wahabi: “Enggak Pak!” Polisi: “Lalu kalian mau membubarkan
Maulidan atas perintah siapa?” Wahabi: “Kata pak ustadz saya Maulidan itu
bid’ah Pak, karena tidak ada perintahnya
dari Nabi!”
Polisi: “Kalau begitu, kamu juga bid’ah
dong. Karena membubarkan Maulid kan juga
tidak ada perintah dari Nabi?” Wahabi: “Saya ini anti bid’ah Pak. Jadi gak
mungkin saya melakukan bid’ah!” Polisi: “Lha tadi katanya kalau tidak ada
perintah dari Nabi berarti bid’ah.
Membubarkan Maulid kan tidak ada
perintahnya dari Nabi, berarti kan bid’ah.
Emangnya apa sih isi di dalam acara
Maulidan, kok kalian minta bubarkan? Kalian kan orang Islam.”
Wahabi: “Iya dong, kami orang Islam sejati
‘Penegak Sunnah Pembasmi Bid’ah’! Di
acara Maulid itu isinya membaca shalawat,
membaca al-Quran, mendengarkan
taushiyah, mendengarkan kisah Nabi dan makan bersama.” Polisi: “Lhoh, membaca shalawat kan ada
perintahnya. Membaca al-Quran kan ada
perintahnya. Mendengarkan taushyah kan
ada perintahnya. Mendengarkan kisah Nabi
kan baik untuk pengetahuan sejarah Islam.
Makan bersama juga baik untuk ukhuwah Islamiyah. Lalu apanya yang salah dan harus
dibubarkan?” Wahabi: “Masalahnya mereka itu berisik
sekali Pak. Telinga saya panas!”
Polisi: “Kamu ini ada-ada saja. Masa ngaku
Islam Penegak Sunnah, mendengar bacaan
shalawat, al-Quran, sejarah Nabi dan
taushiyah kok merasa terganggu dan kepanasan? Aneh sekali kamu.” Wahabi: “Tapi Pak...!?”
Polisi: “Sudah, gak usah pakai tapi-tapian.
Dari tadi kamu berisik terus. Ntar kamu
sendri yang tak bubarin!”
Sumber: Kiai Luky Hakim


Kisah Cerita Seorang Habaib Ketika Menunaikan Ibadah Haji
(Dikisahkan oleh Al Alim Al Allamah Maulana Al Habib Muhammad Luthfi bin Yahya).
Suatu ketika seorang Habaib dari Hadramaut ingin menunaikan ibadah haji dan berziaroh ke kakeknya Rasulullah SAW. Beliau berangkat dengan diiringi rombongan yang melepas kepergiannya. Seorang Sulton di Hadramaut, kerabat Habib tersebut, menitipkan Al-Qur’an buatan tangan yang terkenal keindahannya di jazirah arab pada saat itu untuk disampaikan kepada raja Saudi.
Sesampai di Saudi, Habib tersebut disambut hangat karena statusnya sebagai tamu negara. Setelah berhaji, beliau ziarah ke makam Rasulullah. Karena tak kuasa menahan kerinduannya kepada Rasulullah, beliau memeluk turbah Rasulullah. Beberapa pejabat negara yang melihat hal tersebut mengingkari hal tersebut dan berusaha mencegahnya sambil berkata, “Ini bid’ah dan dapat membawa kita kepada syirik.” Dengan penuh adab, Habib tersebut menurut dan tak membantah satu kata pun.
Beberapa hari kemudian, Habib tersebut diundang ke jamuan makan malam raja Saudi. Pada kesempatan itu beliau menyerahkan titipan hadiah Al Quran dari Sulton Hadramaut. Saking girang dan dipenuhi rasa bangga, Raja Saudi mencium Al Qur’an tersebut!
Berkatalah sang Habib, “Jangan kau cium Qur’an tersebut… Itu dapat membawa kita kepada syirik!” Sang raja menjawab, “Bukanlah Al Qur’an ini yang kucium, akan tetapi aku menciumnya karena ini adalah KALAMULLAH!”
Habib berkata, “Begitu pula aku, ketika aku mencium turbah Rasulullah, sesungguhnya Rasululullah-lah yang kucium! Sebagaimana seorang sahabat (Ukasyah) ketika menciumi punggung Rasulullah, tak lain adalah karena rasa cinta beliau kepada Rasulullah. Apakah itu syirik?!”
Tercengang sang raja tak mampu menjawab.
Kemudian Habib tersebut membaca beberapa bait syair Majnun Layla yang berbunyi,
Marortu ‘alad diyaari diyaaro laila # Uqobbilu dzal jidaari wa dzal jidaaro
Fa ma hubbud diyaar, syaghofna qolbi # Wa lakin hubbu man sakana diyaro
Aku melewati sebuah rumah, rumah si Layla # dan aku menciumi setiap dinding-dindingnya
Bukanlah karena aku mencintai sebuah rumah yg membuat hatiku hanyut dlm cinta # akan tetapi karna cintaku kepada sang penghuni rumah.




Mengingat lagi nasehat dari Gurunda Al Habib Salim bin Abdullah Asy Syatiri.
By Syarifah Haddad
Anak-anakku....
Didalam agama, anak cucu adam dibagi menjadi 3(tiga) yaitu:
Waladun Sabiq, Waladun Lahiq, dan waladun Mahiq.
Waladun sabiq ialah orang-orang yang mengungguli orang tua mereka dalam beragama, contohnya: seperti Al Habib Abullah bin Alwi Al Haddad sohibul Rotib atau Syeikh Abdul Qodir Al Jailani ra.
Waladun Lahiq adalah anak yang mengikuti, meneruskan jejak orang tua mereka dalam beragama. Dalam pepatah arab dikatakan bahwa, “ Orang yang yang beriman dan mengikuti jejak mereka salafunassholih maka akan digabungkan satu kelompok dengan salafunassholih.”
Jangan sampai kita menjadi waladun mahiq, Yaitu anak yang keluar dari toriqoh orang tua mereka.
Jika itu terjadi maka kerugian yang didapat yaitu terganggu pikirannya, mati dalam usia muda, dan sengsara hidupnya. Naudzubillah min dzalik.
Gurunda Al Habib Salim bin Abdullah Asy Syatiri juga berpesan bahwa orang yang keluar dari toriqoh salaf maka akan dibenci oleh mereka para salafunassholih.
Zaman sekarang begitu mudahnya orang melakukan maksiat kecuali orang-orang yang dekat pada Allah.
................................................................................
bismillah .... afwan ... saya mau bertanya ...
1. siapakah yang memimpin tahlilan pada saat RASULULLAHU SAW wafat ?
2. siapakah yang memimpin tahlilan pada saat imam syafi'i wafat ?
nb : Demi Allahu , kalau ada yang bisa jawab pertanyaan saya maka saya akan belajar ISLAM kepada yang bisa menjawabnya.
===========================
baiklah smile emotikon saya jefri nofendi akan menjawabnya dan sesuai kesepakatan dalam catatan kecil (nb) maka bila pertanyaan itu mampu dijawab maka seluruh kaum salafiwahabi bersedia belajar ISLAM dengan saya , smile emotikon ,
jawaban soal 1 : tidak ada yang memimpin tahlilan saat NABI MUHAMMAD SAW wafat, alasannya karena NABI MUHAMMAD SAW adalah maksum dan beliau sudah dijamin dengan rahmat ALLAHU SWT masuk surga, smile emotikon , kalau saat RASULLLAH SAW wafat diadakan tahlilan itu artinya menganggap dan menuduh NABI tidak maksum, smile emotikon , tahlilan hanya berlaku bagi mereka yang tidak maksum dan tidak mendapat jaminan rahmat masuk SURGA, smile emotikon , karena RASULULLAH SAW adalah maksum maka tidak ada tahlilan untuk beliau karena tidak ada tahlilan maka tidak ada seorangpun yang memimpin tahlilan.
2. yang memimpin tahlilan ketika imam syafi'i wafat adalah seorang wali (penguasa) yang bernama
Muhammad bin as-Suri bin al-Hakam , muhammad bin as-suri bin al-hakam adalah seseorang yang diwasiatkan oleh imam syafi'i, apabila beliau wafat agar dimandikan dan diurus oleh muhammad bin as-suri bin al hakam , dari memandikan, memimpin sholat jenazah, menguburkan, mendo'akan serta tahlilan bersama jama'ah yang lain yang hadir saat imam syafi'i wafat, ... kisah detik detik wafatnya imam syafi'i dan wasiatnya tertulis dalam tarikh sejarah, dan bahkan wikipedia juga ada kok menuliskan ini berikut cuplikan kisah wafatnya imam syafi'i :
-------------------------------------------------------
Pada suatu hari, Imam Syafi'i terkena wasir, dan tetap begitu hingga terkadang jika ia naik kendaraan darahnya mengalir mengenai celananya bahkan mengenai pelana dan kaus kakinya. Wasir ini benar-benar menyiksanya selama hampir empat tahun, ia menanggung sakit demi ijtihadnya yang baru di Mesir, menghasilkan empat ribu lembar. Selain itu ia terus mengajar, meneliti dialog serta mengkaji baik siang maupun malam.
Pada suatu hari muridnya Al-Muzani masuk menghadap dan berkata, "Bagamana kondisi Anda wahai guru?" Imam Syafi'i menjawab, "Aku telah siap meninggalkan dunia, meninggalkan para saudara dan teman, mulai meneguk minuman kematian, kepada Allah dzikir terus terucap. Sungguh, Demi Allah, aku tak tahu apakah jiwaku akan berjalan menuju surga sehingga perlu aku ucapkan selamat, atau sedang menuju neraka sehingga aku harus berkabung?".
Setelah itu, dia melihat di sekelilingnya seraya berkata kepada mereka, "Jika aku meninggal, pergilah kalian kepada wali (penguasa), dan mintalah kepadanya agar mau memandikanku," lalu sepupunya berkata, "Kami akan turun sebentar untuk salat." Imam menjawab, "Pergilah dan setelah itu duduklah disini menunggu keluarnya ruhku." Setelah sepupu dan murid-muridnya salat, sang Imam bertanya, "Apakah engkau sudah salat?" lalu mereka menjawab, "Sudah", lalu ia minta segelas air, pada saat itu sedang musim dingin, mereka berkata, "Biar kami campur dengan air hangat," ia berkata, "Jangan, sebaiknya dengan air safarjal". Setelah itu ia wafat. Imam Syafi'i wafat pada malam Jum'at menjelang subuh pada hari terakhir bulan Rajab tahun 204 Hijriyyah atau tahun 809 Miladiyyah pada usia 52 tahun.
Tidak lama setelah kabar kematiannya tersebar di Mesir hingga kesedihan dan duka melanda seluruh warga, mereka semua keluar dari rumah ingin membawa jenazah di atas pundak, karena dahsyatnya kesedihan yang menempa mereka. Tidak ada perkataan yang terucap saat itu selain permohonan rahmat dan ridha untuk yang telah pergi.
Sejumlah ulama pergi menemui wali Mesir yaitu Muhammad bin as-Suri bin al-Hakam, memintanya datang ke rumah duka untuk memandikan Imam sesuai dengan wasiatnya. Ia berkata kepada mereka, "Apakah Imam meninggalkan hutang?", "Benar!" jawab mereka serempak. Lalu wali Mesir memerintahkan untuk melunasi hutang-hutang Imam seluruhnya. Setelah itu wali Mesir memandikan jasad sang Imam.
Jenazah Imam Syafi'i diangkat dari rumahnya, melewati jalan al-Fusthath dan pasarnya hingga sampai ke daerah Darbi as-Siba, sekarang jalan Sayyidah an-Nafisah. Dan, Sayyidah Nafisah meminta untuk memasukkan jenazah Imam ke rumahnya, setelah jenazah dimasukkan, dia turun ke halaman rumah kemudian salat jenazah, dan berkata, "Semoga Allah merahmati asy-Syafi'i, sungguh ia benar-benar berwudhu dengan baik."
Jenazah kemudian dibawa, sampai ke tanah anak-anak Ibnu Abdi al-Hakam, disanalah ia dikuburkan, yang kemudian terkenal dengan Turbah asy-Syafi'i sampai hari ini, dan disana pula dibangun sebuan masjid yang diberi nama Masjid asy-Syafi'i. Penduduk Mesir terus menerus menziarahi makam sang Imam sampai 40 hari 40 malam, setiap penziarah tak mudah dapat sampai ke makamnya karena banyaknya peziarah.
-------------------------------------------------------
nah saya sudah menjawabnya dengan penjelasan yang disertai bukti dan argumen, sesuai kesepakatan harap kaum salafiwahabi yang mengupload gambar tersebur segera belajar ISLAM dengan saya/Jefri Nofendi, dan bila kalian ingin belajar ISLAM dengan saya harap kalian di hadapan saya mengucap kembali 2 kalimah syahadat , smile emotikon
tapi kalau kalian salafiwahabi enggan dan mengingkari kesepakatan , silakan jilat lagi ludah kalian kembali yang mengatasnamakan sumpah "Demi
allaah" ,
"BERSUMPAH PALSU ADALAH DOSA BESAR YANG PELAKUNYA SUDAH PASTI DIGANJAR MASUK NERAKA KECUALI DIRINYA BERTOBAT !!! "
tertanda
Jefri Nofendi
ASWAJA Bidang IT
NB : silakan copas dan share seluas luasnya bagi teman teman yang lain bila dikirimkan gambar tersebut atau dihadapkan pertanyaan seperti gambar tersebut .... buat kaum salafiwahabi yang tidak merasa gengsi mengupload gambar tersebut saya tunggu keberaniannya untuk bersedia belajar ISLAM dengan saya sendiri,

Kisah Seorang Aswaja Lugu Yang Belajar Ngaji ke Seorang Wahabi Alim

Wahabi: Saudaraku! Aku lihat kau masih ikut merayakan maulid nabi kemarin. Bukankah sudah kukatakan jika itu bid'ah sebab tidak ada dalilnya baik dalam al-Quran maupun dalam hadits dan nabi bersabda segala bid'ah itu sesat. Jadi kau itu sesat jika masih menerima maulid nabi.

Kuingatkan lagi kau, jika ajaran itu tidak ada dalilnya sama sekali baik dari al-Quran maupun hadits maka itu adalah bid'ah dan itu sesat.

Aswaja: Aku ini orang bodoh dan aku hanya ikut-ikutan apa yang dilakukan oleh golonganku ustadz.

Wahabi: Lebih baik kau belajar padaku agar kau menjadi alim sepertiku.

Aswaja: Hmmm... baiklah, tapi aku mau belajar baca al-Quran dulu karena aku sangat ingin bisa membaca al-Quran dengan baik dan kutahu kau adalah orang yang pandai membaca al-Quran.

Wahabi: Oh dengan senang hati, apalagi aku adalah orang yang paling bagus bacaannya diantara golonganku.

Aswaja: Kapan aku bisa belajar padamu?

Wahabi: Bagaimana kalau mulai besok tiap sore di majelis ta'limku.

Aswaja: Baiklah aku setuju.

Keesokan harinya si Aswaja dengan sangat semangat berangkat mengaji. Dalam pikirannya dia membayangkan suatu hari nanti bisa membaca al-Quran sebaik si Wahabi.

Setelah mengucap salam dan dipersilahkan masuk ke ruang majelis ta'lim oleh si Wahabi, si Aswaja merasa grogi karena di dalam majelis tsb rupanya sudah sama berkumpul para murid si Wahabi. Kemudian si Aswaja bersalaman kepada seluruh murid sekaligus kepada si Wahabi itu sendiri.

Wahabi: Silahkan duduk saudaraku!

Aswaja: (Melangkah maju dan duduk di hadapan si Wahabi).

Wahabi: Kita mulai pelajaran hari ini dari surah al-Fatihah ya?

Aswaja: Ya ustadz.

Wahabi: Aku baca dulu surahnya biar kau punya gambaran seperti apa bacaan al-Fatihah yang benar itu. Bimillaahirrahmaanirrahiim, alhamdulillaahirabbil 'aalamiin............ dst sampai waladldloooooolliin. Nah coba sekarang kamu tirukan bacaanku barusan, jika ada kesalahan akan aku betulkan.

Aswaja: Bismillahir...


Wahabi: Salah, La-nya itu harus dibaca panjang karena itu bacaan mad thabi'i.

Aswaja: (Duh hebat banget nih ustadz, pasti hafal dalilnya mad thabi'i) Bismillaaaahir...

Wahabi: Stop, jangan dibaca terlalu panjang, bacaan mad thabi'i itu cukup dibaca dua ketukan atau satu harakat.

Aswaja: (Subhanallah... dia juga hafal dalil ketukan mad thabi'i?) Bismil...

Wahabi: Kenapa berhenti? Ayo teruskan!

Aswaja: Hmmm... anu ustadz saya ragu-ragu baca La-nya itu dibaca panjang atau pendek? Boleh saya tau dalilnya mad thabi'i biar saya lebih yakin dan mantap.

Wahabi: Ya tidak ada dalilnya.

Aswaja: Dalam al-Quran tidak ada dalilnya?

Wahabi: Tidak ada.

Aswaja: Dari hadits mungkin?

Wahabi: Sama sekali tidak ada.

Aswaja: Masa tidak ada dalilnya ustadz, kalau dari para sahabat gitu? (maksudnya adalah atsar).

Wahabi: Kan aku sudah bilang kalau tidak ada ya tidak ada. Yang buat mad thabi'i itu para ulama.

Aswaja: Terus kenapa ustadz mengajarkan mad thabi'i kepada saya yang jelas-jelas tidak ada dalilnya sama sekali. Bukankah ustadz kemarin berkata bahwa ajaran yang tidak ada dalilnya baik dari al-Quran maupun hadits adalah bid'ah dan segala bid'ah itu sesat.

Wahabi: (Waduh... mau jawab apa aku ini?) a... i... u... e... o... anu... itu... ini...
#sambil menahan rasa malu kepada murid-muridnya yang lain.

Aswaja: Ah sudahlah ustadz, aku tak mau berguru pada orang yang munafik
#berdiri dan beranjak keluar.

Wahabi: Maksudmu aku seorang munafik?

Aswaja: Ya, kemarin kau melarang aku untuk merayakan maulid nabi yang katamu bid'ah karena tak ada dalilnya tapi hari ini kau malah mengajarkan aku sesuatu yang juga tidak ada dalilnya. Apa itu bukan munafik namanya?

Lalu si Aswaja bergegas meninggalkan si Wahabi yang termangu dan tak sanggup berkata apa-apa bak disambar petir.

Dengan serta merta dihadapan seluruh muridnya si Wahabi bersimpuh lalu bersujud sembari menyesali kesalahan keyakinannya selama ini. Dalam sujudnya si
Wahabi berdoa,
"Ya Allah Yang Maha Pengampun lagi Maha Kuasa, telah berapa banyak alim ulama ahlu sunnah wal jamaah yang telah kuhadapi selama ini, yang meski kesemuanya mampu mematahkan argumen-argumenku mengenai masalah bid'ah, tak satupun dari mereka yang mampu meruntuhkan keyakinanku bahwa semua bid'ah itu sesat.

Hari ini melalui seorang hambamu yang bodoh lagi lugu Kau malah menghancurkan benteng-benteng kesesatan dalam hatiku ini. Ya Allah benarlah ayat-Mu yang berbunyi "innal hudaa hudallah". Tiadalah yang mampu memberi hidayah kecuali Dirimu. Ya Allah ampunilah segala dosaku dan terimalah taubatku hari ini."

Demikian sekiranya kisah ini mampu memberi gambaran kepada kita bahwa manusia tak akan bisa lepas dari bid'ah (dalam hal ini yang dimaksud adalah bid'ah hasanah).

Dan alhamdulillah melaui bid'ah-bid'ah itulah kita umat muslim diseluruh dunia mampu membaca al-Quran, menghafal al-Quran, menghidupkan kembali kegembiraan atas lahirnya Rasulullah ke bumi dengan adanya maulid nabi, mampu menjaga ukhuwah islamiyah dengan saling mendoakan tetangga-tetangga kita yang telah wafat dengan tahlilan secara berjamaah, dan lain sebagainya.

Wallahu a'lam bisshawab
(Musyaffa' bin Ali bin Astawi bin Kafrawi al-Maduri)

Kiriman dari seorang Hamba Allah

“Allahumma shalli wa sallim ‘ala Sayyidina Muhammad nuuri-kas saari wa madaadikal jaari wajma’nii bihi fi kulli athwaari wa ‘ala alihi wa shahbihi yannuur”
PERDEBATAN AL HAFIZH AS-SAYYID AHMAD SHIDDIQ AL-GHUMARI AL HASANY BERSAMA 3 ULAMA SALAFY WAHHABY
Nama lengkap beliau adalah Syaikh Al Muhaddits Abul Faidh Ahmad bin Muhammad bin Shiddiq Al Ghumari Al Maghribi, beliau wafat th 1380-H. Beliau hafal lebih dari 100.000 hadits dan telah mengarang puluhan kitab2 takhrij, tahqiq bahkan 'ilal wal juruh terhadap hadits2 namun beliau tidak gembar-gembor seperti yang lain.
Diantara kitab2 karangan beliau adalah :
1- المداوي لعلل الجامع الصغير وشرحي المناوي
2- الهداية تخريج البداية وهو تخريج لاحاديث بداية المجتهد لابن رشد
3- رفع المنار لطرق حديث "من سئل عن علم فكتمه ألم بلجام من نار
4- المسهم في بيان حال حديث طلب العلم فريضة علي كل مسلم
5- الأجوبة الصارفة لأشكال حديث الطائفة ومعه كتابه : إظهار ما كان خفيا بنكارة حديث لو كان العلم بالثريا
6- بيان تلبيس المفتري محمد زاهد الكوثري
7- إقامة الدليل على حرمة التمثيل
8- الاستعاذة والحسبلة ممن صحح حديث البسملة
9- تبيين البَلَه ممن انكر وجود حديث : ومن لغا فلا جمعة له
0- ابراز الوهم المكنون من كلام ابن خلدون
11- #####
12- وسبل الهدى والرشاد في ابطال حديث اعمل لدنياك كانك تعيش ابدا
13- وهدية الصغراء بتصحيح حديث التوسعة يوم عاشوراء
14- والافضال والمنة في رؤية النساء لله في الجنة
15- والاقناع بصحة صلاة الجمعة في المنزل خلف المذياع
16- الاستنفار لغزو التشبه بالكفار
17- الحسبة على من جوز صلاة الجمعة بلا خطبة
Al-Hafizh As Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Al-Shiddiq Al-Ghumari Al-Hasani adalah seorang ulama ahli hadits yang terakhir menyandang gelar AL-HAFIZH (gelar tertinggi dalam bidang ilmu hadits)..
Ia memiliki kisah perdebatan yang sangat menarik dengan ulama kaum Wahhabi. Dalam kitabnya: ( جؤنة العطار في طرف الفوائد ونوادر الأخبار), sebuah autobiografi yang melaporkan perjalanan hidupnya, beliau mencatat sebuah kisah sebagai berikut ;
“Pada tahun 1356 H ketika saya menunaikan ibadah haji, saya berkumpul dengan tiga orang ulama Wahhabi di rumah Syaikh Abdullah al-Shani’ di Mekkah yang beliau juga seorang ulama Wahhabi dari Najd.
Dalam pembicaraan itu, mereka menampilkan seolah-olah mereka ahli hadits, amaliahnya paling sesuai dengan hadits dan anti terhadap taklid. Tanpa terasa, pembicaraan pun masuk pada soal penetapan ketinggian tempat Allah Subhanahu wa Ta‘ala dan bahwa Allah Subhanahu wa Ta‘ala itu ada di atas ‘Arasy sesuai dengan ideologi Wahhabi.
Mereka menyebutkan beberapa ayat al-Qur’an yang secara literal (zhahir) mengarah pada pengertian bahwa Allah Subhanahu wa Ta‘ala itu ada di atas ‘Arasy sesuai keyakinan mereka. Seperti ayat ;
الرَّحْمَنُ عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى ) طه/ 5
“Ar Rahman yg bersemayam di atas 'Arsy." (QS Thoha : 5)
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى العَرْشِ ) الأعراف/ 54
"Kemudian IA bersemayam di atas 'Arsy." (QS Al A'raf : 54)
************
Akhirnya saya (al-Ghumari) berkata kepada mereka:
“Apakah ayat-ayat yang Anda sebutkan tadi termasuk bahagian dari al-Qur’an?”
Para Ulama Wahhabi itu menjawab: “Ya.”
Saya berkata: “Apakah meyakini apa yang menjadi maksud ayat-ayat tersebut dihukumi wajib?”
Para ulama Wahhabi serentak menjawab: “Ya.”
Saya berkata: “Lalu bagaimana dengan firman Allah subhanahu wa ta‘ala:
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَمَا كُنْتُمْ). (الحديد : ٤)
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada?!” (QS. al-Hadid : 4).
Apakah ini juga termasuk al-Qur’an?”
Para ulama Wahhabi tersebut menjawab: “Ya, tentu saja termasuk al-Qur’an.”
Saya berkata:
“Lalu bagaimana dengan firman Allah subhanahu wa ta‘ala:
مَا يَكُوْنُ مِنْ نَجْوَى ثَلاَثَةٍ إِلاَّ وَهُوَ رَابِعُهُمْ. (المجادلة : ٧).
“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya….” (QS. al-Mujadilah : 7).
Apakah ayat ini termasuk al-Qur’an juga?”
Para ulama Wahhabi itu menjawab: “Ya, itupun termasuk al-Qur’an.”
Saya berkata: “(Kedua ayat ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala tidak di langit). Lalu mengapa Anda menganggap ayat-ayat yang Anda sebutkan tadi yang menurut asumsi Anda menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta‘ala ada di langit lebih utama untuk diyakini dari pada kedua ayat yang saya sebutkan yang menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta‘ala tidak ada di langit..?!
Padahal kesemua ayat tersebut juga dari Allah Subhanahu wa Ta‘ala?”
Para ulama Wahhabi itu menjawab: “Imam Ahmad yang mengatakan demikian.”
Saya berkata kepada mereka: “Nah, mengapa kalian kali ini malah taklid kepada pendapat Imam Ahmad dan tidak mengikuti dalil..?!”
Tiga ulama Wahhabi itu pun terbungkam. Tak satu kalimat pun keluar dari mulut mereka. Sebenarnya saya menunggu jawaban mereka yang lain, yaitu bahwa ayat-ayat yang saya sebutkan tadi harus dita’wil, sementara ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta‘ala ada di langit tidak boleh dita’wil..
Seandainya mereka menjawab demikian, tentu saja saya akan bertanya lagi kepada mereka, lalu siapa yang mewajibkan menta’wil ayat-ayat yang saya sebutkan dan melarang menta’wil ayat-ayat yang kalian sebutkan tadi..?!
Seandainya mereka pun mengklaim adanya ijma’ ulama yang mengharuskan menta’wil ayat-ayat yang saya sebutkan tadi, tentu saja saya akan menceritakan kepada mereka informasi beberapa ulama Muhaddits besar seperti al-Hafizh Ibn Hajar tentang ijma’ ulama salaf untuk tidak menta’wil semua ayat-ayat sifat dalam al-Qur’an, bahkan yang wajib harus mengikuti pendekatan tafwidh (menyerahkan pengertiannya hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala).”
Demikian kisah Al-Imam Al 'Allamah Al-Hafizh Ahmad bin Al-Shiddiq Al-Ghumari dengan tiga ulama besar kaum Wahhabi pada masanya. Aku menceritakan kisah ini bukan untuk mencela siapapun, dan bukan untuk berdebat kepada siapapun, karena umurku sangat pendek dan aku tak sempat mengisinya dengan perdebatan, namun aku hanya ingin menunjukkan bahwa jangan pernah kita mengklaim bahwa kebenaran adalah hanya milik kelompok kita, dan yang lain adalah salah, hendaklah kita saling menghormati walau dalam perbedaan, karena Islam hanya akan menjadi indah jika kita bisa saling mengakui kelebihan dan kelemahan kita dan juga orang lain wahai saudaraku..
Nafa'ani waiyyaakum..
(Diambil dan diolah dari berbagai sumber)
Syaikh Al Muhaddits Al Hafizh Abul Faidh Ahmad bin Muhammad bin Shiddiq Al Ghumary Al Hasany Al Maghroby RahimahuLLAAHu Ta'ala 'anhu
nasihat Guru Mulia Al-Habib Umar bin Hafidz, dlm menyikapi kelompok Salafi atau Wahabi :

Kita bertugas menunaikan kewajiban kita dengan memberikan penjelasan dan memaparkan dalil-dalil bagi diri kita, keluarga kita, kalangan pesantren dan masjid kita serta siapa pun yang mau mendengarkan tanpa perlu menyebut nama-nama mereka dan massanya dan tidak perlu membuka peluang perdebatan yang tidak produktif. Kalaupun kita harus berdebat, maka kita akan mendebat mereka dengan cara yang terbaik, tidak perlu sampai panik hingga terjadi keributan sampai beradu fisik.

Cukup dengan memberikan penjelasan yang santun. Tentunya hal ini (kesantunan) tidak kita temukan pada mereka. Mereka tidak akan pernah berdialog dan berdebat denganmu dengan santun, karena mereka terbiasa terdidik untuk tidak bersopan santun. Oleh karena itu, jika ada orang yang tidak pandai berdebat dengan baik maka jangan engkau layani. Sampai ada yang mengerti debat dengan cara yang baik, baru kita layani dengan yang lebih baik lagi. Kalau tidak, maka kita hindari saja.

Namun, jika ada diantara mereka yang berbicara di satu forum dan kita ada di sana maka kita wajib meresponnya dengan memberikan penjelasan kepada para pendengar. Selagi di majelis memang ada yang mendengarkannya dan mengambil manfaat maka kita harus menjelaskan kepadanya permasalahan yang sebenarnya. Kita tentunya menjelaskannya dengan adab yang santun dan mereka dengan ketidaksantunan mereka. Biarkan mereka berbicara dengan tidak santun tapi kita harus tetap berbicara dengan santun.

Nabi Isa bin Maryam saat merespon orang bodoh yang mencacinya, beliau mendo’akan kebaikan untuknya. Si bodoh mencaci lagi, beliau membalasnya dengan do’a kebaikan. Lalu dicaci lagi untuk ketiga kalinya, tetap saja beliau mendo’akannya. Kemudian berkata salah seorang pengikutnya: “Wahai Ruhullah, Wahai Nabi Isa, orang ini tidak memujimu atau memberi kebaikan untukmu. Ia mencacimu lalu engkau mendo’akannya?“

“Setiap orang memberi apa yang dia miliki“, jawab beliau. “Setiap orang memberi apa yang dia miliki. Dia hanya memiliki itu (cacian) dan saya memiliki ini (do’a)“.
Al Alim Al Allamah Al Arifbillah Maulana Al Habib Muhammad Luthfi bin Yahya
(Yang Lebih Tawadlu dan Bersih Hatinya Lebih diunggulkan daripada Yang Lebih Alim)
------------------------------
Al Habib Muhammad Luthfi bin Yahya menerangkan bahwa yang lebih lebih alim belum tentu yang diunggulkan:
Imam Nawawi berumur lebih muda dari Imam Rafi’I, namun tidak lantas membuat pendapat (qoul) Imam Rafi’I lebih unggul (rajih) daripada pendapat Imam Nawawi yang lebih muda. Ibnu Hajr Al-Haitamy berkata: “Jika terdapat pendapat yang berbeda antara Imam Nawawi dan Imam Rafi’I, maka pendapat yang dipegang (al-‘ibrah) adalah yang disahihkan Imam Nawawi.”
Kenapa?
Karena Imam Nawawi memiliki qulb (hati) yang spiritualitasnya lebih tinggi dibanding Imam Rafi’i. Imam Nawawi menjadi wali quthb (pemimpin para wali) selama 3 tahun 4 bulan, jadi batin syariahnya lebih luar biasa. Sampai pada di sini kita dapat melihat bahwa para ulama jaman dahulu memiliki pandangan yang jauh lebih dalam untuk menggolongkan mana yang qoul rajah, arjah, shahih, ashah, dan mu’tamad. Tidak hanya mengelompokkannya sesuai tingkat kealiman (karena para ulama alimhya sudah luar biasa), namun sampai pada mempertimbangkan tingkat spiritualnya.
Di kalangan para ulama, Imam Suyuthi bertemu dengan Baginda Rasulullah 70 kali yaqodzhoh (mata telanjang). Semua itu karena tingkat martabat kewalian beliau yang agung di hadapan Allah. Sebenarnya Imam Suyuthi sudah pada tingkat mujtahid muthlak seperti Imam Syafi’I yang kita kenal dengan bapak Madzhab Syafi’I, tapi beliau lebih memilih bermadzhab Syafi’i. Imam Suyuthi lebih memilih ittiba’ (mengikuti) madzhab Imam Syafi’I daripada mendirikan madzhab baru, karena lebih baik mengikuti dan mengembangkan yang sudah ada daripada membuat yang baru.
Sikap rendah hati (tawadlu’) seperti ini sudah jarang di jaman sekarang. Seperti ketika di seminar/muktamar, kita malah rebutan: “Pendapat saya yang ini lebih benar”.
Oleh: KH. Idrus Ramli
Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin--ulama Wahabi kontemporer yang sangat populer--mempunyai seorang guru yang sangat alim dan kharismatik di kalangan kaum Whhabi, yaitu Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa'di, yang dikenal dengan julukan Syaikh Ibnu Sa'di. Ia memiliki banyak karangan, di antaranya yang paling populer adalah karyanya yang berjudul, Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, kitab tafsir setebal 5 jilid, yang mengikuti manhaj pemikiran Wahhabi. Meskipun Syaikh Ibnu Sa'di, termasuk ulama Wahabi yang ekstrim, ia juga seorang ulama yang mudah insyaf dan mau mengikuti kebenaran, dari manapun kebenaran itu datangnya.
Suatu ketika, al-Imam al-Sayyid 'Alwi bin Abbas al-Maliki al-Hasani (ayahanda Abuya al-Sayyid Muhammad bin 'Alwi al-Maliki) sedang duduk-duduk di serambi Masjid al-Haram bersama halaqah pengajiannya. Sementara di bagian lain serambi Masjidil Haram tersebut, Syaikh Ibnu Sa'di juga duduk-duduk. Sementara orang-orang di Masjidil Haram larut dalam ibadah shalat dan tawaf yang mereka lakukan. Pada saat itu, langit di atas Masjidil Haram penuh dengan mendung yang menggelantung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan yang sangat lebat. Tiba-tiba air hujan itu pun turun dengan lebatnya. Akibatnya, saluran air di atas Ka'bah mengalirkan airnya dengan derasnya. Melihat air begitu deras dari saluran air di atas kiblat kaum Muslimin yang berbentuk kubus itu, orang-orang Hijaz seperti kebiasaan mereka, segera berhamburan menuju saluran itu dan mengambil air tersebut, dan kemudian mereka tuangkan ke baju dan tubuh mereka, dengan harapan mendapatkan berkah dari air itu.
Melihat kejadian tersebut, para polisi pamong praja Kerajaan Saudi Arabia, yang sebagian besar berasal dari orang Baduwi daerah Najd itu, menjadi terkejut dan mengira bahwa orang-orang Hijaz tersebut telah terjerumus dalam lumpur kesyirikan dan menyembah selain Allah SWT. Akhirnya para polisi pamong praja itu berkata kepada orang-orang Hijaz yang sedang mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air Ka'bah itu,
"Jangan kalian lakukan wahai orang-orang musyrik. Itu perbuatan syirik. Itu perbuatan syirik."
Mendengar teguran para polisi pamong praja itu, orang-orang Hijaz itu pun segera berhamburan menuju halaqah al-Imam al-Sayyid 'Alwi al-Maliki al-Hasani dan menanyakan prihal hukum mengambil berkah dari air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka'bah itu. Ternyata Sayyid 'Alwi membolehkan dan bahkan mendorong mereka untuk melakukannya. Akhirnya untuk yang kedua kalinya, orang-orang Hijaz itu pun berhamburan lagi menuju saluran air di Ka'bah itu, dengan tujuan mengambil berkah air hujan yang jatuh darinya, tanpa mengindahkan teguran para polisi baduwi tersebut. Bahkan mereka berkata kepada para polisi baduwi itu,
"Kami tidak akan memperhatikan teguran Anda, setelah Sayyid 'Alwi berfatwa kepada kami tentang kebolehan mengambil berkah dari air ini."
Akhirnya, melihat orang-orang Hijaz itu tidak mengindahkan teguran, para polisi baduwi itu pun segera mendatangi halqah Syaikh Ibnu Sa'di, guru mereka. Mereka mengadukan perihal fatwa Sayyid 'Alwi yang menganggap bahwa air hujan itu ada berkahnya. Akhirnya, setelah mendengar laporan para polisi Baduwi, yang merupakan anak buahnya itu, Syaikh Ibnu Sa'di segera mengambil selendangnya dan bangkit menghampiri halqah Sayyid 'Alwi dan duduk di sebelahnya. Sementara orang-orang dari berbagai golongan, berkumpul mengelilingi kedua ulama besar itu. Dengan penuh sopan dan tata krama layaknya seorang ulama, Syaikh Ibnu Sa'di bertanya kepada Sayyid 'Alwi:
"Wahai Sayyid, benarkah Anda berkata kepada orang-orang itu bahwa air hujan yang turun dari saluran air di Ka'bah itu ada berkahnya?"
Sayyid 'Alwi menjawab:
"Benar. Bahkan air tersebut memiliki dua berkah."
Syaikh Ibnu Sa'di berkata:
"Bagaimana hal itu bisa terjadi?"
Sayyid 'Alwi menjawab:
"Karena Allah SWT berfirman dalam Kitab-Nya tentang air hujan:
وَنَزَّلْنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءًۭ مُّبَٟرَكًۭا
"Dan Kami turunkan dari langit air yang mengandung berkah." (QS. 50:9).
Allah SWT juga berfirman mengenai Ka'bah:
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍۢ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِى بِبَكَّةَ مُبَارَكًۭا وَهُدًۭى لِّلْعَٟلَمِينَ ﴿٩٦﴾
"Sesungguhnya rumah yang pertama kali diletakkan bagi umat manusia adalah rumah yang ada di Bekkah (Makkah), yang diberkahi (oleh Allah)." (QS. 3:96).
Dengan demikian air hujan yang turun dari saluran air di atas Ka'bah itu memiliki dua berkah, yaitu berkah yang turun dari langit dan berkah yang terdapat pada Baitullah ini."
Mendengar jawaban tersebut, Syaikh Ibnu Sa'di merasa heran dan kagum kepada Sayyid 'Alwi. Kemudian dengan penuh kesadaran, mulut Syaikh Ibnu Sa'di itu melontarkan perkataan yang sangat mulia, sebagai pengakuannya akan kebenaran ucapan Sayyid 'Alwi:
"Subhanallah (Maha Suci Allah), bagaimana kami bisa lalai dari kedua ayat ini."
Kemudian Syaikh Ibnu Sa'di mengucapkan terima kasih kepada Sayyid 'Alwi dan meminta izin untuk meninggalkan halqah tersebut. Namun Sayyid 'Alwi berkata kepada Syaikh Ibnu Sa'di:
"Tenang dulu wahai Syaikh Ibnu Sa'di. Aku melihat para polisi Baduwi itu mengira bahwa apa yang dilakukan oleh kaum Muslimin dengan mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka'bah itu sebagai perbuatan syirik. Mereka tidak akan berhenti mengkafirkan orang dan mensyirikkan orang dalam masalah ini sebelum mereka melihat orang yang seperti Anda melarang mereka. Oleh karena itu, sekarang bangkitlah Anda menuju saluran air di Ka'bah itu, lalu ambillah air di situ di depan para polisi baduwi itu, sehingga mereka akan berhenti mensyirikkan orang lain."
Akhirnya mendengar saran Sayyid 'Alwi tersebut, Syaikh Ibnu Sa'di segera bangkit menuju saluran air di Ka'bah. Ia basahi pakaiannya dengan air itu, dan ia pun mengambil air itu untuk diminumnya dengan tujuan mengambil berkahnya. Melihat tingkah laku Syaikh Ibnu Sa'di ini, para polisi Baduwi itu pun pergi meninggalkan Masjidil Haram dengan perasaan malu.
Semoga Allah SWT merahmati Sayyidina al-Imam 'Alwi bin 'Abbas al-Maliki al-Hasani. Amin.
Kisah ini disebutkan oleh Syaikh Abdul Fattah Rawwah, dalam kitab Tsabat (kumpulan sanad-sanad keilmuannya). Beliau termasuk salah seorang saksi mata kejadian itu.
Penulis: KH. Idrus Ramli
Penulis adalah Pengurus Ikatan Alumni Santri Sidogiri (IASS) Jember.
Sumber: http://www.azahera.net/showthread.php?t=2408
  Ini merupakan kisah dan dialog (perdebatan) nyata seorang Aswaja dengan pengikut Wahhabi yang menganggap bahwa mencium tangan tidak ada landasannya dan menentang praktek tersebut. Beberapa hadits dikemukan oleh Aswaja tersebut tetapi selalu dibantah oleh Wahabi dengan menyatakan bahwa haditsnya dloif, bahkan menolak pengalaman hadits dloif. Bagaimana lanjutannya? Berikut dialog dengan Aswaja dengan pengikut Wahabi tersebut:
******
Terus terang saya dulu mengira berjabat tangan lalu menciumnya itu adalah tradisi atau budaya Indonesia saja.Seperti ini lumrah terjadi disekitar saya, yaitu mencium tangan orang orang yang di hormati. Misalnya murid terhadap gurunya, anak terhadap orang tuanya dan menantu terhadap mertuanya dll.

Dulu kira kira tahun 2008-nan saya di Makkah suka chating dengan menggunakan mig33. Disitu saya di invite masuk ke sebuah group diskusi. Pada suatu malam, tepatnya malam rabu, saya berdiskusi dengan teman chating yang berpaham salafi, yaitu dia menganggap bahwa mencium tangan disaat berjabat tangan itu tidak ada landasannya.

SILAHKAN ANDA SIMAK ISI DISKUSINYA DIBAWAH INI:


Saya:”Kenapa anda menentang praktik cium tangan disaat bersalaman?”
Dia:”Iya, karena itu tidak ada tuntunannya !!

Saya:”Lah, maksudnya tuntunannya siapa mas?”
Dia:”Ya nabi kita Muhammad dong !!

Saya:”Kok bisa begitu? Inikan bukan ibadah? Bukan lagi masalah agama?”
Dia:”Iya, tapi ngapain hingga mencium tangan seperti itu segala?”

Saya:”Mas.. kami melakukan ini sebagai bentuk penghormatan… saya kira ini masalah akhlakul karimah?”
Dia:”Kalau anda menganggap ini termasuk akhlakul karimah, maka anda harus meniru orang yang akhlaknya paling mulia dimuka bumi ini, yaitu Nabi Muhammad !!

Terus terang, penjelasan dia yang ini, bikin aku tambah bingung dan tambah tersudut.
Sehingga memaksa saya saat itu, mencari dan membuka kitab kitab hadits, guna untuk mencari referensi CIUM TANGAN SAAT BERJABAT TANGAN. Lanjutannya…


Saya: ”Ok… ini mas saya menemukan sebuah hadits yang berhubungan dengan masalah ini, yaitu: Cerita Ibnu Umar bersama sahabat yang lain, mereka mencium tangan Nabi?”
Dia: ”Yang ceritanya mereka lari dari peperangan itukah?
INILAH HADITS yang saya maksud itu:


عن ابن عمر رضي الله عنهما أنه كان في سرية من سرايا رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: فحاص الناس حيصة، فكنت في من حاص… قال: فجلسنا لرسول الله صلى الله عليه وسلم قبل صلاة الفجر، فلما خرج قمنا إليه فقلنا: نحن الفرارون؛ فأقبل إلينا فقال: “لا بل أنتم العكارون” قال: فدنونا فقبلنا يده.


Dari Ibnu Umar ra. Dia bercerita disaat dia menjadi salah satu pasukan infantri Rasulullah saw.

Dia menuturkan:” Pada suatu hari kami berada dalam suatu pertempuran. Orang orang pada berlari menjauh dari peperangan tersebut karena mengalami keadaan yang delematis dan saya termasuk dari mereka itu.

Kemudian dia melanjutkan ceritanya:”Kemudian kami semua akhirnya duduk untuk menghadap kepada baginda Rasulullah saw menjelang shalat subuh. Lalu keluarlah Rasul hendak menunaikan shalat subuhnya, maka kami berdiri dan kami berkata:” :”Kami orang orang yang lari (dari peperangan)pent.

Kemudian nabi menghampiri kami seraya berkata:”Tidak !! tapi kalian adalah orang orang yang mundur/lari, tapi untuk bergabung dengan yang lain (siasat perang-pent).

Ibnu Umar ra berkata:”Maka kami langsung mendekati beliau lalu kami mencium tangannya.

Saya: "Iya mas… bagaimana tuh?” saya kira ini sudah jelas?”
Dia: "Hadis diatas diriwayatkan oleh Abi Dawud (2647), Imam Tirmidzi (1716), Imam Ahmad (2/70), Imam Baihaqi (9/73). Hadits ini lemah mas !! coba anda lihat dalam kitab “DHOIF ABI DAWUD” milik syekh Al Bani.

Saya:”Tapi hadits lemah khan boleh diamalkan?” setahu saya begitu…
Dia:”Iya, tapi tidak bisa anda buat landasan hukum atau hujjah !!

Saya:”Lemahnya hadits ini terletak pada apanya mas?”
Dia:”Barangkali dari rawinya mas, anda cek aja langsung dalam kitabnya syekh Albani tsb. Kok repot !!

Saya:”Lantas bagaimana dengan hadits Tsabit yang mencium tangan sahabat Anas bin malik?” bukankah ini cukup untuk menjadi tendensi sebuah respek seorang Tabi’in terhadap sahabat Nabi?”
INILAH HADITS yang saya maksud itu:

حدثنا ابن عيينة عن ابن جدعان قال ثابت لأنس: أمسست النبي صلى الله عليه وسلم بيدك؟ قال: نعم, فقبلها.
Ibnu Uyaynah bercerita dari Ibnu Jad’aan:

Tsabit bertanya kepada Anas bin malik ra:”Apakah anda pernah menyentuh Rasulullah saw dengan tangan anda?’
Anas ra menjawab:”Ya!
Maka si Tsabit langsung mencium tangannya.



Dia:”Itu diriwayatkan oleh imam Ahmad dan itu derajatnya hadits dhoif juga mas !!

Saya:”Tapi hadits tersebut juga diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam kitab Adabul Mufradnya…
Dia:”Iya saya tahu, dalam kitab Bukhari yang berjudul Adabul Mufrad ada juga haditsnya yang dhoif, jadi hadits yang anda kemukakan itu statusnya lemah mas… coba anda lihat dalam kitab “DHO’IFU ADABUL MUFRAD hlm.973 karya syekh Albani. Ini saya lihat langsung dari kitabnya.. jika berkenan, datang kemari mas… hahahaha..

Semua dalil saya, dia mentahkan dengan dalih di dhoifkan oleh syekh Albani. Berarti saya harus menemukan hadits nabi yang tidak di dhoifkan oleh syekh Albani. Akhirnya jerih payah upayaku ini berhasil…


Saya:”Mas ini saya menemukan hadits pamungkasku, mohon dibaca dengan teliti dan seksama: (saya ketik duluan lalu saya copas)
حدثنا بن أبي مريم قال حدثنا عطاف بن خالد قال حدثني عبد الرحمن بن رزين قال مررنا بالربذة فقيل لنا ها هنا سلمة بن الأكوع فأتيته فسلمنا عليه فأخرج يديه فقال بايعت بهاتين نبي الله صصص فأخرج كفا له ضخمة كأنها كف بعير فقمنا إليها فقبلناها….. حسنه الالباني


“Abdurrahman bin Razin bercerita: Kami berjalan jalan di daerah Ribdzah kemudian ada yang mengatakan kepada kami: Disini Salmah bin Al Akwa’ tinggal (sahabat nabi)pent.

Kemudian saya mendatangi beliau. Saya mengucapkan salam kepadanya.
Dia mengeluarkan tangannya seraya berkata:”Saya pernah berbai’at kepada Nabi dengan kedua tangan saya ini.

Lantas dia mengulurkan telapak tangannya yang besar seakan akan seperti telapaknya unta, maka kami langsung berdiri meraih telapak tangan beliau kamudian kami menciumnya.

Saya:”Gimana mas?” Bukankah ini telah disebutkan oleh ibnu hajar dalam Fathul Barinya dengan mengakatan bahwa hadits ini “Hasan”.
Dia:”Maaf, anda mengambil dari mana hadits tersebut?”

Saya:”Lha khan sudah saya bilang mas… coba anda cek kitab Fathul Bari milik ibnu hajar. Tepatnya juz 11 hlm.57.
Dia:”Yang lain aja mas… dari kitab hadits apa gitu !!

Saya:”Hahahaha.. tidak punya kitab Fathul Bari ya mas?”
Dia:”Sekali lagi saya tanyakan, kalau tidak dijawab, akan ku hentikan diskusi ini !!

Saya:”Wah… kok emosi gitu mas… sudahlah… apakah komentar derajat “HASAN” dalam hadits tersebut dari ibnu hajar masih belum bisa anda terima?”
Dia:”Sudahlah… ada di kitab hadits mana hadits tersebut????

Saya:”Baiklah… coba anda buka kitab ADABUL MUFRAD hadits nomor 973.
Dia:”Yaahhh… kitab Adabul Mufrad lagi…. Khan sudah saya bilang, meski itu karangannya imam Bukhari tapi tidak sama dengan kitab SHOHIH nya mas… jangan jangan nanti dhoif lagi !! hahaha..

Saya:”Mas…. Jangan ngomong terus dong… cepat lihat sana !!
Dia:”Iya… ini sudah bisa aku temukan….

Saya:”Bagaimana?” apa komentar syekh Albani mengenai hadits tersebut?” katanya anda tadi punya kitab seleksi hadits Adabul Mufrad milik syekh Albani…?
Dia:”Iya… beliau mengatakan hadits ini berderajat “HASAN”

Saya:’Hahahahha.. gimana mas, puaskah??? Masihkan anda berkomentar? Atau mau meremehkan?”  berarti hadits tersebut tidak dhoif khan?”
Dia:”Iya…

Saya:”Hahahaha… saya kira diskusi kita ini selesai mas… Namun jika anda masih kurang puas dengan ini semua, anda tidak suka fenomena cium tangan dalam masyarakat kita, atau anda tidak suka dicium tangannya oleh orang lain, ya sudah… cukup anda diam… jangan menyalahkan mereka, bahkan jangan hingga membid’ahkan kami yang melakukan itu… Saya kira ini adalah sifat dan sikap terpuji anda dan golongan anda !! Dan ternyata cium tangan saat berjabatan itu ada tuntunannya !!

Dia:”Iya… Assalamu’alaikum…

Saya:”Lho kok??? Wa’alaikumussalam…

S E L E S A  I

Terima kasihku kepada syekh Nashirudin Al Albani, karena karyamu memberi manfaat bagi saya sehingga bisa membantuku memberi pencerahan kepada sahabat maya saya. Doaku, semoga Allah swt mengampuni segala dosa dan kesalahan kita. Amin ya Rabb”.
Oleh Kaheel Baba Naheel Makkah, 2009
NB: Maaf, dalam diskusi ini ada pengeDitan yang saya lakukan. Maksud hati agar enak dibaca. Namun tetap tidak merubah isi pokok diskusi ini.

Debat Cerdas Seorang Imam Sufi VS Inspirator Salafy Wahabi



Kaum Sufi Sejati Berdo'a Hanya Kepada Allah Swt
Dalam postingan terdahulu “Ketika Sufi Dianggap Musyrik, Justru Para Sufi Lebih Fasih Bicara Kemusyrikan”, kami pernah menjanjikan akan menampilkan kisah dialog seorang Imam Sufi yang brilliant. Postingan ini insyaallah akan memberikan gambaran tentang para Sufi yang ternyata adalah sosok-sosok yang alim berilmu tinggi dan sekaligus pengamal Ilmunya. Salah satu Sosok tersebut adalah Ibn Athaillah Al Sakandari, seorang Imam Sufi yang namanya tetap harum hingga hari ini di dunia Islam. Kitab karyanya yang fenomenal: Al-Hikam disyarah dan dikaji oleh kaum muslimin dari dulu hingga kini seakan tak habis-habisnya dan terus memancarkan hikmah-hikmah yang tersembunyi dalam kitab Al-Hikam tersebut.
Adapun tentang kisah dialognya yang cerdas dengan seorang inspirator Salafy Wahabi yaitu Ibnu Taymiyah, telah membuka tabir misteri isu-isu yang mengatakan bahwa para sufi adalah orang-orang yang bodoh dan musyrik. Isu-isu ini samasekali tidak benar dan sangat meleset jauh dari fakta, ternyata sesungguhnya para sufi adalah orang-orang brilliant dan bertauhid murni tanpa syirik seperti yang diisukan.
Nah, di akhir dialog itu Ibnu Taymiyah tetap bersikeras menuduh sosok sufi adalah kafir musyrik. Walaupun kepada Ibnu Athaillah menyanjungya sebagai seorang ahli ibadah yang sempurna di seluruh Mesir, tetapi kepada guru Ibnu Athaillah tetap dikafir-musyrikkan. Demikian sikap hipokrit seorang Ibnu Taymiyah, meskipun sudah dijelaskan panjang lebar oleh Ibnu Athaillah, sikapnya terhadap kaum Sufi tetap tidak berubah. Tapi kenapa di hadapan Ibnu Athaillah sang ispirator kaum Salafy Wahabi itu mampu menyanjungnya setinggi langit tapi kepada guru Ibnu Athaillah (Beliau adalah murid Abu al Abbas Al-Musrsi – wafat 686) tetap di-kafirkannya? Ada apa dengan sikapnya itu? Mari kita ikuti kisah selengkapnya….  

Dialog Ibn Athaillah Al Sakandari dengan Ibn Taymiyah

Dialog Ibn Athaillah Al Sakandari (w.709 H) dengan Ibn Taymiyah (w. 728 H).
Diterjemahkan dari On Tasawuf Ibn Atha’illah Al-Sakandari: “The Debate with Ibn Taymiyah Ditranslasi dari buku karya Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani’s  The repudiation of  “Salafi” Innovations (Kazi, 1996)
Bismillahi ar-rahmani ar-rahiim.
Abu Fadl Ibn Athaillah Al Sakandari (wafat 709), salah seorang imam sufi terkemukayang juga dikenal sebagai seorang muhaddits, muballigh sekaligus ahli fiqih Maliki, adalah penulis karya-karya berikut: Al Hikam, Miftah ul Falah, Al Qasdul al Mujarrad fi Makrifat al ism al-Mufrad, Taj al-Arus al-Hawi li tadhhib al-nufus, Unwan al-Taufiq fi al Adad al-Thariq. Juga sebuah biografi: Al-Lataif fi manaqib Abi al Abbas al Mursi wa sayykhihi Abi al Hasan, dan lain-lain. Beliau adalah murid Abu al Abbas Al-Musrsi (wafat 686) dan generasi penerus kedua dari pendiri tarekat Sadziliyah: Imam Abu Al Hasan Al Sadzili.
Ibn Athaillah adalah salah seorang yang membantah Ibn Taymiyah atas serangannya yang berlebihan terhadap kaum sufi yang tidak sefaham dengannya. Ibn Athaillah tak pernah menyebut Ibn Taymiyah dalam setiap karyanya, namun jelaslah bahwa yang disinggungnya adalah Ibn Taymiyah saat ia mengatakan dalam Lataif:  sebagai “cendekiawan ilmu lahiriyah”. Satu HalamanPostingan berikut ini merupakan terjemahan dari bahasa Inggris untuk pertama kali atas dialog bersejarah antara kedua tokoh tersebut.
Naskah Dialog : Dari Usul al-Wusul karya Muhammad Zaki Ibrahim
Ibn Katsir, Ibn Al Athir, dan penulis biografi serta kamus biografi, kami memperoleh naskah dialog bersejarah yang otentik. Naskah tersebut memberikan ilham tentang etika berdebat di antara kaum terpelajar (berpendidikan keislaman). Di samping itu, ia juga merekam kontroversi antara pribadi yang bepengaruh dalam tsawuf:  Syaikh Ahmad Ibn Athaillah Al Sakandari, dan tokoh yang tak kalah pentingnya dalam gerakan “Salafi”:  Syaikh Ahmad Ibn Abd Al Halim Ibn Taymiyah selama era Mamluk di Mesir yang berada dibawah pemerintahan Sulthan Muhammad Ibn Qalawun (Al Malik Al Nasir).
Kesaksian Ibn Taymiyah kepada Ibn Athaillah yang Notabene adalah Imam Sufi:
Ibn Taymiyah ditahan di Alexandria. Ketika sultan memberikan ampunan, ia kembali ke Kairo. Menjelang malam, ia menuju masjid Al Ahzar untuk sholat maghrib yang diimami Syaikh ibn Athaillah. Selepas shalat, Ibn Athailah terkejut menemukan Ibn Taymiyah sedang berdoa dibelakangnya. Dengan senyuman, sang syaikh sufi menyambut ramah kedatangan Ibn Taymiyah di Kairo seraya berkata: Assalamualaykum, selanjutnya ia memulai pembicaraan dengan tamu cendekianya ini.
IBN ATHAILLAH: “Biasanya saya sholat di masjid Imam Husein dan sholat Isya di sini. Tapi lihatlah bagaimana ketentuan Allah berlaku! Allah menakdirkan sayalah orang pertama yang harus menyambut anda (setelah kepulangan anda ke Kairo). Ungkapkanlah kepadaku wahai faqih, apakah anda menyalahkanku atas apa yang telah terjadi?”
IBN TAYMIYAH: “Aku tahu, anda tidak bermaksud buruk terhadapku, tapi perbedaan pandangan di antara kita tetap ada. Sejak hari ini, dalam kasus apa pun, aku tidak mempersalahkan dan membebaskan dari kesalahan, siapapun yang berbuat buruk terhadapku”
IBN ATHAILLAH: Apa yang anda ketahui tentang aku, syaikh Ibn Taymiyah?
IBN TAYMIYAH: Aku tahu anda adalah seorang yg saleh, berpengetahuan luas, dan senantiasa berbicara benar dan tulus. Aku bersumpah tidak ada orang selain anda, baik di Mesir maupun Syria yang lebih mencintai Allah ataupun mampu meniadakan diri di (hadapan) Allah atau lebih patuh atas perintah-Nya dan menjauhi laranganNya.Tapi bagaimanapun juga kita memiliki perbedaan pandangan. Apa yang anda ketahui tentang saya? Apakah anda atau saya sesat dengan menolak kebenaran (praktik) meminta bantuan seseorang untuk memohon pertolongan Allah (istighatsah)?
IBN ATHAILLAH: Tentu saja, Rekanku, anda tahu bahwa istighatsah atau memohon pertolongan sama dengan tawassul atau mengambil wasilah (perantara) dan meminta syafaat; dan bahwa Rasulullah saw, adalah seorang yang kita harapkan bantuannya karena beliaulah perantara kita dan yang syafaatnya kita harapkan.
IBN TAYMIYAH: Mengenai hal ini saya berpegang pada sunnah rasul yang ditetapkan dalam syariat. Dalam hadits berbunyi sebagai: Aku telah dianugerahkan kekuatan syafaat. Dalam ayat al Qur’an juga disebutkan: “Mudah-mudahan Allah akan menaikkan kamu (wahai Nabi) ke tempat yang terpuji (Q.S Al Isra : 79). Yang dimaksud dengan tempat terpuji adalah syafaat. Lebih jauh lagi, saat ibunda khalifah Ali ra wafat, Rasulullah berdoa pada Allah di kuburnya: “Ya Allah Yang Maha Hidup dan Tak pernah mati, Yang Menghidupkan dan Mematikan, ampuni dosa-dosa ibunda saya Fatimah binti Asad, lapangkan kubur yang akan dimasukinya dengan syafaatku, utusanMu, dan para nabi sebelumku. Karena Engkaulah Yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun”.
Inilah syafaat yang dimiliki rasulullah saw. Sementara mencari pertolongan dari selain Allah, merupakan suatu bentuk kemusyrikan; Rasulullah saw sendiri melarang sepupunya, Abdullah bin Abbas, memohon pertolongan dari selain Allah.
IBN ATHAILLAH: Semoga Allah mengaruniakanmu keberhasilan, wahai faqih?!Maksud dari saran Rasulullah saw kepada sepupunya Ibn Abbas, adalah agar ia mendekatkan diri kepada Allah tidak melalui kekerabatannya dengan rasul melainkan dengan ilmu pengetahuan. Sedangkan mengenai pemahaman anda tentang istighosah sebagai mencari bantuan kepada selain Allah, yang termasuk perbuatan musyrik, saya ingin bertanya kepada anda, ”Adakah muslim yang beriman pada Allah dan rasulNya yang berpendapat ada selain Allah yang memiliki kekuasaaan atas segala kejadian dan mampu menjalankan apa yang telah ditetapkanNya berkenaan dengan dirinya sendiri?”.
”Adakah mukmin sejati yang meyakini ada yang dapat memberikan pahala atas kebaikan dan menghukum atas perbuatan buruk, selain dari Allah? Di samping itu, seharusnya kita sadar bahwa ada berbagai ekspresi yang tak bisa dimaknai sebatas harfiah belaka. Ini bukan saja dikhawatirkan akan membawa kepada kemusyrikan, tapi juga untuk mencegah sarana kemusyrikan. Sebab, siapapun yang meminta pertolongan Rasul berarti mengharapkan anugerah syafaat yang dimilikinya dari Allah, sebagaimana jika anda mengatakan: “Makanan ini memuaskan seleraku”. Apakah dengan demikian makanan itu sendiri yang memuaskan selera anda? Ataukah disebabkan Allah yang memberikan kepuasan melalui makanan?
Sedangkan pernyataan anda bahwa Allah melarang muslim untuk mendatangi seseorang selain DiriNya guna mendapat pertolongan, pernahkah anda melihat seorang muslim memohon pertolongan kepada selain Allah? Ayat Al qur’an yang anda rujuk, berkenaan dengan kaum musyrikin dan mereka yang memohon pada dewa dan berpaling dari Allah. Sedangkan satu-satunya jalan bagi kaum muslim yang meminta pertolongan rasul adalah dalam rangaka bertawassul atau mengambil perantara atas keutamaan (hak) rasul yang diterimanya dari Allah (bihaqqihi inda Allah) dan tashaffu atau memohon bantuan dengan syafaat yang telah Allah anugerahkan kepada rasulNya.
Sementara itu, jika anda berpendapat bahwa istighosah atau memohon pertolongan itu dilarang syariat karena mengarah pada kemusyrikan, maka kita seharusnya mengharamkan buah anggur karena dapat dijadikan minuman keras. Dan (seharusnya) mengebiri (melumpuhkan kemapuan besetubuh) laki-laki yang tidak menikah untuk mencegah zina.
(Kedua syaikh tertawa atas komentar terakhir ini, sebab  konon Syaikh Ibnu Taymiyah adalah pria yang tidak menikah)).
Lalu IBN ATHAILLAH melanjutkan:  “Saya kenal betul dengan segala inklusifitas dan gambaran mengenai sekolah fiqih yang didirikan oleh syaikh anda, Imam Ahmad, dan saya tahu betapa luasnya teori fiqih serta mendalamnya “prinsip-prinsip agar terhindar dari godaan syaitan” yang anda miliki, sebagaimana juga tanggung jawab moral yang anda pikul selaku seorang ahli fiqih.
Namun saya juga menyadari bahwa anda dituntut menelisik di balik kata-kata untuk menemukan makna yang seringkali terselubung dibalik kondisi harfiahnya. Bagi sufi, makna laksana ruh, sementara kata-kata adalah jasadnya. Anda harus menembus ke dalam jasad fisik ini untuk meraih hakikat yang mendalam. Kini anda telah memperoleh dasar bagi pernyataan anda terhadap karya Ibn Arabi, Fususul Hikam. Naskah tersebut telah dikotori oleh musuhnya bukan saja dengan kata-kata yang tak pernah diucapkannya, juga pernyataan-pernyataan yang tidak dimaksudkannya (memberikan contoh tokoh islam).
Ketika syaikh al-Islam Al Izz ibn Abd Salam memahami apa yang sebenarnya diucapan dan dianalisa oleh Ibn Arabi, menangkap dan mengerti makna sebenarnya dibalik ungkapan simbolisnya, ia segera memohon ampun kepada Allah swt atas pendapatnya sebelumnya dan menokohkan Muhyiddin Ibn Arabi sebagai Imam Islam.
Sedangkan mengenai pernyataan al Syadzili yang memojokkan Ibn Arabi, perlu anda ketahui, ucapan tersebut tidak keluar dari mulutnya, melainkan dari salah seorang murid Sadziliyah. Lebih jauh lagi, pernyataan itu dikeluarkan saat para murid membicarakan sebagian pengikut Sadziliyah. Dengan demikian, pernyataan itu diambil dalam konteks yang tak pernah dimaksudkan oleh sang pembicaranya sendiri. “Apa pendapat anda mengenai khalifah Sayyidina Ali bin Abi Thalib?”
IBN TAYMIYAH: Dalam salah satu haditsnya, rasul saw bersabda: “Saya adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya”. Sayyidina Ali adalah merupakan seorang mujahid yang tak pernah keluar dari pertempuran kecuali dengan membawa kemenangan. Siapa lagi ulama atau fuqaha sesudahnya yang mampu berjuang demi Allah menggunakan lidah, pena dan pedang sekaligus? Dialah sahabat rasul yang paling sempurna-semoga Allah membalas kebaikannya. Ucapannya bagaikan cahaya lampu yang menerangi sepanjang hidupku setelah al quran dan sunnah. Duhai! Seseorang yang meski sedikit perbekalannya namun panjang perjuangannya.
IBN ATHAILLAH: Sekarang, apakah Imam Ali ra meminta agar orang-orang berpihak padanya dalam suatu faksi? Sementara faksi ini mengklaim bahwa malaikat jibril melakukan kesalahan dengan menyampaikan wahyu kepada Muhammad saw, bukannya kepada Ali! Atau pernahkah ia meminta mereka untuk menyatakan bahwa Allah menitis ke dalam tubuhnya dan sang imam menjadi tuhan? Ataukah ia tidak menentang dan memberantas mereka dengan memberikan fatwa (ketentuan hukum) bahwa mereka harus dibunuh di manapun mereka ditemukan?
IBN TAYMIYAH: Berdasarkan fatwa ini saya memerangi mereka di pegunungan Syria selama lebih dari 10 tahun.
IBN ATHAILLAH: Dan Imam Ahmad- semoga Allah meridoinya-mempertanyakan perbuatan sebagian pengikutnya yang berpatroli, memecahkan tong-tong anggur (di toko-toko penganut kristen atau dimanapun mereka temukan), menumpahkan isinya di lantai, memukuli gadis para penyanyi, dan menyerang masayarakat di jalan.
Meskipun sang Imam tak memberikan fatwa bahwa mereka harus mengecam dan menghardik orang-orang tersebut. Konsekuensinya para pengikutnya ini dicambuk, dilempar ke penjara dan diarak di punggung keledai dengan menghadap ekornya. Apakah Imam Ahmad bertanggung jawab atas perbuatan buruk yang kini kembali dilakukan pengikut Hanbali, dengan dalih melarang benda atau hal-hal yang diharamkan?
Dengan demikian, Syaikh Muhyidin Ibn Arabi tidak bersalah atas pelanggaran yang dilakukan para pengikutnya yang melepaskan diri dari ketentuan hukum dan moral yang telah ditetapkan agama serta melakukan pebuatan yang dilarang agama.Apakah anda tidak memahami hal ini?
IBN TAYMIYAH: “Tapi bagaimana pendirian mereka di hadapan Allah? Di antara kalian, para sufi, ada yang menegaskan bahwa ketika Rasulullah saw memberitakan khabar gembira pada kaum miskin bahwa mereka akan memasuki surga sebelum kaum kaya, selanjutnya kaum miskin tersebut tenggelam dalam luapan kegembiraan dan mulai merobek-robek jubah mereka; saat itu malaikat jibril turun dari surga dan mewahyukan kepada rasul bahwa Allah akan memilih di antara jubah-jubah yang robek itu; selanjutnya malaikat jibril mengangkat satu dari jubah dan menggantungkannya di singgasana Allah. Berdasarkan ini, kaum sufi mengenakan jubah kasar dan menyebut dirinya fuqara atau kaum “papa”.
IBN ATHAILLAH: “Tidak semua sufi mengenakan jubah dan pakaian kasar. Lihatlah apa yang saya kenakan; apakah anda tidak setuju dengan penampilan saya?
IBN TAYMIYAH: “Tetapi anda adalah ulama syariat dan mengajar di Al Ahzar.”
IBN ATHAILLAH: “Al Ghazali adalah seorang imam syariat maupun tasawuf. Ia mengamalkan fiqih, sunnah, dan syariat dengan semangat seorang sufi. Dan dengan cara ini, ia mampu menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama. Kita tahu bahwa dalam tasawuf, noda tidak memiliki tempat dalam agama dan bahwa kesucian merupakan ciri dari kebenaran. Sufi yang tulus dan sejati harus menyuburkan hatinya dengan kebenaran yang ditanamkan ahli sunnah.
Dua abad yang lalu muncul fenomena sufi gadungan yang anda sendiri telah mengecam dan menolaknya. Dimana sebagian orang mengurangi kewajiban beribadah dan peraturan keagamaan, melonggarkan berpuasa dan melecehkan pengamalan sholat wajib lima kali sehari. Ditunggangi kemalasan dan ketidakpedulian, mereka telah mengklaim telah bebas dari belenggu kewajiban beribadah. Begitu brutalnya tindakan mereka hingga Imam Qusyairi sendiri mengeluarkan kecaman dalam bukunya ar Risalah ( Risalatul Qusyairiyah ).
Di sini, ia juga menerangkan secara rinci jalan yang benar menuju Allah, yakni berpegang teguh pada Al Quran dan Sunnah. Imam tasawuf juga berkeinginan mengantarkan manusia pada kebenaran sejati, yang tidak hanya diperoleh melalui bukti rasional yang dapat diterima akal manusia yang dapat membedakan yang benar dan salah, melainkan juga melalui penyucian hati dan pelenyapan ego yang dapat dicapai dengan mengamalkan laku spiritual.
Kelompok diatas selanjutnya tersingkir lantaran sebagai hamba Allah sejati, seseorang tidak akan menyibukkan diriya kecuali demi kecintaannya pada Allah dan rasul-NYA. Inilah posisi mulia yang menyebabkan seorang menjadi hamba yang shaleh, sehat dan sentosa. Inilah jalan guna membersihkan manusia dari hal-hal yang dapat menodai manusia, semacam cinta harta, dan ambisi akan kedudukan tertentu.
Meskipun demikian, kita harus berusaha di jalan Allah agar memperoleh ketentraman beribadah. Sahabatku yang cendekia, menerjemahkan naskah secara harfiah terkadang menyebabkan kekeliruan. Penafsiran harfiahlah yang mendasari penilaian anda terhadap Ibn Arabi, salah seorang imam kami yang terkenal akan kesalehannya. Anda tentunya mengerti bahwa Ibn Arabi menulis dengan gaya simbolis; sedangkan para sufi adalah orang-orang ahli dalam menggunakan bahasa simbolis yang mengandung makna lebih dalam dan gaya hiperbola yang menunjukkan tingginya kepekaan spiritual serta kata-kata yang menghantarkan rahasia mengenai fenomena yang tak tampak.
IBN TAYMIYAH: “Argumentasi tersebut justru ditujukan untuk anda. Karena saat Imam al-Qusyairi melihat pengikutnya melenceng dari jalan Allah, ia segera mengambil langkah untuk membenahi mereka. Sementara apa yang dilakukan para syaikh sufi sekarang?Saya meminta para sufi untuk mengikuti jalur sunnah dari para leluhur kami (salafi) yang saleh dan terkemuka: para sahabat yang zuhud, generasi sebelum mereka dan generasi sesudahnya yang mengikuti langkah mereka.
Siapapun yang menempuh jalan ini, saya berikan penghargaan setinggi-tingginya dan menempatkan sebagai imam agama. Namun bagi mereka yang melakukan pembaruan yang tidak berdasar dan menyisipkan gagasan kemusyrikan seperti filososf Yunani dan pengikut Budha, atau yang beranggapan bahwa manusia menempati Allah (hulul) atau menyatu denganNya (ittihad), atau teori yang menyatakan bahwa seluruh penampakan adalah satu adanya/kesatuan wujud (wahdatul wujud) ataupun hal-hal lain yang diperintahkan syaikh anda: semuanya jelas perilaku ateis dan kafir”.
IBN ATHAILLAH: “Ibn Arabi adalah salah seorang ulama terhebat yang mengenyam pendidikan di Dawud al Zahiri seperti Ibn Hazm al Andalusi, seorang yang pahamnya selaras dengan metodologi anda tentang hukum islam, wahai penganut Hanbali! Tetapi meskipun Ibn Arabi seorabg Zahiri (menerjemahkan hukum islam secara lahiriah), metode yang ia terapkan untuk memahami hakekat adalah dengan menelisik apa yang tersembunyi, mencari makna spiritual (thariq al bathin), guna mensucikan bathin (thathhir al bathin).
Meskipun demikian tidak seluruh pengikut mengartikan sama apa-apa yang tersembunyi. Agar anda tidak keliru atau lupa, ulangilah bacaan anda mengenai Ibn Arabi dengan pemahaman baru akan simbol-simbol dan gagasannya. Anda akan menemukannyasangat mirip dengan al-Qusyairi. Ia telah menempuh jalan tasawuf di bawah payung al-quran dan sunnah, sama seperti hujjatul Islam Al Ghazali, yang mengusung perdebatan mengenai perbedaan mendasar mengenai iman dan isu-isu ibadah namun menilai usaha ini kurang menguntungkan dan berfaedah.
Ia mengajak orang untuk memahami bahwa mencintai Allah adalah cara yang patut ditempuh seorang hamba Allah berdasarkan keyakinan. Apakah anda setuju wahai faqih? Atau anda lebih suka melihat perselisihan di antara para ulama? Imam Malik ra. telah mengingatkan mengenai perselisihan semacam ini dan memberikan nasehat: Setiap kali seseorang berdebat mengenai iman, maka kepercayaannya akan berkurang.”
Sejalan dengan ucapan itu, Al Ghazali berpendapat: Cara tercepat untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah melalui hati, bukan jasad. Bukan berarti hati dalam bentuk fisik yang dapat melihat, mendengar atau merasakan secara gamblang. Melainkan, dengan menyimpan dalam benak, rahasia terdalam dari Allah Yang Maha Agung dan Besar, yang tidak dapat dilihat atau diraba.
Sesungguhnya ahli sunnahlah yang menobatkan syaikh sufi, Imam Al-Ghazali, sebagai Hujjatul Islam, dan tak seorangpun yang menyangkal pandangannya bahkan seorang cendekia secara berlebihan berpendapat bahwa Ihya Ulumuddin nyaris setara dengan Al Quran. Dalam pandangan Ibn Arabi dan Ibn Al Farid, taklif atau kepatuhan beragama laksana ibadah yang mihrab atau sajadahnya menandai aspek bathin, bukan semata-mata ritual lahiriah saja.
Karena apalah arti duduk berdirinya anda dalam sholat sementara hati anda dikuasai selain Allah. Allah memuji hambaNya dalam Al Quran:”(Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam sholatnya”; dan Ia mengutuk dalam firmanNya: “(Yaitu) orang-orang yang lalai dalam sholatnya”. Inilah yang dimaksudkan oleh Ibn Arabi saat mengatakan: “Ibadah bagaikan mihrab bagi hati, yakni aspek bathin, bukan lahirnya”.
Seorang muslim takkan bisa mencapai keyakinan mengenai isi Al Quran, baik dengan ilmu atau pembuktian itu sendiri, hingga ia membersihkan hatinya dari segala yang dapat mengalihkan dan berusaha untuk khusyuk. Dengan demikian Allah akan mencurahkan ilmu ke dalam hatinya, dan dari sana akan muncul semangatnya. Sufi sejati tak mencukupi dirinya dengan meminta sedekah.
Seseorang yang tulus adalah ia yang menyuburkan diri di (hadapan) Allah dengan mematuhiNya. Barangkali yang menyebabkan para ahli fiqih mengecam Ibn Arabiadalah karena kritik beliau terhdap keasyikan mereka dalam berargumentasi dan berdebat seputar masalah iman, hukum kasus-kasus yang terjadi (aktual) dan kasus-kasus yang baru dihipotesakan (dibayangkan padahal belum terjadi).
Ibn Arabi mengkritik demikian karena ia melihat betapa sering hal tersebut dapat mengalihkan mereka dari kejernihan hati. Ia menjuluki mereka sebagai “ahli fiqih basa-basi wanita”. Semoga Allah mengeluarkanmu karena telah menjadi salah satu dari mereka! Pernahkan anda membaca pernyataan Ibn Arabi bahwa: ”Siapa saja yang membangun keyakinannya semata-mata berdasarkan bukti-bukti yang tampak dan argumen deduktif, maka ia membangun keyakinan dengan dasar yang tak bisa diandalkan.Karena ia akan selalu dipengaruhi oleh sangahan-sangahan balik yang konstan. Keyakinan bukan berasal dari alasan logis melainkan tercurah dari lubuk hati.” Adakah pernyataan yang seindah ini?”
IBN TAYMIYAH: “Anda telah berbicara dengan baik, andaikan saja gurumu seperti yang anda katakan, maka ia sangat jauh dari kafir. Tapi menurutku apa yang telah ia ucapkan tidak mendukung pandangan yang telah anda kemukakan.”
*****
*Diterjemahkan dari On Tasawuf Ibn Atha’illah Al-Sakandari: “The Debate with Ibn Taymiyah, dalam buku karya Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani’s The repudiation of “Salafi” Innovations (Kazi, 1996) h. 367-379.


KISAH NYATA AKHWAT WAHABI TOBAT
Oleh : Akhwat Sunni Salafiyyin
Alhamdulillah dulu saya seperti saudara2 salafi yang lain aktif mengikuti pengajian2 di ma’had2 salafi di jakarta….merasa diri saya sudah sangat sesuai dengan ajaran Rasulullah dengan syariat yang murni dan berlandaskan hadits shahih dan kompeten terhadap dakwah tauhid dan sunnah…ketika melihat kalangan yang maulid hati saya seakan ada sesuatu yang berkata ‘dia ahlul bid’ah’ kadang berdoa mudah2an dia di beri hidayah .
pada awalnya indah tetapi lama kelamaan makin banyak tanda tanya yang muncul didalam pikiran saya… memang ada sih kajian2 yang menarik tetapi tak jarang ada kajian2 membahas ikhtilf, saya bertanya kok semangat membahas masalah khilafiyyah dan menghakimi orang yg berbeda ??
dan selanjutnya melempar tuduhan yang sinis, pikir saya kenapa ajaran ini selalu membahas masalah ikhtilaf, menuding kelompok yang memiliki pemahaman yang berbeda dengan tuduhan ahlul bid’ah, musyrik, khurafat, taghut, hizbi, tahayul?
saya bertanya kenapa syiah begitu di musuhi? kenapa seperti sinis kepada habib2? kenapa sinis kepada yang hobi maulid dan tahlil?
saya bertanya2 sendiri dan mencoba mencari jawabannya sendiri, akhirnya saya tau alasan kenapa memusuhi pemahaman syiah saya pikir oh iya benar ternyata pemahaman syiah keliru, pertanyaan pertama saya sudah terjawab.
jangan menudu orang itu kafir
lalu muncul lagi pertanyaan lain kenapa memusuhi dan seperti sinis terhadap ulama2 dari kalangan habib? saya coba mencari jawaban sendiri, apa benar habib2 mengajarkan orang untuk musyrik, menyembah kubur dll?? saya coba cari jawabannya sendiri, pada waktu itu saya masih dipihak yang meragukan status habib, lalu saya silaturrahim kebeberapa orang habib dan syarifah di inbox fb dan di real, dan menemukan jawabannya sendiri, rata2 mereka memperlakukan saya dengan menghargai saya, lembut, sopan, penuh tata krama, penuh keikhlasan, hati saya bergidik, subhanallah kenapa mereka lembut2 ?
saya melempar pertanyaan2 yang kritis tetapi mereka menjawab seperti menjawab pertanyaan anak kandung mereka sendiri, rata2 seperti itu, hati saya terkesima, kenapa saya menemukan sesuatu yang berbeda pada diri mereka? bahkan sebelum berbicara pun saya merasakan sesuatu yang berbeda, tenang, sejuk, lembut, susah di ceritakan
hati saya bergidik lagi mungkin mereka benar2 keturunan Rasulullah, didalam tubuh mereka mengalir darah Rasulullah.
Setelah itu saya masih aktif di pengajian salafi sampai pada akhirnya mereka membahas habib lagi, batin saya seakan berontak dan menolak semua ucapan sang ustadz, ingin rasanya saya berteriak “tidakkkkkkkkkkkkkkk apa yang kau katakan tidak benarrrrrrrr” tetapi apalah daya semua hanya terpendam dihati. penuturan demi penuturan yang diucapan sang ustadz dalam membahas ‘habib’ semakin membuat hati ini tidak tenteram, saya keluar berpura2 kekamar kecil masuk dan mengunci pintu kamar kecil, saya menangis tak tahu kenapa saya keluar kamar kecil dan tidak berniat mengikuti pengajian lagi, pulang kerumah dengan air mata yang berlinang, saya tidak tahu kenapa menangis tetapi batin saya seakan tidak terima atas pembahasan sang ustadz yang menyudutkan para habib.
hari berganti minggu2 berikutnya saya masih sering hadir di pengajian salafi seperti biasa tetapi juga dihari lain menyempatkan diri mengikuti pengajian2 yang di laksanakan habib2,, di Majelis Rasulullah, Nurul Musthofa, Al Anwar, Ustadzah Halimah Alaydrus, Majelis Nisa, Petamburan, dan lain lain.
hati saya tidak bisa berdusta, saya merasa jauh lebih merasa nyaman di majelis aswaja. betapa bahagia ketika mengikuti maulid, saat2 qiyam ada rasa rindu yang membara kepada rasul yang tidak bisa diungkapan
Sekarang sudah satu tahun lebih saya tidak pernah lagi mengikuti pengajian salafi manapun,saya hanya aktif di pengajian aswaja,
puncak penolakan saya terhadap pemahaman salafi ketika salafi beranggapan bahwa kedua orang tua Rasulullah masuk neraka, batin saya menolak sekeras-kerasnya “tidakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk” seakan teriakan yang membelah langit, saya tidak terima jika kedua orang tua Nabi Saya dianggap masuk neraka
hati saya bertanya dan bertanya sendiri :
1) kenapa melarang tabarruk di makam nabi ?
2) kenapa melarang orang bergembira atas kelahiran nabi ?
3) kenapa melarang orang tawassul kepada nabi ?
4) kenapa melarang orang membuat syair pujian kepada nabi sebagai ekspresi ungkapan rasa cinta mereka??
5) kenapa peninggalan2 nabi seperti rumah nabi di saudi seakan tidak terawat?
6) kenapa seperti sinis kepada keturunan nabi?
7) kenapa menganggap kedua orang tua Rasul masuk neraka?
saya menolak pemahaman ini, ini bukan cinta nabi tetapi seperti ‘memusuhi nabi’
wallahu a’lam,
semoga Allah mengampuni hamba..
* Lihat web/blog beliau ketika masih aktif di salafy http://akhwatsalafiyyin.blogspot.com/
Wallahu`alam
Allahumma shalli alaa ruuhi sayyidina muhammadin fil arwah, wa 'ala Jasadihi filjasad, wa alaa Qabrihi filqubuur"
Artinya
(wahai Allah limpahkan shalawat pada Ruh Sayyidina Muhammad di alam arwah, dan limpahkan pula pada Jasadnya di alam Jasad, dan pada kuburnya di alam kubur
“Allahumma shalli wa sallim ‘ala Sayyidina Muhammad nuuri-kas saari wa madaadikal jaari wajma’nii bihi fi kulli athwaari wa ‘ala alihi wa shahbihi yannuur”
dan jangan Lupa membaca Al-qur'an, jangan lewatkan seharipun tanpa membaca Al-qur'an jadikan bacaan yg paling anda senangi, berkata Imam Ahmad bin Hanbal, Cinta Allah besar pada pecinta Alqur'an, dengan memahamainya atau tidak dg memahaminya

WAHABI TOBAT BERKAT DI CIUM TANGANNYA
Oleh : Habib Munzir AlMusawa
Al Allamah Al Musnid habib Umar bin Hafidz adalah sosok yang santun dan penuh kelembutan, selalu menekankan akhlak yang baik.

Suatu ketika beliau Al habib Umar memberikan tausyiah di hadapan para ulama –ulama .
Ada seorang yang sangat membenci beliau dengan sebutan ahli bid`ah, musyrik, berlebihan terhadap Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam.

Al Habib Umar bin Hafid tahu orang ini sangat membencinya dan duduk di pojok .

Selesai memberikan tausyiah, seluruh yang hadir berdiri memberikan hormat sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah subhanallahu wata`ala, yang telah mengutus seorang ulama rabbani yang tausyiahnya sangat menyentuh hati

Al Habib Umar bin Hafid langsung menemui orang yang sangat membencinya dan mengambil tangannya untuk di ciumnya...Subhanallah

Kekerasan hati orang yang sangat membencinya berubah seketika, dan berkata : “Aku mempunyai putra , sejak masa kecil hingga kini belum pernah tanganku di cium oleh anakku sendiri.

Ini seorang ulama yang sangat menyentuh jiwa kata-katanya telah mencium tanganku..mulai saat ini aku tobat dan aku ikut orang ini

Alhamdulillah





Ibnu Taimiyah Membungkam Wahhabi
(Dengan Lampiran Scan Kitab Nya)
Ibnu Taimiyah Membungkam Wahhabi
Belakangan ini kata ‘salaf’ semakin populer. Bermunculan pula kelompok yang mengusung nama salaf, salafi, salafuna, salaf shaleh dan derivatnya. Beberapa kelompok yang sebenarnya berbeda prinsip saling mengklaim bahwa dialah yang paling sempurna mengikuti jalan salaf. Runyamnya jika ternyata kelompok tersebut berbeda dengan generasi pendahulunya dalam banyak hal. Kenyataan ini tak jarang membuat umat islam bingung, terutama mereka yang masih awam. Lalu siapa pengikut salaf sebenarnya? Apakah kelompok yang konsisten menapak jejak salaf ataukah kelompok yang hanya menggunakan nama  salafi?.
Tulisan ini mencoba menjawab kebingungan di atas dan menguak siapa pengikut salaf sebenarnya. Istilah salafi berasal dari kata salaf yang berarti terdahulu. Menurut ahlussunnah yang dimaksud salaf adalah para ulama’ empat madzhab dan ulama sebelumnya yang kapasitas ilmu dan amalnya tidak diragukan lagi dan mempunyai sanad (mata rantai keilmuan) sampai pada Nabi SAW. Namun belakangan  muncul sekelompok orang yang melabeli diri dengan
nama salafi dan aktif memakai nama tersebut pada buku-bukunya.
Kelompok yang berslogan “kembali” pada Al Qur’an dan sunnah tersebut mengaku merujuk langsung kepada para sahabat yang hidup pada masa Nabi SAW, tanpa harus melewati para ulama empat madzhab. Bahkan menurut sebagian mereka, diharamkan mengikuti madzhab tertentu.  Sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz dalam salah satu majalah di Arab Saudi, dia juga menyatakan tidak mengikuti madzhab Imam Ahmad bin Hanbal.Pernyataan di atas menimbulkan pertanyaan besar di kalangan umat islamyang berpikir obyektif. Sebab dalam catatan sejarah, ulama-ulama besar pendahulu mereka adalah penganut madzhab Imam Ahmad bin Hanbal. Sebut saja Syekh Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Rajab, Ibnu Abdil Hadi, Ibnu Qatadah, kemudian juga menyusul setelahnya Al Zarkasyi, Mura’i, Ibnu Yusuf, Ibnu Habirah, Al Hajjawiy, Al Mardaway, Al Ba’ly, Al Buhti dan Ibnu Muflih. Serta yang terakhir Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab beserta anak-anaknya, juga mufti Muhammad bin Ibrahim, dan Ibnu Hamid. Semoga rahmat Allah atas mereka semua.
Ironis sekali memang, apakah berarti Imam Ahmad bin Hanbal dan para imam lainnya tidak berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah? Sehingga kelompok ini tidak perlu mengikuti para pendahulunya dalam bermadzhab?. Apabila mereka sudah mengesampingkan kewajiban bermadzhab dan tidak mengikuti para salafnya, layakkah mereka menyatakan dirinya salafy?
Aksi Manipulasi Mereka Terhadap Ilmu Pengetahuan
Belum lagi aksi manipulasi mereka terhadap ilmu pengetahuan. Mereka memalsukan sebagian dari kitab kitab karya ulama’ salaf. Sebagai contoh, kitab Al Adzkar  karya Imam Nawawi cetakan Darul Huda, Riyadh, 1409 H, yang ditahqiq oleh Abdul Qadir Asy Syami. Pada halaman 295, pasal tentang ziarah ke makam Nabi SAW, dirubah judulnya menjadi pasal tentang ziarah ke masjid Nabi SAW. Beberapa baris di awal dan akhir pasal itu juga dihapus. Tak cukup itu, mereka juga dengan sengaja menghilangkan kisah tentang Al Utbiy yang diceritakan Imam Nawawi dalam kitab tersebut. Untuk diketahui, Al Utbiy (guru Imam Syafi’i) pernah menyaksikan seorang arab pedalaman berziarah dan bertawassul kepada Nabi SAW.
Kemudian Al Utbiy bermimpi bertemu Nabi SAW, dalam mimpinya Nabi menyuruh memberitahukan pada orang dusun tersebut bahwa ia diampuni Allah berkat ziarah dan tawassulnya. Imam Nawawi juga menceritakan kisah ini dalam kitab Majmu’ dan Mughni.
Pemalsuan juga mereka lakukan terhadap kitab Hasyiah Shawi atas Tafsir Jalalain dengan membuang bagian-bagian yang tidak cocok dengan pandangannya. Hal itu mereka lakukan pula terhadap kitab Hasyiah Ibn Abidin dalam madzhab Hanafi dengan menghilangkan pasal khusus yang menceritakan para wali, abdal dan orang-orang sholeh.
Ibnu Taymiyah Vs Wahhaby
Parahnya, kitab karya Ibnu Taimiyah yang dianggap sakral juga tak luput dari aksi mereka. Pada penerbitan terakhir kumpulan fatwa Syekh Ibnu Taimiyah, mereka membuang juz 10 yang berisi tentang ilmu suluk dan tasawwuf. (Alhamdulilah, penulis memiliki cetakan  lama) Bukankah ini semua perbuatan dzalim? Mereka jelas-jelas melanggar hak cipta karya intelektual para pengarang dan melecehkan karya-karya monumental yang sangat bernilai dalam dunia islam. Lebih dari itu, tindakan ini juga merupakan pengaburan fakta dan ketidakjujuran terhadap dunia ilmu pengetahuan yang menjunjung tinggi sikap transparansi dan obyektivitas.
Mengikuti salaf?
Berikut ini beberapa hal yang berkaitan dengan masalah tasawwuf, maulid, talqin mayyit, ziarah dan lain-lain yang terdapat dalam kitab-kitab para ulama pendahulu wahhabi. Ironisnya, sikap mereka sekarang justru bertolak belakang dengan pendapat ulama mereka sendiri.
Pertama, ibnu taimiyah dan imam 4 madzab dukung tasawuf.
Dalam kumpulan fatwa jilid 10 hal 507 Syekh Ibnu Taimiyah berkata, “Para imam sufi dan para syekh yang dulu dikenal luas, seperti Imam Juneid bin Muhammad beserta pengikutnya, Syekh Abdul Qadir al-Jailani serta lainnya, adalah orang-orang yang paling teguh dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Syekh Abdul Qadir al-Jailani, kalam-kalamnya secara keseluruhan berisi anjuran untuk mengikuti ajaran syariat dan menjauhi larangan serta bersabar menerima takdir Allah.
Dalam “Madarijus salikin” hal. 307 jilid 2 Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Agama secara menyeluruh adalah akhlak, barang siapa melebihi dirimu dalam akhlak, berarti ia melebihi dirimu dalam agama. Demikian pula tasawuf, Imam al Kattani berkata, “Tasawwuf adalah akhlak, barangsiapa melebihi dirimu dalam akhlak berarti ia melebihi dirimu dalam tasawwuf.”
Muhammad bin Abdul Wahhab berkata dalam kitab Fatawa wa Rosail hal. 31 masalah kelima. “Ketahuilah -mudah-mudahan Allah memberimu petunjuk – Sesungguhnya Allah SWT mengutus Nabi Muhammad dengan petunjuk berupa ilmu yang bermanfaat dan agama yang benar berupa amal shaleh. Orang yang dinisbatkan kepada agama Islam, sebagian dari mereka ada yang memfokuskan diri pada ilmu dan fiqih dan sebagian lainnya memfokuskan diri pada ibadah dan mengharap akhirat seperti orang-orang sufi. Maka sebenarnya Allah telah mengutus Nabi-Nya dengan agama yang meliputi dua kategori ini (Fiqh dan tasawwuf)”. Demikianlah penegasan Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab bahwa ajaran tasawuf bersumber dari Nabi SAW.
Kedua, Ibnu taymiyah iktiraf mengenai pembacaan maulid.
Dalam kitab Iqtidha’ Sirathil Mustaqim “Di dalam kitab beliau, Iqtidha’ as-Shiratil Mustaqim, cetakan Darul Hadis, halaman 266, Ibnu Taimiyah berkata, Begitu juga apa yang dilakukan oleh sebahagian manusia samada menyaingi orang Nasrani pada kelahiran Isa عليه السلام, ataupun kecintaan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم  dan mengagungkan baginda, dan Allah mengurniakan pahala kepada mereka atas kecintaan dan ijtihad ini…” Seterusnya beliau nyatakan lagi : “Ia tidak dilakukan oleh salaf, tetapi ada sebab baginya, dan tiada larangan daripadanya.”
Kita pula tidak mengadakan maulid melainkan seperti apa yang dikatakan oleh Ibn Taimiyah sebagai:“Kecintaan kepada Nabi dan mengagungkan baginda.”

Ketiga, Ibnu taymiyah dan imam madzab iktiraf sampainya hadiah pahala
Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa barang siapa  mengingkari sampainya amalan orang hidup pada orang yang meninggal maka ia termasuk ahli bid’ah. Dalam Majmu’ fatawa juz 24 hal306 ia menyatakan, “Para imam telah sepakat bahwa mayit bisa mendapat manfaat dari hadiah pahala orang lain. Ini termasuk hal yang pasti diketahui dalam agama islam dan telah ditunjukkan dengan dalil kitab, sunnah dan ijma’ (konsensus ulama’). Barang siapa menentang hal tersebut maka ia termasuk ahli bid’ah”.
Lebih lanjut pada juz 24 hal 366 Ibnu Taimiyah menafsirkan firman Allah “dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS an-Najm [53]: 39) ia menjelaskan, Allah tidak menyatakan bahwa seseorang tidak bisa mendapat manfaat dari orang lain, Namun Allah berfirman, seseorang
hanya berhak atas hasil usahanya sendiri. Sedangkan hasil usaha orang lain adalah hak orang lain. Namum demikian ia bisa memiliki harta orang lain apabila dihadiahkan kepadanya.
Begitu pula pahala, apabila dihadiahkan kepada si mayyit maka ia berhak menerimanya seperti dalam solat jenazah dan doa di kubur. Dengan demikian si mayit berhak atas pahala yang dihadiahkan oleh kaum muslimin, baik kerabat maupun orang lain”
Dalam kitab Ar-Ruh hal 153-186 Ibnul Qayyim membenarkan sampainya pahala kepada orang yang telah meninggal. Bahkan tak tangung-tanggung Ibnul Qayyim menerangkan secara panjang lebar sebanyak 33 halaman tentang hal tersebut.
Keempat, masalah talqin.
Dalam kumpulan fatwa juz 24 halaman 299 Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa sebagian sahabat Nabi SAW melaksanakan talqin mayit, seperti Abu Umamah Albahili, Watsilah bin al-Asqa’ dan lainnya. Sebagian pengikut imam Ahmad menghukuminya sunnah. Yang benar, talqin hukumnya boleh dan bukan merupakan sunnah. (Ibnu Taimiyah tidak menyebutnya bid’ah)
Dalam kitab AhkamTamannil Maut Muhammad bin Abdul Wahhab juga meriwayatkan hadis tentang talqin dari Imam Thabrani dalam kitab Al Kabir dari Abu Umamah.
Kelima, tentang ziarah ke makam Nabi SAW.
Dalam qasidah Nuniyyah (bait ke 4058) Ibnul Qayyim menyatakan bahwa ziarah ke makam Nabi SAW adalah salah satu ibadah yang paling utama “Diantara amalan yang paling utama dalah ziarah ini. Kelak menghasilkan pahala melimpah di timbangan amal pada hari kiamat”.
Sebelumnya ia mengajarkan tata cara ziarah (bait ke 4046-4057). Diantaranya, peziarah hendaklah memulai dengan sholat dua rakaat di masjid Nabawi. Lalu memasuki makam dengan sikap penuh hormat dan takdzim, tertunduk diliputi kewibawaan sang Nabi. Bahkan ia
menggambarkan pengagungan tersebut dengan kalimat “Kita menuju makam Nabi SAW yang mulia sekalipun harus berjalan dengan kelopak mata (bait 4048).
Hal ini sangat kontradiksi dengan pemandangan sekarang. Suasana khusyu’ dan khidmat di makam Nabi SAW kini berubah menjadi seram. Orang-orang bayaran wahhabi dengan congkaknya membelakangi makam Nabi yang mulia. Mata mereka memelototi peziarah dan membentak-bentak mereka yang sedang bertawassul kepada beliau SAW dengan tuduhan syirik dan bid’ah. Tidakkah mereka menghormati jasad makhluk termulia di semesta ini..?  Tidakkah mereka ingat firman Allah “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara  keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap  yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. “Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS Al Hujarat, 49: 2-3).
Ke enam , Ibnu taymiyah dukung amalan nisfu syaban
IBNU TAIMIYAH MENGKHUSUSKAN AMALAN SOLAT PADA NISFU SYA’BAN & MEMUJINYA
Berkata Ibnu Taimiyah dalam kitabnya berjudul Majmuk Fatawa pada jilid 24 mukasurat 131 mengenai amalan Nisfu Sya’ban teksnya:
إذا صلَّى الإنسان ليلة النصف وحده أو في جماعة خاصة كما كان يفعل طوائف من المسلمين فهو: حَسَنْ
Ertinya: ” Apabila seorang itu menunaikan solat pada malam Nisfu Sya’ban secara individu atau berjemaah secara KHUSUS sepertimana yang dilakukan oleh sebilangan masyarakat Islam maka ianya adalah BAIK “.
IBNU TAIMIYAH MENGKHUSUSKAN AMALAN SOLAT NISFU SYA’BAN KERANA ADA HADITH MEMULIAKANNYA
Berkata Ibnu Taimiyah pada kitab Majmuk Fatawa jilid 24 juga pada mukasurat seterusnya 132 teksnya:
وأما ليلة النصف – من شعبان – فقد رُوي في فضلها أحاديث وآثار ، ونُقل عن طائفة من السلف أنهم كانوا يصلون فيها، فصلاة الرجل فيها وحده قد تقدمه فيه سلف وله فيه حجة (( فلا ينكر مثل هذا )) ، أما الصلاة جماعة فهذا مبني على قاعدة عامة في الاجتماع على الطاعات والعبادات
Terjemahan kata Ibnu Taimiyah di atas:
” Berkenaan malam Nisfu Sya’ban maka telah diriwayatkan mengenai kemulian dan kelebihan Nisfu Sya’ban dengan hadith-hadith dan athar, dinukilkan dari golongan AL-SALAF (bukan wahhabi) bahawa mereka menunaikan solat khas pada malan Nisfu Sya’ban, solatnya seseorang pada malam itu secara berseorangan sebenarnya telahpun dilakukan oleh ulama Al-Salaf dan dalam perkara tersebut TERDAPAT HUJJAH maka jangan diingkari, manakala solat secara jemaah (pd mlm nisfu sya’ban) adalah dibina atas hujah kaedah am pada berkumpulnya manusia dalam melakukan amalan ketaatan dan ibadat” .
IBNU TAIMIYAH MENGALAKKAN KITA MENGIKUT AS-SALAF YANG MENGKHUSUSKAN AMALAN PADA NISFU SYA’BAN
Berkata Ibnu Taimiyah dalam kitabnya berjudul Iqtido’ As-sirot Al-Mustaqim pada mukasurat 266 teksnya:
ليلة النصف مِن شعبان. فقد روي في فضلها من الأحاديث المرفوعة والآثار ما يقتضي: أنها ليلة مُفضَّلة. وأنَّ مِن السَّلف مَن كان يَخُصّها بالصَّلاة فيها، وصوم شهر شعبان قد جاءت فيه أحاديث صحيحة. ومِن العلماء من السلف، من أهل المدينة وغيرهم من الخلف: مَن أنكر فضلها ، وطعن في الأحاديث الواردة فيها، كحديث:[إن الله يغفر فيها لأكثر من عدد شعر غنم بني كلب] وقال: لا فرق بينها وبين غيرها. لكن الذي عليه كثيرٌ مِن أهل العلم ؛ أو أكثرهم من أصحابنا وغيرهم: على تفضيلها ، وعليه يدل نص أحمد – ابن حنبل من أئمة السلف – ، لتعدد الأحاديث الواردة فيها، وما يصدق ذلك من الآثار السلفيَّة، وقد روي بعض فضائلها في المسانيد والسنن
Terjemahan kata Ibnu Taimiyah di atas:
((” Malam Nisfu Sya’ban. Telah diriwayatkan mengenai kemuliannya dari hadith-hadith Nabi dan kenyataan para Sahabat yang menjelaskan bahawa ianya adalah MALAM YANG MULIA dan dikalangan ulama As-Salaf yang MENGKHUSUSKAN MALAM NISFU SYA’BAN DENGAN MELAKUKAN SOLAT KHAS PADANYA dan berpuasa bulan Sya’ban pula ada hadith yang sahih. Ada dikalangan salaf, sebahagian ahli madinah dan selain mereka sebahagian dikalangan khalaf yang mengingkarinya kemuliannya dan menyanggah hadith-hadith yang diwaridkan padanya seperti hadith
‘Sesungguhnya Allah mengampuni padanya lebih banyak dari bilangan bulu kambing bani kalb’ katanya mereka tiada beza dengan itu dengan selainnya, AKAN TETAPI DI SISI KEBANYAKAN ULAMA AHLI ILMU ATAU KEBANYAKAN ULAMA MAZHAB KAMI DAN ULAMA LAIN ADALAH MEMULIAKAN MALAM NISFU SYA’BAN, DAN DEMIKIAN JUGA ADALAH KENYATAAN IMAM AHMAD BIN HAMBAL DARI ULAMA AS-SALAF kerana terlalu banyak hadith yang dinyatakan mengenai kemulian Nisfu Sya’ban, begitu juga hal ini benar dari kenyataan dan kesan-kesan ulama As-Salaf, dan telah dinyatakan kemulian Nisfu Sya’ban dalam banyak kitab hadith Musnad dan Sunan “)).
Tamat kenyataan Ibnu Taimiyah dalam kitabnya berjudul Iqtido’ As-sirot Al-Mustaqim pada mukasurat 266.
Ke tujuh,  Ibnu Taymiyah Bertobat dari aqidah sesat
Syeikhul Islam Imam Al-Hafiz As-Syeikh Ibnu Hajar Al-Asqolany yang hebat dalam ilmu hadith dan merupakan ulama hadith yang siqah dan pakar dalam segala ilmu hadith dan merupakan pengarang kitab syarah kepada Sohih Bukhari berjudul Fathul Bari beliau telah menyatakan kisah taubat Ibnu taimiah ini serta tidak menafikan kesahihannya dan ianya diakui olehnya sendiri dalam kitab beliau berjudul Ad-Durar Al-Kaminah Fi ‘ayan Al-Miaah As-Saminah yang disahihkan kewujudan kitabnya oleh ulama-ulama Wahhabi. Kenyatan bertaubatnya Ibnu Taimiah dari akidah sesat tersebut juga telah dinyatakan oleh seorang ulama sezaman dengan Ibnu Taimiah iaitu Imam As-Syeikh Syihabud Din An-Nuwairy wafat 733H. (Imam Ibnu Hajar Al-Asqolany,kitab : Ad-Durar Al-Kaminah Fi “ayan Al-Miaah As-Saminah cetakan 1414H Dar Al-Jiel juzuk 1 m/s 148, dan Imam As-Syeikh Syihabuddin An-Nuwairy wafat 733H :cetakan Dar Al-Kutub Al-Misriyyah juzuk 32 m/s 115-116 dalam kitab berjudul Nihayah Al-Arab Fi Funun Al-Adab )
Ke delapan , Ibnu Taimiyah Memuji Golongan Islam AL-ASYA’IRAH Manakala Semua Wahhabi Pula Mengkafirkan Al-Asya’irah
Berkata Syeikhul IslamWahhabi Ahmad Bin Taimiyah Al-Harrani mengenai golongan Islam iaitu Al-Asya’irah (teksnya):
” Manakala sesiapa yang melaknat ulama-ulama Al-Asya’irah maka si pelaknat itu hendaklah dihukum ta’zir dan kembali laknat itu kepada sesiapa yang melaknat Al-Asyairah juga sesiapa yang melaknat orang yang bukan ahli untuk dilaknat maka dialah yang perlu dilaknat, ulama adalah pendukong cabangan agama dan AL-ASYA’IRAH PULA ADALAH PENDUKONG DAN PEJUANG ASAS AGAMA ISLAM“.
Demikan kenyataan Ibnu Taimiyah mengenai Al-Asya’irah.
Teks Ibnu Taimiyah tersebut in arabic dalam kitabnya berjudul Majmuk Fatawa pada juzuk 4 mukasurat12:
وأما لعن العلماء لأئمة الأشعرية فمن لعنهم عزر. وعادت اللعنة عليه فمن لعن من ليس أهلاً للعنة وقعت اللعنة عليه. والعلماء أنصار فروع الدين، والأشعرية أنصار أصول الدين
Ke sembilan: Wahaby mensyariatkan Shalat Sunnah Tarawih 8 rekaat, padahal tidak ada satupun Imam Madzab Sunni yang mensyariatkan.
Pendapat jumhur ahlusunnah : mazhab Hanafi, Syafi’e dan Hanbali: 20 rakaat (selain Sholat Witir) berdasarkan ijtihad Sayyiduna Umar bin Khattab. Menurut mazhab Maliki: 36 rakaat berdasarkan ijtihad Khalifah Umar bin Abd al-Aziz. Bahkan Ibnu taymiyah dan ibnu qayyim pun berpendapat bahwa shalat tarawih 20 rekaat.
Sholat Qiyam Ramadhan (sholat pada malam bulan Ramadhan) dinamakan Sholat Tarawih kerana sholat ini panjang dan banyak rakaatnya. Jadi, orang yang mendirikannya perlu berehat. Rehat ini dilakukan selepas mendirikan setiap 4 rakaat, kemudian mereka meneruskannya kembali (sehingga 20 rakaat). Sebab itulah ia dipanggil Sholat Tarawih[4].
Ibn Manzhur menyebutkan di dalam Lisan al-Arab: “ اَلتَّرَاوِيحُ “ adalah jama’ (plural) “ تَرْوِيحَةٌ “, yang bermaksud “sekali istirehat”, seperti juga “ تَسْلِيمَةٌ “ yang bermaksud “sekali salam”. Dan perkataan “Tarawih” yang berlaku pada bulan Ramadhan dinamakan begitu kerana orang akan beristirehat selepas mendirikan 4 rakaat[5].
Menurut pendapat jumhur iaitu mazhab Hanafi, Syafi’e dan Hanbali: 20 rakaat (selain Sholat Witir) berdasarkan ijtihad Sayyiduna Umar bin Khattab. Menurut mazhab Maliki: 36 rakaat berdasarkan ijtihad Khalifah Umar bin Abd al-Aziz. Imam Malik dalam beberapa riwayat memfatwakan 39 rakaat[6]. Walau bagaimana pun, pendapat yang masyhur ialah mengikut pendapat jumhur.
Ke sepuluh : Ibnu Taymiyah dan Imam 4 madzab fatwakan khamr NAJIS
Data-data di atas adalah sekelumit dari hasil penelitian obyektif pada kitab-kitab mereka sendiri, sekedar wacana bagi siapa saja yang ingin mencari kebenaran. Mudah mudahan dengan mengetahui tulisan-tulisan pendahulunya, mereka lebih bersikap arif dan tidak arogan dalam menilai kelompok lain.  (Ibnu KhariQ)
Referensi
– Majmu’ fatawa Ibn Taimiyah
– Qasidah Nuniyyah karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah
– Iqtidha’ Shirathil Mustaqim karya Ibn Taimiyah cet. Darul Fikr
– Ar-Ruh karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, cet I Darul Fikr 2003
– Ahkam Tamannil Maut karya Muhammad bin Abdul Wahhab, cet. Maktabah
Saudiyah Riyadh  Nasihat li ikhwanina ulama Najd karya Yusuf Hasyim
Ar-Rifa’i
Diambil dari rubrik Ibrah, Majalah Dakwah Cahaya Nabawiy Edisi 60 Th. IV Rabi’ul Awwal 1429 H / April 2008 M
dengan tambahan dari admin salafy tobat.
Lampiran-lampiran :
Lampiran ini ada 7 bagian :
1. Bukti wahaby ubah dan palsukan kitab ulama
2. Bukti wahaby palsukan kitab al-adzkar imam nawawi
3. Ibnu taymiyah : hadiah dzikir dan bacaan alqur’an pada mayyit sampai
4. Pemalsuan diwan syafei oleh website wahaby (almeyskat .com)
5. Ibnu taymiyah bertobat dari aqidah tajsim
6. Ibnu taymiyah Galakkan amalan maulid Nabi

7. Ibnu Taymiyah Fatwakan Khamr Najis
8. Ibnu taymiyah galakan talkin mayyit

9. Ibnu taymiyah galakan amalan nisfu sa’ban manakala wahaby mengkafirkannya
10. Ibnu taymiyah memuji kaidah aqidah asya’irah dalam salah satu jilid kitab
Majmu fatawa Ibnu taymiyah
11. Ibnu Taymiyah Taubat dari aqidah tajsim “Tuhan Duduk dan bertempat”
12. Ibnu Taymiyah dan imam hanafy, ahmad, syafii fatwakan Shalat tarawih 20 rekaat (selain witir)
dan imam maliki fatwakan shalat tarawih 36 rekaat (selain witir).

1). WAHHABI PALSUKAN & UBAH KITAB TAFSIR ULAMA
Disusun oleh: Abu Syafiq Al-Asy’ary 012-28505 78

 
 
DI ATAS ADALAH COVER BAGI KITAB “HASYIYAH AL-ALLAMAH AS-SOWI ALA TAFSIR JALALAIN”
KARANGAN SYEIKH AHMAD BIN MUHAMMAD AS-SOWI ALMALIKY MENINGGAL 1241H. YANG TELAH  DIPALSUKAN OLEH WAHHABI.CETAKAN DAR KUTUB ILMIAH PADA TAHUN 1420H IAITU SELEPAS CETAKAN YANG ASAL TELAH PUN DIKELUARKAN PADA TAHUN 1419H.
INI ISU KANDUNGAN DALAM KITAB YANG TELAH DIPALSUKAN:

 
 
ISI KITAB DI ATAS YANG TELAH DIPALSUKAN & TIDAK BERSANDARKAN PADA NASKHAH YANG ASAL DAN DIUBAH PELBAGAI  ISI KANDUNGAN ANTARANYA PENGARANG KITAB TELAH MENYATAKAN WAHHABI ADALAH KHAWARIJ KERANA  MENGHALALKAN DARAH UMAT ISLAM TANPA HAK. TETAPI DIPALSUKAN OLEH WAHHABI LANTAS DIBUANG KENYATAAN TERSEBUT. INI MERUPAKAN KETIDAK ADANYA AMANAH DALAM ILMU AGAMA DISISI KESEMUA PUAK WAHHABI. NAH…! INILAH KITAB TAFSIR TERSEBUT YANG ORIGINAL LAGI ASAL:
DI ATAS INI ADALAH COVER KITAB SYARHAN TAFSIR ALQURAN BERJUDUL
“HASYIYAH AL-ALLAMAH AS-SOWI ALA TAFSIR JALALAIN”.KARANGAN SYEIKH AHMAD BIN MUHAMMAD AS-SOWI ALMALIKY
MENINGGAL 1241H.CETAKAN INI ADALAH CETAKAN YANG BERSANDARKAN PADA NASKHAH KITAB TERSEBUT YANG ASAL.
DICETAK OLEH DAR IHYA TURATH AL-’ARABY. PERHATIKAN PADA BAHAGIAN BAWAH SEBELUM NAMA TEMPAT CETAKAN
TERTERA IANYA ADALAH CETAKAN YANG BERPANDUKAN PADA ASAL KITAB.CETAKAN PERTAMA PADA TAHUN 1419H
IAITU SETAHUN SEBELUM KITAB TERSEBUT DIPALSUKAN OLEH WAHHABI. INI ISI KANDUNGAN DALAM KITAB
TERSEBUT PADA JUZUK 5 MUKASURAT 78:
 
 
 
DI ATAS INI ADALAH KENYATAAN SYEIKH AS-SOWI DARI KITAB ASAL MENGENAI WAHHABI DAN BELIAU MENYIFATKAN
WAHHABI SEBAGAI KHAWARIJ YANG TERBIT DI TANAH HIJAZ. BELIAU MENOLAK WAHHABI BAHKAN MENYATAKAN
WAHHABI SEBAGAI SYAITAN KERANA MENGHALALKAN DARAH UMAT ISLAM, MEMBUNUH UMAT ISLAM DAN MERAMPAS
SERTA MENGHALALKAN RAMPASAN HARTA TERHADAP UMAT ISLAM.LIHAT PADA LINE YANG TELAH DIMERAHKAN.
Inilah Wahhabi. Bila ulama membuka pekung kejahatan mereka Wahhabi akan bertindak ganas
terhadap kitab-kitab ulama Islam. Awas..sudah terlalu banyak kitab ulama Islam dipalsukan oleh
Wahhabi kerana tidak sependapat dengan mereka. Semoga Allah memberi hidayah kepada Wahhabi dan
menetapkan iman orang Islam.
2). BUKTI KESEMUA SANG WAHHABI PENGKHIANAT KITAB AGAMA

Peluh yang mengalir, keringat menadah usaha pergi menuntut mutiara ilmu tidak akan kecapi
serinya sekiranya apa yang dipelajari penuh dengan pengkhianatan dan hilang keaslianya.
Penipu…!!! Pembohong lagi sang penukar isi kandungan kitab-kitab ulama merupakan pengkhianat
dan penjenayah yang wajib dihumban ke pintu-pintu neraka dunia ( jail )… Pengkhianat tersebut
wataknya tidak asing lagi iaitu hero sekalian hero Iblis Syaiton yang celaka iaitu
Wahhabi Dajjal…!… Demikian kata-kata yang terkeluar daripada seorang penuntut ilmu agama
yang ikhlas apabila mengetahui kebanyakan isi kandungan kitab-kitab agama telah diubah,
ditukar dan diputar belit tanpa amanah oleh sang Pengkhianat Wahhabi. BUKTINYA….
Dalam ratusan kitab ulama Islam antaranya yang telah di ubah oleh Sang Wahhabi adalah:
(Rujuk kenyataan kitab yang telah di scan di atas)
1- Kitab berjudul Al-Azkar karangan Imam Nawawi cetakan Dar Al-Huda di RIYADH SAUDI ARABIA
Tahun 1409H Sang Wahhabi mengubah tajuk yang asalnya ditulis oleh Imam Nawawi adalah
FASAL PADA MENZIARAHI KUBUR RASUL SOLLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM wahhabi menukar kepada
FASAL PADA MENZIARAHI MASJID RASULULLAH. Lihat perubahan yang amat ketara Wahhabi menukar
pada tajuk besar dalam kitab tersebut dan juga isi kandungannya dibuang dan diubah. Mungkin bagi
kanak-kanak hingus Wahhabi akan mengatakan.. “alaa..apa sangat tukarnya…sket jek”.
Saya ( Abu Syafiq ) katakan. Haza ‘indallahi ‘azhim. Perubahan yang dilakukan oleh sang Wahhabi
adalah amat menyimpang disebaliknya motif dan agenda tertentu mengkafirkan umat Islam yang
menziarahi maqam Nabi. Ditambah lagi isi kandungan dalam FASAL tersebut turut dihilangkan
dan dibuang dari kitab tersebut dan kisah ‘Utby turut dihapuskan dalam FASAL tersebut.
Beginilah jadinya apabila kitab-kitab agama yang diterbitkan oleh tangan-tangan Wahhabi
yang tidak amanah…pengkhianat agama Allah! Mereka turut menukar dan berubah kenyataan fakta
dalam kitab Hasyiyah As-Syowy ‘Ala Tafsir Jalalain. Dan Sang Wahhabi turut membuang kenyataan
pada FASAL yang khas dalam kitab Hasyiyah Ibnu ‘Abidin As-Syamy. Ini hanya secebis pengkhianatan
sang Wahhabi merubah kesemua kitab-kitab agama mengikut hawa nafsu Yahudi mereka. Cara yang sama
turut dilakukan oleh Wahhabi sekarang demi membangkitkan lagi fitnah dalam masyarakat Islam.
Akan datang…pembongkaran ilmiah.. Wahhabi ubah ayat Al-Quran dan Hadith dalam Sohih Bukhari…
nantikan bahawa SYIAH DAN WAHHABI ADALAH SEKUFU.
3. WAHHABI KAFIRKAN TAHLIL&ZIKIR, Ibnu Taimiah Mengharuskan&Menggalakkannya Pula
BUKTI WAHHABI MENGKAFIRKAN AMALAN TAHLIL DAN ZIKIR MANAKALA IBNU TAIMIAH MENGALAKKAN PULA.
DI ATAS ADALAH KITAB IBNU TAIMIAH BERJUDUL MAJMUK FATAWA JILID 24 PADA MUKASURAT 324.
DI ATAS ADALAH KITAB IBNU TAIMIAH BERJUDUL MAJMUK FATAWA JILID 24 PADA MUKASURAT 324.
IBNU TAIMIAH DITANYA MENGENAI SESEORANG YANG BERTAHLIL, BERTASBIH,BERTAHMID,BERTAKBIR
DAN MENYAMPAIKAN PAHALA TERSEBUT KEPADA SIMAYAT MUSLIM LANTAS IBNU TAIMIAH MENJAWAB AMALAN
TERSEBUT SAMPAI KEPADA SI MAYAT DAN JUGA TASBIH,TAKBIR DAN LAIN-LAIN ZIKIR SEKIRANYA DISAMPAIKAN
PAHALANYA KEPADA SI MAYAT MAKA IANYA SAMPAI DAN BAGUS SERTA BAIK.
Manakala Wahhabi menolak dan menkafirkan amalan ini.

DI ATAS PULA ADALAH KITAB IBNU TAMIAH BERJUDUL MAJMUK FATAWA JUZUK 24 PADA MUKASURAT 324.
IBNU TAIMIAH DI TANYA MENGENAI SEORANG YANG BERTAHLIL 70000 KALI DAN MENGHADIAHKAN KEPADA SI
MAYAT MUSLIM LANTAS IBNU TAIMIAH MENGATAKAN AMALAN ITU ADALAH AMAT MEMBERI MANAFAAT DAN AMAT
BAIK SERTA MULIA.
saya nukilkan dari kitab yang lain :
Ahmad bin Hambal dan para sahabat Syafi’i berpendapat bahwa hal itu sampai kepada si mayit.
Maka sebaiknya si pembaca setelah membacanya mengucapkan,”Ya Allah aku sampaikan seperti pahala
bacaanku ini kepada si fulan.”
Di dalam kitab “al Mughni” oleh Ibnu Qudamah disebutkan: Ahmad bin Hanbal mengatakan,
”Segala kebajikan akan sampai kepada si mayit berdasarkan nash-nash yang ada tentang itu,
karena kaum muslimin biasa berkumpul di setiap negeri kemudian membaca Al Qur’an dan menghadiahkannya
bagi orang yang mati ditengah-tengah mereka dan tidak ada yang menentangnya, hingga menjadi kespekatan.”
Tetapi amalan ini adalah amalan kufur disisi Wahhabi.
4). Bait Diwan Imam Syafe’i yang dihilangkan oleh wahabi ****
BAIT YANG HILANG DARI DIWAN IMAM SYAFI’I !
فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا * فإني و حـــق الله إيـــاك أنــــصح
فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى * وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح

Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan
juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.
Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu.

Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mahu menjalani tasawuf,
maka hatinya tidak dapat merasakan kelazatan takwa.
Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mahu mempelajari ilmu fiqih,
maka bagaimana bisa dia menjadi baik?
[Diwan Al-Imam Asy-Syafi’i, hal. 47]
TETAPI INI TIDAK MENOLAK PENTAKFIRAN ULAMA TERHADAP PEMBAWA AKIDAH TAJSIM. KERANA GOLONGAN MUJASSIMAH TERKENAL DENGAN AKIDAH YANG BERBOLAK-BALIK DAN AKIDAH YANG TIDAK TETAP DAN TIDAK TEGUH.HARAP FAHAM SECARA BENAR DAN TELITI. Oleh: abu_syafiq As-Salafy (012-285057 Assalamu3alaykum Ramai yang tidak mengkaji sejarah dan hanya menerima pendapat Ibnu Taimiah sekadardari bacaan kitabnya sahaja tanpa merangkumkan fakta sejarah dan kebenaran dengan telus dan ikhlas.
Dari sebab itu mereka (seperti Wahhabiyah) sekadar berpegang dengan akidah salah yang termaktub dalam tulisan Ibnu Taimiah khususnya dalam permasaalahan usul akidah berkaitan kewujudan Allah dan pemahaman ayat ” Ar-Rahman ^alal Arasy Istawa”. Dalam masa yang sama mereka jahil tentang khabar dan berita sebenar berdasarkan sejarah yang diakui oleh ulama dizaman atau yang lebih hampir dengan Ibnu Taimiah yang sudah pasti lebih mengenali Ibnu Taimiah daripada kita dan Wahhabiyah. Dengan kajian ini dapatlah kita memahami bahawa sebenarnya akidah Wahhabiyah antaranya :
1-Allah duduk di atas kursi.
2-Allah duduk dan berada di atas arasy.
3-Tempat bagi Allah adalah di atas arasy.
4-Berpegang dengan zohir(duduk) pada ayat “Ar-Rahman ^alal Arasy Istawa”.
5-Allah berada di langit.
6-Allah berada di tempat atas.
7-Allah bercakap dengan suara.
8-Allah turun naik dari tempat ke tempat dan selainnya daripada akidah kufur sebenarnya Ibnu Taimiah

telah bertaubat daripada akidah sesat tersebut dengan mengucap dua kalimah syahadah serta mengaku sebagai pengikut Asyairah dengan katanya “saya golongan Asy’ary”. (Malangnya Wahhabi mengkafirkan golongan Asyairah, lihat buktinya :

Syeikhul Islam Imam Al-Hafiz As-Syeikh Ibnu Hajar Al-Asqolany yang hebat dalam ilmu hadith dan merupakan ulama hadith yang siqah dan pakar dalam segala ilmu hadith dan merupakan pengarang kitab syarah kepada Sohih Bukhari berjudul Fathul Bari beliau telah menyatakan kisah taubat Ibnu taimiah ini serta tidak menafikan kesahihannya dan ianya diakui olehnya sendiri dalam kitab beliau berjudul Ad-Durar Al-Kaminah Fi ‘ayan Al-Miaah As-Saminah yang disahihkan kewujudan kitabnya oleh ulama-ulama Wahhabi juga termasuk kanak-kanak Wahhabi di Malaysia ( Mohd Asri Zainul Abidin).
Kenyatan bertaubatnya Ibnu Taimiah dari akidah sesat tersebut juga telah dinyatakan oleh seorang ulamasezaman dengan Ibnu Taimiah iaitu Imam As-Syeikh Syihabud Din An-Nuwairy wafat 733H. Ini penjelasannya :

Berkata Imam Ibnu Hajar Al-Asqolany dalam kitabnya berjudul Ad-Durar Al-Kaminah Fi “ayan Al-Miaah As-Saminah cetakan 1414H Dar Al-Jiel juzuk 1 m/s 148 dan Imam As-Syeikh Syihabuddin An-Nuwairy wafat 733H cetakan Dar Al-Kutub Al-Misriyyah juzuk 32 m/s 115-116 dalam kitab berjudul Nihayah Al-Arab Fi Funun Al-Adab nasnya:
وأما تقي الدين فإنه
استمر في الجب بقلعة الجبل إلى أن وصل الأمير حسام الدين مهنا إلى الأبواب السلطانية في شهر ربيع الأول سنة سبع وسبعمائة ، فسأل السلطان في أمره وشفع فيه ، فأمر بإخراجه ، فأخرج في يوم الجمعة الثالث والعشرين من الشهر وأحضر إلى دار النيابة بقلعة الجبل ، وحصل بحث مع الفقهاء ، ثم اجتمع جماعة من أعيان العلماء ولم تحضره القضاة ، وذلك لمرض قاضي القضاة زين الدين المالكي ، ولم يحضر غيره من القضاة ، وحصل البحث ، وكتب خطه ووقع الإشهاد عليه وكتب بصورة المجلس مكتوب مضمونه : بسم الله الرحمن الرحيم شهد من يضع خطه آخره أنه لما عقد مجلس لتقي الدين أحمد بن تيمية الحراني الحنبلي بحضرة المقر الأشرف العالي المولوي الأميري الكبيري العالمي العادلي السيفي ملك الأمراء سلار الملكي الناصري نائب السلطنة المعظمة أسبغ الله ظله ، وحضر فيه جماعة من السادة العلماء الفضلاء أهل الفتيا بالديار المصرية بسبب ما نقل عنه ووجد بخطه الذي عرف به قبل ذلك من الأمور المتعلقة باعتقاده أن الله تعالى يتكلم بصوت ، وأن الاستواء على حقيقته ، وغير ذلك مما هو مخالف لأهل الحق ، انتهى المجلس بعد أن جرت فيه مباحث معه ليرجع عن اعتقاده في ذلك ، إلى أن قال بحضرة شهود : ( أنا أشعري ) ورفع كتاب الأشعرية على رأسه ، وأشهد عليه بما كتب خطا وصورته : (( الحمد لله ، الذي أعتقده أن القرآن معنى قائم بذات الله ، وهو صفة من صفات ذاته القديمة الأزلية ، وهو غير مخلوق ، وليس بحرف ولا صوت ، كتبه أحمد بن تيمية . والذي أعتقده من قوله : ( الرحمن على العرش استوى ) أنه على ما قاله الجماعة ، أنه ليس على حقيقته وظاهره ، ولا أعلم كنه المراد منه ، بل لا يعلم ذلك إلا الله تعالى ، كتبه أحمد بن تيمية . والقول في النزول كالقول في الاستواء ، أقول فيه ما أقول فيه ، ولا أعلم كنه المراد به بل لا يعلم ذلك إلا الله تعالى ، وليس على حقيقته وظاهره ، كتبه أحمد بن تيمية ، وذلك في يوم الأحد خامس عشرين شهر ربيع الأول سنة سبع وسبعمائة )) هذا صورة ما كتبه بخطه ، وأشهد عليه أيضا أنه تاب إلى الله تعالى مما ينافي هذا الاعتقاد في المسائل الأربع المذكورة بخطه ، وتلفظ بالشهادتين المعظمتين ، وأشهد عليه بالطواعية والاختيار في ذلك كله بقلعة الجبل المحروسة من الديار المصرية حرسها الله تعالى بتاريخ يوم الأحد الخامس والعشرين من شهر ربيع الأول سنة سبع وسبعمائة ، وشهد عليه في هذا المحضر جماعة من الأعيان المقنتين والعدول ، وأفرج عنه واستقر بالقاهرة
Saya terjemahkan beberapa yang penting dari nas dan kenyataan tersebut:
1- ووجد بخطه الذي عرف به قبل ذلك من

الأمور المتعلقة باعتقاده أن الله تعالى يتكلم بصوت ،
وأن الاستواء على حقيقته ، وغير ذلك مما هو مخالف لأهل الحق
Terjemahannya: “Dan para ulama telah mendapati skrip yang telah ditulis oleh Ibnu Taimiah yang telahpun diakui akannya sebelum itu (akidah salah ibnu taimiah sebelum bertaubat) berkaitan dengan akidahnya bahawa Allah ta’ala berkata-kata dengan suara, dan Allah beristawa dengan erti yang hakiki (iaitu duduk) dan selain itu yang bertentangan dengan Ahl Haq (kebenaran)”.
Saya mengatakan : Ini adalah bukti dari para ulama islam di zaman Ibnu Taimiah bahawa dia berpegang dengan akidah yang salah sebelum bertaubat daripadanya antaranya Allah beristawa secara hakiki iaitu duduk. Golongan Wahhabiyah sehingga ke hari ini masih berakidah dengan akidah yang salah ini iaitu menganggap bahawa Istiwa Allah adalah hakiki termasuk Mohd Asri Zainul Abidin yang mengatakan istawa bermakna duduk cuma bagaimana bentuknya bagi Allah kita tak tahu. lihat dan dengar sendiri Asri sandarkan DUDUK bagi Allah di :

6). Ibnu taymiyah Pun Mendukung Maulid Nabi
7). Ibnu Taymiyah Fatwakan Khamr adalah Najis
Jumhur ulama, termasuk imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, dan Ahmad rahimahumullah)berpendapat bahwa khamr adalah najis. Dan ini dibenarkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Syaikh Muhammad abduh, yusuf Qardawi dan semua Ulama sunni…
dalam fiqh syafeiyah :

wadah itu kena hukum haram.
– wajib menyucikan diri darinya dan wajib mencuci pakaian atau badan yang terkena khamr.
untuk jelasnya :
Mari kita lihat tentang Bab Najis.

1. Dalam kitab “ihya ulumuddin” jilid I/458, Bab “Rahasia Bersuci”, Bagian pertama “tentang bersucidaripada najis”.
Segi pertama : Mengenai apa yang dihilangkan Yang dihilangkan adalah najis

Benda itu tiga : benda tidak bernyawa (jamaadat), hewan dan bahagian-bahagian daripada badan hewan. Adapun benda yang tidak bernyawa : maka semuanya suci selain khamr dan tiap-tiap yang berasal dari buah anggur kering yang memabukan.

Hewan itu semuanya suci, selain anjing, babi dan anak dari keduanya atau salah satu dari keduanya.
Apabila hewan itu mati, maka najis semuanya, kecuali lima : manusia, ikan, belalang, ulat buah-buahan.

Dan dipandang seperti itu, tiap-tiap makanan yang berubah.tiap-tiap yang tidak mempunyai darah yang mengalir, seperti lalat, lipas dan lain-lain, maka tidaklah najis air jatuhnya ke dalam air. (kitab “ihya ulumuddin” jilid I/458, Bab “Rahasia Bersuci”, Bagian pertama “tentang bersuci dari pada najis”, pustaka nasional, singapura, 1988)
2. Fiqh syafei, jilid I halaman 23, Bab Najis dan Tafsir Muhammad Abduh
(saya ringkas karena dalil dan penjelasannya sangat banyak)….
Najis ada tiga :
1. Najis Mughaladhah (najis yang tebal/berat) seperti anjing, babi, anak dari keduanya
2. Najis mukhaffafah, artinya najis yang ringan seperti kencing bayi yang belum makan (masih menyusu)
3. Najis mutawasittah, artinya najis yang pertengahan…(khamr masuk dibagian ini…)

Bagian 3. Najis mutawasittah, artinya najis yang pertengahan
Adapun najis mutawasittah terbagi menjadi dua, yaitu ainiyah (yang kelihatan mata) dan hukmiyah
(yang tidak kelihatan mata).Contoh Najis hukmiyah (yang tidak kelihatan) yaitu kencing (baul) orang dewasa yang sudah kering, yang salah satu sifatnya tidak didapati lagi. Maka cara mensucikannya cukuplah dengan melakukan (menumpahkan) air keatasnya sekali sahaja, wadah khamr yang sudah kering termasuk najis hukmiyah, cara menghilangkannya cukup menyiramkan air satu kali Sedang cara mensucikan najis ainiyah itu ialah dengan jalan membasuh yang menghilangkan sifat-sifat najis tersebut. Tetapi apabila keduanya bau dan warna itu masih tinggal belumlah dinamakan suci.
Adapun macam-macam najis mutawasittah itu ialah :
1. Kencing (baul) orang dewasa
2. ghaith (tahi), juga tahi burung, ikan, belalang, tau tahi binatang yang tak berdarah mengalir.
3. Darah
4. nanah
5.Muntah
6. Mazi
7.Madi
8. Mayat/bangkai (selain mayat belalang, ikan dan manusia)
9. Air luka
10. Susu binatang yang haram dimakan dagingnya kecuali susu manusia.
11. Daging yang dipotong selagi hidup.
12. Khamr (arak) atau minuman yang memabukan.
Khamr menurut imam syafei adalah najis berdasarkan ayat di bawah ini :
“sesungguhnya arak, judi, berhala dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan kotor

(keji : rijsun), ia termasuk pekerjaan setan, oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhinya”. (Al-maidah, ayat 90)
Berkata imam zujaj : “Rijis pada lughat, ialah nama bagi tiap apa yang kotor (keji) dari pekerjaanmaupun perbuatan. Dan sesungguhnya didalam al-qur’an disebutkan banyak ayat yang mengenai “najis” yang tidak ada tempat yang nyata padanya “kotoran menurut hissi (perasaan)”, hanya tersebut dalam
firman Allah : “Katakanlah wahai Muhammad SAW : Tidak aku peroleh pada yang diturunkan kepadaku sesuatu makananyang diharamkan atas orang yang memakannya, kecuali bangkai, darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya itu barang yang keji (najis : rijsun) atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. (Al- an’am ayat 145)(Tafsir Muhammad Abduh, juz 7 hal. 57)
Sedangkan menurut ahli usul : memakaikan satu kalimat untuk seluruh makna adalah dibolehkan. Oleh sebab itu Babi maupun Khamr disebut diatas dapat diartikan “keji (rijsun)” dan dalam kata-katakeji itu termasuk najis, baik menurut maknanya maupun menurut hissi.
Dengan demikian larangan memakan atau meminumnya, bukan hanya arak/khamr memabukan  atau mengandungcacing pita yang tidak dapat mati karena api, tetapi juga karena kedua-duanya adalah NAJIS. Berkata Imam Ar-Raghib : ” Najis itu adalah sesuatu yang kotor, yang dapat ditinjau dari empat segi.Adakalanya dari segi tabiat (sifatnya), adakalanya dari segi akal, adakalanya dari segi syarat, dan adakalanya dari semua segi diatas. Seperti mayat. Maka sesungguhnya mayat itu dipandang jijik menurut tabiat, nafsu,akal dan menurut syarat. Sedang judi dan Khamr dipandang NAJIS DARI SEGI SYARAT. (Tafsiran Muhammad Abduh,  juz 7 halaman 158 ) dan (Fiqh syafei, jilid I/26,Bab Najis,Pustaka Antara,Kuala Lumpur,1989).

3. Menurut Prof Dr alQaradawi Khamr adalah Najis
Ini juga pendapat Prof Dr alQaradawi dlm Fatawa Mua\’asirat.Perbahasan ulama\’ dalam bab najis sebenarnyatertumpu pada khamar bukan alkohol (anNawawi, alMajmoo\’: 2/516).

4. Menurut Lembaga Fatwa Al-AzharKhamr adalah Najis Lembaga Fatwa Al-Azhar berpendapat bahawa alkohol (yang hukan dari industry khamr) itu tidak najis manakala arak tetap najis. Setelah membincangkan perkara ini dengan panjang lebar maka jawatankuasa mengambil keputusan bahawa minuman ringan yang dibuat sama caranya dengan arak adalah haram.
Alkohol yang terjadi sampingan dalam proses pembuatan makanan tidak najis dan boleh di makan.

Ubat-ubatan dan pewangi yang ada kandungan alkohol adalah harus dan dimaafkan. Berdasarkan fatwa dari Sheikh Atiyyah Saqr, Mesir, alkohol yang terdapat dalam minyak wangi tidak menghalang dari sahnya sembahyang.Menurutnya, alkohol tersebut tidak najis kerana ia bukan digunakan untuk dijadikan minuman keras.
5. JAKIM – MALAYSIA DAN MUI (Majelis Ulama Indonesia) – Indonesia Khamr adalah haram dan NAJIS. Sedangkan alcohol yang bukan berasal dari industri khamr adalah suci,tetapi jika ia dimasukan dengan sengaja ke dalam suatu minuman maka minuman itu haram hukumnya. maaf kami sekedar membuktikan fatwa aliran wahaby bahwa khamr itu suci adalah fatwa menyesatkan…dan sengaja diperuncing untuk memecah belah barisan sunni….waspadalah… hukum khamr iaitu najis mutasawittah, baru kita membahas mengenai alkohol dengan lebih berhati-hati (terutama copy paste dari situs-situs wahaby)
_________________________________________
Pendapat sesat wahaby :
Asy-Al-Albani, dan Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin , bin Baz

lihat kata-kata albany :
Syaikh Al-Albani berkata dalam Tamamul Minnah hal. 55 dan As-shahihah (5/460)
rujuk :
http://www.ikhwan_interaktif.com/islam/?pilih=news&aksi=lihat&id=1733
dan artikel sesat wahaby indonesia : Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari
http://asy-syariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=311
mereka menghukumi khamr adalah suci!
mereka mengaburkan pengertian alkohol dan khamr sehingga seolah-olah semua alkohol adalah khamr…

hati-hatilah!
______________
mana alkohol yang tergolong KHamr?
mungkin ini sedikit menjelaskan :

Fatwa MUI Indonesia dan JAKIM Malaysia :
alcohol yang bukan berasal dari industri khamr adalah suci, tetapi jika ia dimasukan dengan sengaja
ke dalam suatu minuman maka minuman itu haram hukumnya. lebih jelasnya :
https://salafytobat.wordpress.com/2008/12/13/bukti-wahaby-fatwakan-khamr-tidak-najis/

10. Wahaby mensyariatkan Shalat Sunnah Tarawih 8 rekaat, padahal tidak ada satupun Imam Madzab Sunni yang mensyariatkan
Menurut pendapat jumhur iaitu mazhab Hanafi, Syafi’e dan Hanbali: 20 rakaat (selain Sholat Witir)
berdasarkan ijtihad Sayyiduna Umar bin Khattab. Menurut mazhab Maliki: 36 rakaat berdasarkan
ijtihad Khalifah Umar bin Abd al-Aziz. Imam Malik dalam beberapa riwayat memfatwakan 39 rakaat[6].
Walau bagaimana pun, pendapat yang masyhur ialah mengikut pendapat jumhur bahkan ibnu taymiyah juga tarawih 20 rekaat!!!. Lihat dalam kitab fiqh 4 madzab dibawah ini :

Dalam Kitab “shalat tarawih 20 rekaat karya mufti mesir juga disebutkan seperti diatas :

Di Sisi Syafeiyyah bilangan raka’at terawih adalah 20 rakaat dan bukan 8 sebgaimana yang digembar-gemburkan oleh Mutasyaddid(pelampau) wahabi !

 
 

Didalam muka surat ini pula dijelaskan kenyataan Ibnu Hajar yang menyatakan di sisi
kami selain ahli Madinah adalah 20 raka’at.sementara Ahli Madinah melakukan mereka itu
dengan 36 raka’at.
Ibnu Taymiyah yang katanya imam badwi Najd wahaby juga fatwakan tarawih 20 rekaat :

 
 
Bacalah sendiri penulisan Dr Ali Juma’ah tantang terawih .Nak terjemahkan kurang masa.
Walaubagaimana pun telah ana jelaskan dalam tajuk Terawih 20 rakaat. Didalam penulisan Dr Ali Jumaah juga menyatakan Ibnu Taimiyyah yang didokong oleh golongan MUTASYADDID (pelampau) juga memfatwakan bilangan rakaat terawih 20 rakaat. Untuk dalil-dalil dalam perkara ini lihat pada artikel ini di bagian pertama.

Mawlid Ad-Dhiyaa’ Al-Lami’ Membuat Wahabi Tobat

Saya dilahirkan dalam iklim keluarga yang biasa-biasa sahaja.Bukan berlatar belakang agama sangat.Namun sejak di sekolah menengah, saya jatuh cinta pada agama. Saya sertai Kelas Hafazan Al-Qur’an hujung minggu bersama Ustaz Nakhaie, Dan saya senantiasa sibuk dengan membaca buku-buku agama,terutamanya terjemahan kitab-kitab hadith.
Dan ketika di tingkatan 4, saya terjumpa dengan Majalah-i terbitan Karangkraf. Dari situ saya mengenali Dr Mohd Asri (ketika itu belum mufti lagi) dan mula membaca tulisan-tulisannya. Kemudian secara tidak sengaja, saya terbeli sebuah buku terjemahan bertajuk “Sifat Solat Nabi” karangan Abdur Rahman Al-Jibrin.
Iniah titik permulaan saya mula memperbanyakkan pembacaan dan menonton video Dr Mohd Asri dan rakan-rakannya yang sealiran seperti Dr Fathul Bari.
Tamat SPM,masa terluang saya banyak habiskan dengan melayari internet, dan ketika itu, portal Al-Ahkam.Net sering saya kunjungi dan terkesan dengan perbincangan tentang ‘sunnah’ di situ.Sehingga akhirnya ada pergeseran berberapa ahli di AAN,saya berhijrah ke portal baru, Al-Fikrah.Net, sehinggalah saya menyambung pelajaran ke kolej.
Di Kolej, saya kerap berulang alik ke kuliah MAZA dan rakan-rakan sealiran.Kadangkala bertemu pelajar-pelajar UIA yang merupakan anak didik MAZA. Maka sejak itu saya amat bersungguh-sungguh mengikut ‘sunnah’ dan giat menentang ‘ahli bid’ah’.Sering berdebat di forum dan sebagainya. Sehingga pada suatu tahap, sesama Wahabi pun saya tahdzir kerana pada pandangan saya, mereka tidak cukup ‘sunnah’ dan saya amat terkesan dengan pemikiran Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali dan Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i
Namun pada tahun 2011 ada seorang kenalan saya, seorang karkun mengajak saya hadir ke majlis pembacaan Mawlid di UIA Kuantan. Entah kenapa,saya setuju untuk ikut. Ketika itulah saya berkenal-kenalan dengan Mawlid Ad-Dhiyaa’ Al-Lami’ karya Al-Habib ‘Umar bin Muhammad Bin Salim Bin Hafiz. Itulah detik permulaan saya berjinak-jinak cuba mempelajari manhaj dakwah para habaib. Rakaman pembacaan Mawlid Ad-Dhiyaa’ Al-Lami’ pula saya download dan perdengarkan setiap malam sambil saya teliti maksudnya.
Pada tahun 2012, setelah saya mula menguasai sedikit bahasa Arab, saya mula meneliti kembali tulisan-tulisan Muhammad bin Abdul Wahhab (pendiri Wahabi Salafi), terutamanya karya terbesar beliau, ‘Kitab At-Tawhid’. Di situ saya merasakan adanya tanaqudh dalam cara mereka memahami tentang istawa dan ma’iyah Allah. Kononnya, mereka tidak terima takwil dan ambil zahir nas, tetapi hakikatnya tidak. Jadi saya mula memutuskan hubungan dan menjauhkan diri dari rakan-rakan ‘sunnah’ saya.
Lama kelamaan, saya mula menghadiri pengajian Habib Ali Zaenal Abidin di Setiawangsa, tetapi saya sering mengelak untuk duduk secara langsung di tingkat atas, sebaliknya saya ‘curi dengar’ dari tingkat bawah,atau kadang-kadang dari luar masjid.
Sehinggalah sekarang walhamdulillah, saya tidak ragu jika saya telah meninggalkan pemahaman yang nampak seperti pemahaman yang baik,lurus dan jelas.
Ya, saya ada kisah gelap saya tersendiri dengan berberapa individu yang berfahaman salafiyah wahabiyah,tetapi demi Allah, ia bukanlah sebab mengapa saya meninggalkan Wahhabi. Dan saya tidak hairan jika ada di antara mereka yang akan mengghibah, mencerca atau mungkin mengaibkan saya dengan pendedahan ini, maka itu sekaliannya saya maafkan dan jika ada hak mereka yang saya zalimi, saya sedia untuk memulangkannya kembali jika diberikan tempoh. Tetapi untuk kembali kepada pegangan mereka,sekali-kali tidak!
Oleh: Abu al-Hassan al-Bakkaniy, Pertubuhan Ahli Sunnah Wal Jamaah Malaysia – Aswaja.
Sumber : Muslimedianews.com

Wahabi Tobat dan Kini Rajin Ziarah Wali

Cerita ini adalah berdasarkan kisah nyata tentang taubatnya pengikut wahabi menjadi pengikut Ahlussunnah Wal Jama’ah yang cinta ziarah.
Hari itu, Rabu 1 Mei 2013, saya mendatangi Makam Habib Ahmad bin Alwi Al-Haddad atau yang lebih dikenal sebagai Habib Kuncung saat dhuhur, setelah selesai shalat dhuhur berjamaah saya bergegas ke lokasi makam.  Ternyata saya sendirian di dalam area makam.
Kemudian satu persatu para peziarah mulai berdatangan hingga sekitar 15 orang. Diantara mereka ada seorang sales, Habaib, Kyai serta orang kantoran.
Setelah berziarah saya pulang dan langsung menuju jalan Rawa Jati karena ada janji dengan teman untuk berziarah bersama ke luar batang, yaitu di Makam Habib Husein Bin Abubakar Alaydrus. Saya menunggu di halte pinggir jalan. Setelah melihat di sekeliling saya, ternyata di belakang saya ada dua orang berpakaian rapi yang saya lihat saat ziarah di makam Habib Kuncung tadi.
Saya pun menyapanya dan berkenalan dengannya. Salah satunya memperkenalkan diri bahwa namanya Dedy. Lalu saya saling bertukar nomor handphone.
Sambil menungguu teman saya yang belum dating, saya lalu bercerita kesana kemari. Dia menceritakan bahwa dulu sangat berbeda dengan sekarang. Dia angat tidak mempercayai kekeramatan aulia, apalagi tahlil, tawassul, mauled, ziarah kubur dan lain sebagainya. Intinya adalah dia dulunya wahabi tulen.
Dia kemudian bercerita mengapa sampai berubah 180 derajat sekarang. Diceritakannya bahwa pada suatu hari dia makan siang di daerah pluit,kebetulan dekat dengan masjid Luar Batang. Rasa penasaranya membuat dia ingin tahu masjid keramat tersebut yang katanya terdapat makam waliyullah tersebut. Dia lalu berencana untuk melihatnya keesokan harinya.
Pada malam sebelum dia mengunjungi masjid luar batang tersebut, dia bermimpi bertemu dengan seseorang berpakaian jubah putih. Kemudian Deni berdialog dengan sosok orang tersebut.
 
Deni : Kamu siapa?
Pria berjubah : Ah besok juga ente kenal ama ana.
 
Deni :Bapak dari mana??
Pria berjubah : Besok juga kita bakalan ketemu di rumah saya.
 
Dia lalu terbangun, heran dan bertanya-tanya dalam hati.
 
Keesokan hari dia berangkat ke Luar Batang. Dia tidak ada niatan untuk ikut tahlil ataupun ziarah kubur. Akan tetapi hanya penasaran ingin melihat masjid tersebut. Namun seakan hatinya ada yang menuntun bergerak untuk masuk area makam Habib Husein bin Abubakar Alaydrus. Berhubung dia tidak bisa bagaimana caranya ziarah, maka dia hanya duduk lalu membaca surat Al-Fatihah saja kemudian langsung bergegas pulang.
Tibalah Malam setelah ziarah, disaat tertidur dia bermimpi bertemu pria berjubah seperti yang kemarin lagi. Kemudian terjadi dialog:
 
Pria berjubah : Nah kamu sudah tahu siapa saya kan?
Deni : Saya tidak tahu bapak itu siapa, dan saya juga tidak kenal denganmu.
Priaberjubah : Bukankah siang tadi kamu telah dating ke masjidku dan menziarahi makamku?.
Deni : Kan bapak sudah dimakamkan, berarti sudah mati.
 
Priaberjubah : Janganlah kamu kira kami ini mati. Kami masih hidup. Bila kamu sering berziarah kepada kami, kami pun akan sering berziarah kepada kalian.

Deni terbangun, dia masih terus memikirkan peristiwa mimpi tersebut. Dan tak lama setelah itu, akhirnya dia meninggalkan manhaj salaf palsu alias wahabi yang telah dianut berpuluh-puluh tahun lamanya. Dia telah kembali ke jalan para salaf, mengikuti Ahlussunnah Wal Jama’ah yang suka berziarah, tawassul, tabarruk, maulid dan amalan-amalan lainnya.

Kini dalam seminggu dia bisa sampai 3-4 kali berziarah, seperti ke makam Habib Kuncung.
Saat menceritakan kisah ini matanya berkaca-kaca dan menetes air matanya karena menyesal kenapa dulu mengikuti ajaran manhaj salaf palsu alias wahabi.
 
(Seperti dituturkan oleh Habib Musthofa Al-Jufri)

Kisah Wahabi Tobat.. Kena Suwuk Majelis Rasulullah

Assalamualaikum wr wb.
Ini adalah kisah tetangga ana, dan ana sdh minta izin untuk di publikasikan afwan tapi namanya ana tidak sebut. Di bulan ramadhan 1431 H , tetangga ana yang anti maulid dan dll, ia habis pulang kuliah buru buru kerumah ana.
Dan berkata: “fiz, itu dijalan banyak baleho2 MR buat apa sih tuh ??”
ana jawab: “oh.. buat cara malam nuzulul qur’an dan ahlul badr di monas bos”
tetangga ana:” ahh.. buang2 duit aja sih guru lho tuh, gak bener, bid’ah terus di buat mendingan juga buat fakir miskin uangnya”

ana: “bos jgn menghina begitu, ente ikut dah besok ya bagimana acara disana ?? ente lihat dulu bagaimana suasana disana ?? terus gimana menurut ente?”
Tetangga ana pun berfikir dan berapa menit langsung jawab: “oke dah ana  ikut tapi ente yg ongkosin ya??”
Ana: “iya ana yg bawa motor ana ongkosin bensin  ^_^ ”
Setelah beberapa hari pas mau dekat acara, ia pun berkata ke ana: “ ana cuman mau liat aja ya dan gak mau apa yg ente dan guru ente lakuin entar ana dosa lagi bidah aja”, lalu ana jawab: “ iya bos terserah antum”, ana pun sambil tersenyum.
Kemudian malam hari setelah salat terawih ana dan tetangga ana pun berangkat ke acara di monas tersebut bersama sama teman2 yang lain, dalam perjalan dia berkata: ”waduh banyak juga fis yang ikut ni ada yg bawa anak, ada yg bawa mobil waduhh hebat gara2 cuman acara seperti ini banyak yang ikut HEBAT ANA SALUT”, ana pun di dalam hati seneng dan tersenyum mendengar perkataannya. Setelah sampai di tempat acara ia merasa bingung dan kaget melihat banyak sekali orang yang datang dan berkata”waduh ini pada mau demo ya fis?” Ana:”bukan bos ini mau ikuti acara tersebut dan memang seperti ini insya allah setiap tahun terus bertambah oranya” . dan iapun cuman melihat kanan kiri dan mengangguk2 kepalanya.
Saat acara berlangsung ia pun terdiam saja saat mahalul qiyam,ana lihat ia merasa seperti orang sedih, kenapa? walllohu allam. Lalu saat Habib Munzir Almusawa beri tausyiah pun ana lihat sepintas  ia menyimak dengan rasa ingin tahunya. Lalu ana menunduk dan tersenyum. Setelah acara berakhir ia masih menangis atas zikir tadi, lalu ana bertanya kepada dia,
Ana:”kenapa antum ??”
Tetangga:” ana merasa sdh byk dosa fis, saat pembacaan salawat2 tadi ana merasa ketenangan jiwa yg tenang banget fis, terus saat Habib Munzir Almusawa tausyiah adem hati ana, lalu pas zikir ana merasakan tenang dan dosa2 pun sudah hilang rasanya fis bener YA ALLAH HATI INI ADEM BANGET FIS, POKOKNYA FIS ANA IKUT KALAU ANTUM NGAJI DAH HATI INI RASANYA TENANG BANGET ANA SUKA SALAWAT2NYA, BSK BSK AJA ANA LAGI FIS YA..”
Ana: “iya iya tenang aja ana ajak kok , makanya jgn menghina dulu bos ya , EH MALAH ANTUM KESENENGAN”
Tetangga:” iya iya ana mohon maaf dah fis selama ini dah banyak hina antum ikut ini itu ini itu, POKOKNYA ANA SEKARANG JADI DEPAN KALAU NGAJI BIAR KHUSUS APA YNG DISAMPAIKAN MA HABIB OKE FIS?”
Ana:”oke oke ^_^”
Dalam perjalanan pulang ia pun sering melatunkan qosidah yng tadi di bacakan di acara tersebut dan ia megang hp ana yg disitu ia tirukan bacaan qosidah tersebut, dalam hati ana pun seneng dan gembira melihat ia sekarang berubah mengikuti apa ajaran orang tuanya, karena ia berubah saat sdh kuliah , mudah Allah SWT terus menjaga hati dan imannya mengikuti ajaran Sayidina Muhammad SAW..amin ya robbi…
Sekian kisah ana alami semoga bermanfaat…amin
Wassalamu alaikum wr wb.
(oleh Muhammad Hafidz Maqmun pada 30 November 2010 jam 14:58)
Bottom of Form




Penutup
Wahai Saudara ku.......
"Kita sama-sama tahu bahwa dunia ini adalah tempat menanam dan kelak hasilnya akan dipetik setelah kita meninggalkan dunia kelak"
"Aku tahu dirimu itu adalah seorang ulama, punya ribuan santri, kamu sudah terkenal seantero negeri ini, orasi-orasimu itu bisa menimbulkan semangat berjuang bagi siapa saja yang mendengarkan, dan aku juga tahu bahwa kamu adalah ahli ibadah, puasa sunnahmu tidak pernah lepas, sholat malammu selalu terjaga, kepada fakir miskin engkau juga sangat perhatian"
"tapi jangan biarkan tamanmu itu gersang, ladangmu itu tandus, akibatnya tanaman yang engkau tanam tidak akan panen di akherat kelak"
sebab bila yang engkau menanam di dunia ini adalah tanah gersang, tanah yang tandus, bukan tanah yang subur, maka tanaman yang  engkau tanam itu sia-sia tidak  berbuah apapun"
"Kau tahu bahwa hatimu adalah ladang, ladang untuk menanam bibit kebaikan, tapi sayang ketika kamu menanam bibit kebaikan itu, pada saat kau menanam hatimu jahat, suka menggunjing orang lain, suka merendahkan orang lain, suka meremehkan orang lain, dan suka menfitnah orang lain, dan suka mengadu domba orang lain, maka pada saat itu bibit-bibit kebaikanmu tidak tumbuh, bibit-bibit surgamu itu mati karena saat itulah akan terhapus amal-amalmu"
"Dan tanaman yang bersamaan yang engkau tanaman itu ada penyakit ujubnya"
8
"Ketika kamu menjadi Ustadz bangga, kamu menjadi orang baik bangga, kamu dihormati banyak orang bangga, maka banggamu itulah yang menghapus semua amalmu yang kau tanam saat itu juga".. (kata Iblis akulah yang terbaik.....)











Aku????????
Kamu?????????
Dia?????????????
Kita????????????????
Orang Islam









Majelis bombongan
Langgen – Talang – Tegal

Muhammad Darudin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Habaib dan Ulama Tegal

Wali Songgo dan pendahulunya